Minggu, 10 Januari 2010

SEJARAH KERAJAAN BEDULU

Kerajaan Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan kuno di pulau Bali pada abad ke-8 sampai abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: pèjèng) atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Warmadewa. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem Bedahulu) menentang ekspansi Kerajaan Majapahit pada tahun 1343, yang dipimpin oleh Gajah Mada, namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (Dalem Makambika) berhasil dikalahkan tahun 1347.

Arca Peninggalan Kerajaan Bedulu di Goa Gajah


Sejarah Berdirinya Kerajaan Bedahulu

Pada abad ke-4 di Campa, Muangthai bertahta Raja Bhadawarman. Beliau diganti oleh anaknya bernama Manorathawarman, selanjutnya Rudrawarman. Anak Rudrawarman bernama Mulawarman merantau, mendirikan kerajaan Kutai. Mulawarman diganti Aswawarman. Anaknya bernama Purnawarman mendirikan kerajaan Taruma Negara. Anak Purnawarman bernama Mauli Warmadewa mendirikan kerajaan Sriwijaya. Anak Mauli Warmadewa bernama Sri Kesari Warmadewa pergi ke Bali, pertama-tama mendirikan Pura Merajan Salonding dan Dalem Puri di Besakih. Raja-raja Bedahulu :

  1. Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa - (882-913)
  2. Sri Ugrasena - (915-939)
  3. AgniTabanendra Warmadewa
  4. Candrabhaya Singa Warmadewa - (960-975)
  5. Janasadhu Warmadewa
  6. Sri Wijayamahadewi
  7. Dharmodayana Warmadewa (Udayana) - (988-1011)
  8. Gunapriya Darmapatni (bersama Udayana) - (989-1001)
  9. Sri AjnadewiSri Marakata - (1022-1025)
  10. Anak Wungsu - (1049-1077)
  11. Sri Maharaja Sri Walaprabu - (1079-1088)
  12. Sri Maharaja Sri Sakalendukirana - (1088-1098)
  13. Sri Suradhipa - (1115-1119)
  14. Sri Jayasakti - (1133-1150)
  15. RagajayaSri Maharaja Aji Jayapangus - (1178-1181)
  16. Ajayadengjayaketana
  17. Aji Ekajayalancana
  18. Bhatara Guru Sri Adikuntiketana
  19. Parameswara
  20. Adidewalancana
  21. Mahaguru Dharmottungga Warmadewa
  22. Walajayakertaningrat (Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing?)
  23. Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
  24. Dalem Tokawa (1343-1345)
  25. Dalem Makambika (1345-1347)
  26. DalemMadura
Sri Kesari Warmadewa diganti Cabdrabhaya Singha Warmadewa, diganti Wijaya Mahadewi, diganti Udayana menurunkan dua putra : Airlangga dan Anak Wungsu


PEMERINTAHAN SRI ASTASURA RATNA BUMI BANTEN


Dikisahkan pada tahun 1337 raja Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten / Sri Gajah Waktera / Sri Topolung mulai berkuasa di Pulau Bali, beliau sangat bijaksana serta adil dalam mengendalikan pemerintahan dan taat dalam melaksanakan upacara keagamaan., beliau terkenal sebagai seorang pemberani serta sangat sakti. dalam pemerintahannya beliau mengadakan pergantian sejumlah pejabat pemerintahan antara lain :

  • Kesenepatian Kuturan yang dijabat Ki Dalang Camok diganti oleh Ki Mabasa Sinom
  • Kesenepatian Danda yang dijabat Ki Kuda Langkat-Langkat diganti oleh Ki Bima Sakti
  • Dibentuk kesenepatian baru yaitu Kesenepatian manyiringin di pegang oleh Ki Lembu Lateng.
  • Perutusan Siwa rajamanggala yang dulu tinggal di Dewastana kini digeser ke Kunjarasana.
  • Perutusan Pendeta Siwa Sewaratna yang dulu tinggal di Trinayana kini dipindahkan ke Dharmahanyar.
  • Dang Upadyaya Pujayanta yang dijabat Pendeta di Biharanasi diganti oleh Pendeta Dang Upadyaya Dharma.
  • Dibentuk pejabat Makarun di Hyang Karamus yang dipagang oleh Ki Panji Sukaningrat.
  • Dibentuk 2 buah perutusan yaitu di Burwan yang dipegang oleh Sira Mahaguru dan di Buhara Bahung yang dipegang oleh Dang Upadyaya Kangka.
Beliau mengangkat seorang Mangkubumi yang gagah perkasa bernama Ki Pasunggrigis, yang tinggal di desa Tengkulak dekat istana Bedahulu di mana raja Astasura bersemayam. Sebagai pembantunya diangkat Ki Kebo Iwa alias Kebo Taruna yang tinggal di Desa Belahbatuh. Para menterinya di sebutkan antara lain :

  1. Krian Pasung Grigis jabatan Mangkubumi di Tengkulak
  2. Ki Kebo Iwa jabatan Patih di
  3. Ki Girikmana jabatan Menteri di Desa Loring Giri Ularan (Buleleng)
  4. Ki Tambiak jabatan Menteri di desa Jimbaran
  5. Ki Tunjung Tutur jabatan Menteri di desa Tenganan
  6. Ki Buahan jabatan Menteri di desa Batur
  7. Ki Tunjung Biru jabatan Pertanda di desa Tianyar
  8. Ki Kopang jabatan Pertanda di desa Seraya
  9. Ki Walungsari jabatan Pertanda di desa Taro.
  10. Ki Gudug Basur jabatan Tumenggung
  11. Ki Kalambang jabatan Demung
  12. Ki Kalagemet jabatan Tumenggung di Desa Tangkas
  13. Ki Buahan di Batur
  14. Ki Walung Singkal di Desa Taro
Demikianlah para Menteri Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten yang sebagian besar diantaranya adalah keturunan sang Ratu Ugrasena leluluh Sanjayawamsa, kesatrya Kalingga. Keturunan belia sangat berani sehingga terus menduduki jabatan penting sebagai Panglima Perang sampai pemerintahan Gelgel dan bergelar Jlantik. Beliau terkenal sebagai Arya Ularan panglima Dulang Mangap (Pasukan inti Kerajaan Gelgel) yang menaklukkan Blambangan dan Jlantik Bogol terkenal sebagai pahlawan perang Pasuruhan.

Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten adalah seorang penganut agama Budha yang taat terbukti pada tahun 1338 M beliau banyak mendirikan tempat tempat suci agama Budha. Dalam melaksanakan ibadah keagaman beliau sering melaksanakan persembahyangan di Pura Besakih dengan didampingi para Mentri dan pendeta Siwa-Budha.


Candi Gunung Kawi Peninggalan Kerajaan Bedulu
Keadaan yang berlangsung aman dan tentram tersebut tiba tiba terancam karena sikap dari Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang menentang dan tidak bersedia tunduk dibawah kekuasaan Ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi, meskipun beliau adalah keturunan Majapahit. Alasan Beliau bersikap demikian karena Bali sudah dari dahulu dibawah lindungan kerajaan Daha.


Hubungan antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Daha sudah berlangsung sejak pemerintahan Raja Putri Ganapriya Dharmapatni yang memerintah Bali tahun 989-1001 M. Karena hubungan inilah maka Bali mengadakan perlawanan terhadap kerajaan Singhasari, tahun 1222 M , namun Bali baru dapat ditaklukkan pada tahun 1284 oleh Prabu Kertanegara. Selanjutnya karena runtuhnya kerajaan Singhasari oleh Jayakatwang tahun 1292 maka Bali kembali menjadi pengawasan Kerajaan Daha. Pada Tahun 1293 Kerajaan Daha mengalami keruntuhan karena
serangan oleh Kerajaan Majapahit sehingga Bali langsung dikuasai oleh Raja Majapahit.

Goa Gajah Peninggalan Kerajaan Bedulu

Keputusan Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten untuk menetang Majapahit tercetus dalam rapat dengan para menterinya dimana Keputusan tersebut akibat pengaruh dari Menteri Pertahanan (Senapati danda) yang bernama Ki Bima Sakti yang di Majapahit terkenal dengan nama Werkodara.


Adapun politik pemerintah Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten sekarang sungguh sangat berbeda dibandingkan yang sudah sudah, bahkan beliau sekarang bersikap membangkang dan tidak menghiraukan perintah-perintah dari Majapahit. Karena sikap beliau tersebut maka beliau dijuluki Raja Bedahulu, “Beda” artinya berbeda (pendapat) dan “Hulu” berarti atasan. Tegasnya raja ini melepaskan diri dan tidak mau tunduk dibawah kekuasaan Majapahit sebagai atasan yang dulu mengangkatnya. Sikap dan prilaku Raja ini didengar oleh Ratu Majapahit karena itu Ratu Tribhuwana Tunggadewi menjadi marah besar sehingga beliau merencanakan untuk mengirim pasukan besar ke Bali dibawah pimpinan Patih Gajah Mada dan panglima Arya Damar (Adityawarman)


Untuk lebih jelasnya bahwa Raja Bali diangkat oleh Singhasari dan Majapahit dapat diuraikan sebagai berikut :


Setelah akhir pemerintahan Raja Kembar Mahasora dan Mahasori atau yang lebih dikenal dengan Raja Masula Masuli yang menjadi Raja Bali adalah Sri Hyang Ning Hyang Adidewa Lencana (tahun 1260 -1286 M) . Pada masa pemerintahan raja ini, Bali diserang dan dikuasai oleh Kerajaan Singhasari dibawah kepemimpinan Raja Kertanagara. Raja Adidewa Lancana kemudian ditangkap dan dibawa ke Singhasari tahun 1286 M. Sejak itulah Bali menjadi kekuasaan kerajaan Singhasari.


Dengan dikuasainya Bali oleh Singhasari maka pengangkatan raja raja Bali selanjutnya dilakukan oleh Raja Singhasari. Namun Demikian karena Kerajaan Singhasari runtuh akibat Penyerangan dari Prabu Jayakatwang yang menyebabkan Prabu Kertanagara Gugur maka selanjutnya pengangkatan raja Bali dilakukan oleh Majapahit yang merupakan penerus dari kerajaan Singhasari.


Raja Bali pertama yang diangkat oleh Prabu Kertanagara adalah Ki Kryan Demung yang berasal dari Jawa timur yang kemudian digantikan oleh putranya Ki Kebo Parud. Berikutnya yang menjadi raja Bali adalah Sri Paduka Maharaja Batara Mahaguru ( 1324-1328 M). Beliau diangkat oleh Raja Majapahit yaitu Prabu Jayanegara/ Kalagemet. Yang menggantikan beliau adalah putranya sendiri yaitu Sri Tarunajaya dengan gelar Sri Walajaya Kertaningrat (1328-1337 M). Sesudah beliau meninggal dunia, maka digantikan oleh adiknya yaitu Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang berarti Raja yang berkuasa (1337-1343 M)



Mitos Tentang Raja Bedulu


Suatu hari, Raja Sri Tapolung, Raja Bali Kuno terakhir, bertamasya ke daerah Batur diiringi patih Ki Pasung Grigis. Tiba di Panelokan, sang raja diuji oleh sang patih. “Paduka, jika paduka benar sakti dan dapat melepaskan jiwa dari raga, mohon tunjukkanlah pada hamba!” kata Ki Pasung Grigis. Permohonan Ki Pasung Grigis dikabulkan. Sang raja pun bersemadi. Beberapa saat kemudian, kepala sang raja lepas dari raganya. Kepala Sri Tapolung diceritakan melesat ke surga. Ki Pasung Grigis kini hanya menghadapi badan rajanya tanpa kepala.

Setelah lewat tiga hari, kepala Sri Tapolung belum kembali juga. Ki Pasung Grigis mulai khawatir. Kebetulan saat itu ada seekor babi lewat. Babi itu pun dipenggal dan kepala babinya itu disatukan dengan raga Sri Tapolung. Tak dinyana, beberapa saat kemudian kepala Sri Tapolung kembali. Mengetahui kepalanya diganti dengan kepala babi, sang raja pun murka dan mengutuk orang-orang Bali Aga. Karena berkepala babi, sang raja kemudian dijuluki Bedahulu atau Bedamuka (beda kepala).Mitologi ini masih tertanam kuat di kalangan masyarakat Bali hingga kini.

Mitos raja berkepala babi ini memang kerap diceritakan sebagai dongeng atau pun cerita dalam suatu pementasan drama tradisional. Penikmat teks kemudian menginterpretarikan cerita Raja Bedahulu ini secara lebih kritis. Cerita raja berkepala babi ini dipersepsikan sebagai simbolisasi dari sikap Raja Bali Kuno terakhir itu yang tidak mau mengakui supremasi kekuasaan Majapahit. Sang raja ingin menempatkan Bali sebagai kerajaan berdaulat dan merdeka, terbebas dari cengekeraman kekuasaan luar.


Interpretasi ini kemudian didukung dengan hasil penelitian para sejarawan dan arkeolog. Dalam sejumlah sumber-sumber Bali Kuno, Raja Sri Tapolung disebut-sebut sebagai raja yang kuat, bervisi, disegani dan dihormati rakyatnya. Raja ini diberi gelar sebagai Sri Asta Sura Ratna Bhumi Bhanten, penguasa Bali yang memiliki delapan kekuatan dewa. Sikap inilah yang dipandang Majapahit berbahaya bagi ambisi kerajaan itu menguasai Nusantara. Karenanya, Bali kemudian dijadikan target utama untuk ditundukkan. Melalui tipu muslihat sang patih Gajah Mada, Bali berhasil ditaklukkan.


Penaklukan oleh Majapahit tidak serta merta membuat rakyat Bali Kuno mengakui kekuasaan Majapahit di Bali. Malah sebaliknya, gelombang perlawanan tiada surut di pulau mungil ini. Hingga akhirnya terjadi negosiasi politik antara penguasa Majapahit dengan orang-orang Bali Aga untuk memadamkan perlawanan. Namun, Majapahit tampaknya menyadari benar, kecintaan rakyat Bali terhadap rajanya yang terakhir masih sangat dalam.



Sisa peninggalan Kerajaan Bedulu


Perlawanan kerajaan Bedulu terhadap Majapahit oleh legenda masyarakat Bali dianggap melambangkan perlawanan penduduk Bali asli (Bali Aga) terhadap serangan Jawa (Wong Majapahit). Beberapa tempat terpencil di Bali masih memelihara adat-istiadat Bali Aga, misalnya di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Desa Tenganan Kec. Manggis Kabupaen Karangasem serta di desa-desa Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tiga Was, dan Padangbulia di Kabupaten Buleleng .


Beberapa obyek wisata yang dianggap merupakan peninggalan kerajaan Bedulu, antara lain adalah pura Jero Agung, Samuan Tiga, Goa Gajah, dan Pura Bukit Sinunggal.


Kawasan Bedahulu dan Pejeng di utara Gianyar tercatat dalam sejarah sebagai pusat pemerintahan sebelum jaman Majapahit sedangkan Samplangan di timur Gianyar adalah pusat pemerintahan saat awal kekuasaan Majapahit merangkul Bali.


Goa Gajah baru ditemukan kembali pada tahun 1923. Walaupun Lwa Gajah dan Bedahulu, yang sekarang menjadi Goa Gajah dan Bedahulu, telah disebutkan di dalam kitab Nagarakertagama ditulis pada tahun 1365 M. Pada tahun 1954, ditemukan kembali kolam petirtaan di depan Goa yang kemudian disusul dengan pemugaran dan pemasangan kembali area-area pancuran yang semula terletak di depan Goa dalam keadaan tidak lengkap.

Kekunoan Pura Goa Gajah dapat dibagi menjadi dua bagian. LokasiPura Goa Gajah yang dikalangan penduduk setempat lebih dikenal dengan nama Pura Goa, terletak disebelah barat desa Bedahulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar, kira-kira 27 Km dari Denpasar.

Di dinding Goa terdapat juga prasasti singkat yang berbunyi “Kumon” dan “sahywangsa”, yang menurut tipe hurufnya diduga berasal dari abad 11 M. Di sebelah barat Goa, di dalam sebuah bangunan terdapat sebuah arca jongkok, Ganesa dan arca Men Brayut yang di dalam mitologi agama Budha dikenal sebagai Hariti, penyelamat anak-anak.


Tengkorak Itu Keluarga Raja Bedahulu?


Tim arkeologi terus melakukan galian di areal ditemukan tengkorak oleh warga Banjar Batulumbang, Bedulu, Blabahtuh. Penggalian hingga sembilam titik hingga Selasa (29/6) kemarin kian bertambah jumlah benda prasejarah ditemukan. Selain pernak-pernik, juga ditemukan tembok dari batu bata khas Majapahit. Dugaan sementara di sanalah pusat kerajaan Raja Bedahulu yang selama ini misterius.

Tengkorak itu kemungkinan salah satu bagian kerangka keluarga Raja Bedahulu. Namun perlu dikaji lebih lanjut. Arah penelitian arkeologi kami memang ke pengungkapan misteri letak pusat kerajaan Bedahulu.


Yang bisa disimpulkan sementara, berdasarkan temuan pernak-pernik benda prasejarah seperti gerabah, pecahan stupa, kapak batu, perunggu dan manik-manik, di lokasi itu pernah ada aktivitas manusia prasejarah. Sedangkan pondasi tembok yang lebarnya 1,5 meter, diperkirakan bagian dari tembok Puri Raja Bedahulu.


Diakui selama ini di wilayah Bedulu banyak ditemukan peninggalan raja Bedahulu. Namun belum ditemukan lokasi pusat kerajaannya. Dikaitkan dengan tradisi yang dianut warga setempat, baginya, kemungkinan besar lokasi galian itulah pusat kerajaan Bedahulu sebelum runtuh lalu dikuasai Majapahit sekitar tahun 1343. Lokasi galian itu sejak leluhur warga Batulumbang dikenal sangat angker.


Tak ada warga berani bicara ngawur di sana. Wanita yang menstruasi menghindari melintas dan jangan coba-coba buang air (kencing/berak). Yang melanggar dipastikan linglung tak tahu jalan pulang, jelasnya seraya menyebut sejumlah nama warga yang pernah jadi korban. Bukti kuat itu lokasi kerajaan, sebut Oka Astawa, nama Pura Jero Agung bersebelahan dengan lokasi temuan. Sedangkan subak selatan pura itu disebut Subak Delod Jero. Bukti lain kekhasan upacara di Pura Jero Agung mendak Betara Jawa dan menaikkan damar kurung* di atas penjor. Konon sinar damar kurung itu bisa dilihat dari Jawa. Sedangkan bagian akhir upacara menghaturkan daging ayam jantan yang kalah diadu. Itu simbolis dari runtuhnya Bedahulu oleh Majapahit.


TENGANAN PEGERINGSINGAN


Sejarah:Tenganan merupakan salah satu dari beberapa desa kuno di Bali, yang biasanya disebut "Bali Aga". Ada beberapa versi tentang sejarah tentang desa Tenganan. Ada yang mengatakan kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang berarti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Penurunan kata ini berhubungan dengan pergerakan orang-orang desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman, dimana posisi desa ini adalah di tengah-tengah perbukitan, yakni Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).


Versi lain mengatakan bahwa orang-orang Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, tepatnya Bedahulu. Berdasarkan cerita rakyat, dulu Raja Bedahulu kehilangan salah satu kudanya. Orang-orang mencarinya ke Timur dan sang kuda ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, tangan kanan sang raja. Atas loyalitasnya, sang raja memeberikan wewenang kepada Ki Patih Tunjung Biru untuk mengatur daerah itu selama aroma dari I carrion kuda tercium. Ki Patih seorang yang pintar, is memotong carrion menjadi potongan-potongan dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Dengan demikian dia mendapatkan daerah yang cukup luas.


Kata Pegeringsingan diambil dari kata "geringsing". Geringsing adalah produk tenun tradisional yang hanya dapat ditemukan di Tenganan. Gerinsing dianggap sakral yakni menjauhkan kekuatan magis jahat atau black magic. Geringsing diturunkan dari kata "gering" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak.


Lokasi:Tenganan Pegeringsingan terletak di Kecamatan Manggis, sekitar 65 km dari Denpasar (Bandar Udara Internasional Bali), dekat dengan Candidasa . Dalam Kerajaan Bali Kuno, ditanah inilah Ki Patih Tunjung Biru memperoleh kuasa sebagai menteri kerajaan. Masa itu, Bali dipimpin oleh putra Shri Musala Masuli yang bernama Shri Gajah Waktra dengan gelar Dalem Bedahulu atau Sri Astasura Ratna Bumi.

Dengan kesaktian dan kebijaksanaannya, Bali pada waktu itu diperintah dengan adil dan tenteram. Dalam pemerintahannya, beliau dibantu para menteri yang patuh memegang perintah sang raja, disiplin, dan sakti mandraguna.Diantaranya Ki Pasung Grigis sebagai mahapatih berkuasa di Tengkulak Ki Kebo Iwa sebagai patih muda berkedudukan di Blahbatuh, Ki Tunjung Tutur mengambil tempat di Tianyar, Ki Tunjung Biru berada di Tenganan, Ki Tambyak di Jimbanan, Ki Buan di Batur, Ki Kopang di Seraya, Ki Walung Singkal di Taro. Para menteri inilah yang selalu menjaga tanah Bali.


Dari sinilah timbul cerita bahwa orang-orang Tenganan berasal dari Bedahulu, Gianyar. Suatu kali, raja Dalem Bedahulu kehilangan salah satu kuda kesayangannya. Di manakah kuda itu meringkik? Raja berniat hati agar kuda itu ditemukan. Maka diperintahlah orang-orang Bedahulu untuk mencarinya ke timur Bali di bawah pimpinan Ki Patih Tunjung Biru. Di tanah inilah pada akhirnya kuda itu ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa oleh Ki Patih. Atas kerja keras dan kesetiaan Ki Tunjung Biru maka sang raja memberikan wewenang untuk mengatur dan menguasai daerah tempat kuda itu ditemukan.


Wilayah yang bisa dikuasai sejauh aroma bangkai kuda itu bisa tercium. Berkat kepintaran Ki Patih, dipotong-potonglah bangkai kuda itu dan disebarkan sejauh mungkin sehingga sang menteri kerajaan bisa mendapatkan daerah kekuasaan yang cukup luas.Tengananpun menjadi tempat kekuasaan Ki Patih Tunjung Biru hingga masa ekspedisi Gajah Mada ke Bali. Dimanakah Ki Tunjung Biru membakar semangat laskar perang Bali Aga ketika Gajah Mada menyerang Bali? Di sini di tengah-tengah bukit Tenganan kupercayai Ki Tunjung Biru gugur sebagai ksatria sejati melawan serangan pasukan Majapahit dari pintu gerbang timur Pulau Bali.


Jika aku Tenganan, kudapati pandan-pandan itu tengah berduri. Meruncing pada tepi-tepi daunnya yang menyirip hijau. Siapakah yang menjadikan pandan-pandan itu tumbuh menyuburi Pageringsingan? Kupercayai ini sudah menjadi titah Dewa Indra sebagai dewa tertinggi dalam dunia peperangan. Di tanah Tenganan Dewa Indra selalu dihormati dengan ritual Perang Geret Pandan. Warga percaya bahwa mereka adalah keturunan ksatria perang dari tanah suci India. Setajam apakah duri-duri itu akan menggeret kulit tubuhmu? Setajam hatimu untuk selalu menjaga tradisi perang yang penuh dengan kedamaian itu.

Nah, duri-duri itu telah lama menunggumu untuk beryuda di atas arena perang tradisional. Juga tameng ata (sejenis tumbuhan pakis yang merambat) itu, bukankah telah lama merindukannya? Perisai yang akan melindungimu nanti dari geretan duri pandan lawan. Sudah siapkah dirimu bersetubuh dengan duri-duri itu?


Pada sasih kelima tepat di Hari Raya Sambah perang pandan kembali berkobar. Arena yang selalu jadi riuh itu telah menanti laki-laki pemberani sebagai laskar ksatria perang. Di arena perang itulah, pemuda-pemuda Tenganan akan membuktikan bahwa raga dan jiwa mereka betul-betul kuat mempertahankan tradisi yang telah berurat-akar. Tajamnya duri pandan Tenganan tak lalu membuatnya jadi takut jika menghujani punggungnya yang menegak matahari. Sakitkah ketika duri-duri itu menggeret kulit punggungnya? Gepokan daun pandan berduri itu akan menjadi saksi bahwa tubuhmu betul-betul kuat menahan sakit dan perih sesaat. Jikapun punggungnya itu nanti berdarah tak lalu membuatnya meringis kesakitan. Mereka kini tahu, keteguhan hatinya betul-betul diuji di laga perang.

Semangat akan makin menyala untuk menggores punggung lawan ketika tahu bajang-bajang dari celah jendela di atas rumah panggung itu memberinya sorak dalam senyum yang menggoda. Siapakah yang akan mencabuti duri-duri itu pada punggungnya yang memerah? Ketika duri-duri itu dicabuti satu per satu, tarian perang pun telah usai. Perang pandan selalu berakhir dengan damai. Bagiku tak ada yang menang tak ada yang kalah.

10 komentar:

  1. raja-raja dibali ada pada zaman bali kuno dan zaman majapahit.ini semua bernama Dalem kenapa keturunan raja dimasa sekarang namanya berbeda2?? cth: ada tjok, AA, Gusti, Dewa dan lain lain.

    BalasHapus
  2. Pada waktu Bali masih menjadi satu kesatuan dibawah pemerintahan Dalem Sri Kresna Kepakisan sampai dalem Dimade yang menjadi wakil pemerintahan Majapahit di bali, sebutan untuk Raja di bali adalah memakai gelar Dalem namun dalam perkebangannya setelah pemberontakan Sagung Maruti yang menyebabkan Dalem Di Made kehilangan tahtanya maka wilayah wilayah lainnya yang dulunya merupakan kekuasaan Kerajaan Gelgel memilih memisahkan diri tidak mau tunduk dibawah kekuasaan Sagung Maruti, sehingga untuk penyebutan Raja Raja untuk wilayah Badung, Gianyar, Tabanan dll disesuaikan dengan adat setempet.

    BalasHapus
  3. Dalam sebuah buku babad sekilas disinggung masalah gelar tersebut. Sesungguhnya gelar anak agung dan cokorde adalah gelar baru raja-raja di bali yang diberikan oleh pemerintah kolonial belanda setelah bali dikuasai oleh belanda dengan meberlakukan surat keputusan : staatblad no.226 tanggal 1 Juli 1929 mengenai penetapan gelar bagi para raja-raja di bali.

    raja karangasem mendapat gelar anak agung dari sebelumnya i gusti.
    raja buleleng mendapat gelar anak agung
    raja jembrana mendapat gelar anak agung
    raja bangli mendapat gelar anak agung dari sebelumnya i dewa.
    raja gianyar mendapat gelar anak agung dari sebelumnya i dewa.
    raja tabanan mendapat gelar cokorde dari sebelumnya i gusti.
    raja tabanan mendapat gelar cokorde dari sebelumnya i gusti.
    raja klungkung mendapat gelar i dewa agung dari sebelumnya i dewa.

    gelar anak agung dan cokorde bukanlah gelar keturunan tapi gelar bagi mereka yang sedang menjadi raja / memangku jabatan sebagai raja pada saat pemerintahan kolonial belanda untuk menarik simpati para raja-raja di bali dan menguatkan kekuasaan pemerintahan kolonial belanda di pulau bali.

    tapi jangan bingung dan mengira banyak ada raja di bali karena saat ini banyak yang memakai nama anak agung, cokorde dll.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ralat sedikit:
      raja badung mendapat gelar cokorde dari semula i gusti.

      selanjutnya dengan keputusan gubernur general hindia belanda no. 21 tanggal 7 juli 1938 pulau bali resmi dibagi dalam 8 kerajaan dan rajanya berhak menggunakan gelar kebangsawanan yang baru tersebut.

      Hapus
  4. suksma.ulasan yg sangat bermanfaat serta menambah wawasan.

    BalasHapus
  5. akan tetapi ada satu kebingungan saya. apakah raja bedulu menganut agama Hindu atau budha. mengingat ada sumber yg menyebutkan bahwa raja bedulu merupakan keturunan dinasti warmadewa yg menganut agama budha. mohon informasinya.suksma

    BalasHapus
  6. Pada saat kerajaan Bedahulu diserang Majapahit, tidak diceritakan apa yang terjadi dengan Raja SRI ASTASURA RATNA BUMI BANTEN. Mohon diceritakan riwayat beliau setelah kerajaannya dikalahkan oleh Majapahit. terimakasih

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus