Rabu, 16 Februari 2011

RAJA PEMECUTAN XI


IDA COKORDA PEMECUTAN XI /
A.A. NGURAH MANIK PARASARA, SH


Dengan wafatnya Kiyayi Agung Gede Lanang Pemecutan pada har Senin Wage Julungwangi tanggal 8 Januari 1962 dan wafatnya Kiyayi Anglurah Pemecutan X/ Ida Cokorda Ngurah Gde Pemecutan pada haris senin Pon Dungulan tanggal 17 Maret 1986 maka terjadilah kekosongan kepemimpinan bagi warga Ageng Pemecutan.

Kekosongan tersebut sangat terasa bila mana ada kegiatan adat maupun keagamaan di Puri Agung Pemecutan seperti Acara Mekiyis sebelum hari raya Nyepi dan Upacara Pujawali di Pura Tambanan Badung. Warga Ageng merasakan perlunya seorang tokoh atau figur yang dapat memegang kendali kepemimpinan di Puri Agung Pemecutan.

Kekosongan kepemimpinan tersebut telah menjadi bahan pemikiran di kalangan Warga Ageng Pemecutan. Untuk itu sebagai langka awal maka pada hari Kamis Wage Tolu tanggal 29 Oktober 1987 diadakanlah pembahasan tentang suksesi kepemimpinan tersebut bertepatan dengan Pujawali purnama kelima di Pemerajan Agung Puri Pemecutan yang dilanjutkan dengan rapat di Jero Taensiat Denpasar pada hari Minggu umanis langkir tanggal 20 Desember 1987 dan di puri Agung Pemecutan pada selasa paing pujut tanggal 5 januari 1988 dipimpin oleh A.A.Ngurah Oka Moncol Lanang Taensiat.

Ida Cokorda Pemecutan XI

Pembahasan terakhir dilaksanakan di Pura Tambangan Badung yang tanggal 6 Nopember 1988 dengan dihadiri oleh perwakilan warga Ageng Pemecutan dan penglingsir/ Moncol yang menghasilkan keputusan sebagai berikut :

  1. Secara aklamasi menetapkan A.A Ngurah Manik Parasara putra tertua dari Cokorda Pemecutan X sebagai Penglingsir di Puri Agung Pemecutan dengan gelar Ida Cokorda Pemecutan XI dan Anak Agung Ngurah Made Dharmawijaya putera tertua dari Anak Agung Gde Lanang Pemecutan sebagai wakil dengan gelar Anak Agung Ngurah Gede Lanang Pemecutan
  2. Penyusunan awig-awig bagi Warga Ageng Pemecutan untuk menyempurnakan awig-awig yang dibuat pada jaman pemerintahan Belanda
  3. Penyusunan Babad keluarga besar Puri Agung Pemecutan sebagai pedoman bagi generasi yang akan datang.
  4. Penetapan Simbul Warga Ageng Pemecutan
  5. Pengesahan Penglingsir Agung

Dalam rapat tersebut juga dihadiri oleh 14 Pedanda yang pada hakekatnya mendukung keputusan warga Ageng Pemecutan karena kehadiran seorang pemimpin keluarga akan sangat penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di lingkungan keluarga besar Pemecutan dimana didalamnya masih terkandung nilai nilai budaya tradisional yang luhur yang perlu dilestarikan keberadaanya.

Hadir pula warga semeton Islam dari Kepaon Denpasar yang dipimpin oleh Bapak Muhamad Ali Mansyur dan warga semeton Bugis di Suwung Serangan Sesetan Denpasar dipimpin oleh Bapak Abdul Fatah.



ABISEKA RATU IDA COKORDA XI


Pada hari Minggu tanggal 16 Juli 1989 Redite Kliwon Tolu dilaksanakan Abiseka Ratu A.A Ngurah Manik Parasara sebagai Penglingsir di Puri Agung Pemecutan dengan gelar Ida Cokorda Pemecutan XI dan Anak Agung Ngurah Made Dharmawijaya sebagai wakil dengan gelar Anak Agung Ngurah Gede Lanang Pemecutan


Abiseka Cokorda Pemecutan XI dipuput oleh 21 Peranda Siwa dan Budha yang ada kaitannya dengan sejarah Puri Agung Pemecutan. Adapun Pedanda tersebut antara lain :

  1. Ida Pedanda Geniten / Geria Carik Taensiat
  2. Ida Pedanda Oka / Geria Karang Tampakgangsul
  3. Ida Pedanda Gede Rai / Geria Ngenjung Bindu
  4. Ida Pedanda Gede Oka / Geria Ngenjung Bindu
  5. Ida Pedanda Gede Ngurah / Geria Tegeh Bindu
  6. Ida Pedanda Gede Ngurah Bajing / Geria Bajing Kesiman
  7. Ida Pedanda Gede Putraka Timbul / Geria Timbul Kesiman
  8. Ida Pedanda Gede Putra Bajing / Geria Bajing Lebah
  9. Ida Pedanda Istri Raka Telaga / Geria Telaga Tegal
  10. Ida Pedanda Putra Telaga / Geria Pancoran Tegal
  11. Ida Pedanda Gede Putra / Geria Sari Tegal
  12. Ida Pedanda Istri Raka / Geria Pemedilan
  13. Ida Pedanda Istri Rai / Geria Telabah
  14. Ida Pedanda Made Sukehet / Geria Taman Sari Sanur
  15. Ida Pedanda Gede Putra / Geria Puseh Sanur
  16. Ida Pedanda Gede Buruan / Geria Buruan Sanur
  17. Ida Pedanda Istri Telaga Tawang / Geria Telaga Tawang
  18. Ida Pedanda Gede Telaga / Geria Dalem Kerobokan
  19. Ida Pedanda Istri Kanya / Geria Budha Kaliungu
  20. Ida Pedanda Bodha Jelantik Lilasrsana / Geria Budha Sukawati
  21. Ida Pedanda Gede Beluwangan / Geria Delod Peken Sanur
Warga dari kampung Islam Kepaon Denpasar ikut pula memeriahkan acara tersebut dengan menampilkan tari Rudat yang merupakan suatu sikap dan penampilan yang simpatik dari masyarakat Islam yang masih ada ikatan sejarah dengan Puri Agung Pemecutan.



AWAL KEPEMIMPINAN IDA COKORDA PEMECUTAN XI

Ida Cokorda Pemecutan XI selaku Penglingsir di Puri Agung Pemecutan sangat menyadari bahwa keberadaan awig-awig dan sejarah bagi bagi keluarga Besar Puri pemecutan sangat penting artinya sebagai pegangan dan petunjuk dalam menjalankan kepemimpinan.

Oleh karena itulah maka kedua hal tersebut menjadi prioritas beliau bersama sama dengan para moncol dan para pemuka warga Ageng Pemecutan untuk mewujudkannya. dan Atas Asung wara Nugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa maka pada hari Kamis Umanis Gumbreg tanggal 14 Nopember 1989 selesailah penyusunan Awig Awig Lembaga Warga Ageng Pemecutan.

Dengan disahkannya Awig Awig Lembaga Warga Ageng Pemecutan , penglingsir Agung telah mempunyai pegangan dasar sebagai pedoman dalam memimpin Keluarga Besar Pemecutan. Dan sebagai langkah kedua dibentuklah Pengurus pusat yang bertugas membantu Penglingsir Agung dalam mengendalikan organisasi terutama konsolidasi kedalam untuk membenahi kelengkapan organisasi dan pembentukan pengurus Cabang masing masing kelompok atau Kemoncolan.

Untuk itu dibentuk pula pengurus dikalangan pemangku yang terkait langsung dengan Pura Tambangan Badung seperti pemangku pura prasanak Tambangan Badung, Para penyungsung paibon di Pura Tambangan Badung dan juga dilaksankan pendataan jumlah warga di masing masing kemoncolan.


PELAKSANAAN UPACARA PANCA WALIKRAMA DI PURA TAMBANGAN BADUNG

Ida Cokora Pemecutan XI tidak mengabaikan pembinaan mental spritual warga Ageng Pemecutan, beliau menyadari bahwa Pura Tambangan Badung adalah tali pengikat dan mempersatukan segenap warganya karena itulah dilakukan persiapan untuk melaksanakan Karya Panca Walikrama di Pura Tambangan Badung.

Sebagai tahap awal maka dilakukan perbaikan tembok penyengker Pura, gedong pelingih Bhatara Ratu Ayu, pelinggih di pura Taman, Pelinggih para Paibon yang rusak, bale semanggen dan bale gajah. Hal lainnya yaitu memindahkan dan membangun bale Wantilan di Jaba Tengah, memperbesar dapur dan menata halaman tengah dan pura Taman. Selain itu dibangun pula pintu masuk di utara untuk memperlancar jalannya persembahyangan pada saat pujawali.

Setelah perbaikan tersebut selesai, maka dilaksanakanlah upacara Panca Walikrama yang dimulai dari hari Rabu Pon Watugunung tanggal 6 Maret 1991 dan mencapai puncaknya pada purnama sasih kedasa, senin paing warigadian tanggal 29 April 1991 yang berjalan dengan lancar dan aman.

Tari Rudat Muslim kepaon

Dalam Puncak acara tersebut kembali ditampilkan tari rudat dari warga kampung Islam Kepaon yang merupakan suatu bukti keharmonisan hubungan keagamaan antara Warga Hindu di Puri Pemecutan dan Warga Muslim dari sejak dulu yang patut dipelihara dan dikembangkan karena keberadaan Warga muslim di wilayah Badung
sangat besar peranannya dalam perjalanan sejarah Puri Agung Pemecutan.

Tamu kehormatan yang hadir selain Raja Raja dari seluruh Bali, hadir pula Sri Sultan Hamengku Bhuwono X Raja Yogyakarta dan Gubernur Bali Prof Dr. Ida Bagus Oka. Sebagai acara tambahan juga diremikannya Koperasi berbadan Hukum milik warga Ageng Pemecutan yang diberi nama Koperasi Serba Usaha Eka Bandana Pemecutan



UPACARA PELEBONAN ANAK AGUNG BIANG RAI ISTRI KE IV IDA COKORDA PEMECUTAN X IBU DARI IDA COKORDA PEMECUTAN XI

Upacara Pelebon Pengelingsir Puri Agung Pemecutan Anak Agung Biang Rai, Ibunda Cokorda Pemecutan XI tanggal 14 Juni 2009 Di pagi yang cerah dengan sinar matahari yang menyengat, halaman Puri Pemecutan sudah nampak ramai dikerumuni oleh para pemuka Puri dan para keluarga besar puri, mengantarkan jenazah Ibunda dari Cokorda Pemecutan ke Setra Badung untuk melakukan upacara pelebon/pembakaran jenazah.

Iring-iringan pelebon yang sangat panjang dengan deretan barisan tombak (prajurit perang), gadis-gadis cantik dengan aneka pakaian Bali bercorak kuno, tarian sakral seperti baris Ketekok Jago, tarian Rodat yang berasal dari kaum Muslim, serta diiringi tabuh gamelan yang semarak. Kelihatan sangat indah dan menakjubkan.

Saat hari menjelang siang, suasana mulai dipadati dari orang-orang yang ingin menyaksikan perjalanan terakhir dari Almarhum Anak Agung Biang Rai menuju tempat pembakaran.

Beberapa iringan wadah/bade dari para pengiring juga ramai dan sangat meriah, seakan-akan upacara ini tidak ada lelahnya, dan sesampainya di tempat tujuan terakhir, jenazah Anak Agung Biang Rai di masukkan ke dalam Lembu dan di perciki air suci agar perjalanan beliau damai di alam sana.

4 komentar:

  1. Om Swastiastu
    Tulisan dan ulasan yang sangat berguna bagi saya, sebagai salah satu Warih Pemecutan. Tulisan yang akan menjadi pelengkap sejarah dikemudian hari bagi generasi penerus Warih Pemecutan.
    Tulisan yang berisi fakta yang tak terbantahkan karena lengkap dengan hari dan tanggal kejadian. pelaku, tempat kejadian.
    Niat baik dan pengorbanan tanpa pamrih, pasti akan mendapatkan pahala yang setimpal.
    Om Shanti Shanti Shanti Om

    BalasHapus
  2. sebagai warih ARYA WANGBANG SIDEMEN,saya sangat senang membaca tulisan ini,dan semakin yakin bahwa LELUHUR kita memang orang2 tangguh,dan selalu di jalan dharma,tidak akan ter taklukan jika tidak di perdaya oleh musuh.

    BalasHapus