Minggu, 10 Januari 2010

KERTANAGARA

KERTANAGARA/ SRILOKAWIJAYA / SRI JNANABAJRESWARA (1268 – 1292 )

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268-1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi P
amalayu untuk menjadikanPulau Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Pulau Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya tunduk dengan ditemukannya bukti arca Amoghapasa yang dikirim Kertanagara sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Kertanagar
a adalah putera Wisnuwardhana raja Singhasari tahun 1248-1268. Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahisa Wunga Teleng (putra Ken Arok pendiri Singhasari).

Candi Singhasari diperkirakan sebagai tempat pemujaan untuk Raja Kertanegara

Raja Kertanegara pulalah yang merupakan pencetus ide cakrawala mandala nusantara. Walau tujuannya adalah untuk membendung pengaruh raja Kubilai Khan ke wilayah timur, namun konsep tersebut justru menjadi inspirasi dari Sumpah Palapa-nya Gajah Mada dan dewasa ini menjadi latar belakang wilayah teritorial negara kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan Prasasti Mula Malurung, sebelum menjadi raja Singhasari, Kertanagara lebih dulu diangkat sebagai Yuwaraja (Raja Muda) di Kadiri tahun 1254. Nama gelar abhiseka yang ia pakai ialah Sri Maharaja Sri Lokawijaya Purusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murddhaja Namottunggadewa. Baru setelah Raja Wisnuwardhana wafat tahun saka 1190 atau tahun 1268 Masehi Kertanegara mempunyai tanggung jawab penuh sebagai Raja.

Istri Kertanagara bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri, yang dinikahkan antara lain dengan Raden Wijaya putra Lembu Tal, dan Ardharaja putra Jayakatwang. Nama empat orang putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya menurut Nagarakretagama adalah Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi dan Gayatri. Arca Bhairawa perwujudan Raja Kertanegara dari Candi Singosari kini masih tersimpan di Tropen Museum Leiden Belanda


Penyatuan 2 (dua) Agama

Dalam bidang agama, Kertanagara memperkenalkan penyatuan agama Hindu aliran Syiwa dengan agama Budha aliran Tantrayana. Oleh karena itu dalam Pararaton. Kertanagara sering juga disebut Bhatara Siwa Buda.

Menurut Nagarakretagama, Kertanagara telah menguasai semua ajaran agama Hindhu dan Buddha, Itu sebabnya Kertanagara dikisahkan pula dalam naskah-naskah kidung sebagai seorang yang bebas dari segala dosa. Bahkan, salah satu ritual agamanya adalah berpesta minuman keras.

Dalam kitab Pararaton maupun Negara Kertagama diceritakan bahwa kehidupan sosial masyarakat Singosari cukup baik karena rakyat terbiasa hidup aman dan tenteram sejak pemerintahan Ken Arok bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius. Kehidupan religius tersebut dibuktikan dengan berkembangnya ajaran baru yaitu ajaran Tantrayana (Syiwa Budha) dengan kitab sucinya Tantra.

Ajaran Tantrayana berkembang dengan baik sejak pemerintahan Wisnuwardhana dan mencapai puncaknya pada masa Kertanegara, bahkan pada akhir pemirintahan Kertanegara ketika diserang oleh Jayakatwang, sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahamantri dan pendeta terkenal
.

Gelar keagamaan Kert
anagara dalam Nagarakretagama adalah Sri Jnanabajreswara, sedangkan dalam prasasti Tumpang ia bergelar Sri Jnaneswarabajra. Kertanagara diwujudkan dalam sebuah patung Jina Mahakshobhya (Buddha) yang kini terdapat di Taman Apsari, Surabaya.

Arca Joko Dolog

atung yang merupakan simbol penyatuan Syiwa-Buddha itu sebelumnya berasal dari situs Kandang Gajak, Trowulan, yang pada tahun 1817 dipindahkan ke Surabaya oleh Residen Baron A.M. Th. de Salis. Oleh masyarakat patung tersebut dikenal dengan nama Joko Dolog.

Dalam kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada kemungkinan perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singosari merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.

Dalam kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada kemungkinan perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singosari merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan Solo sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Pemerintahan Kertanagara

Sebutan prabu untuk raja mulai dipakai oleh Kertanegara. Kertanegara adalah pencetus Doktrin Wawasan Nusantara: Persatuan di Nusantara dan Persahabatan dengan Negara Tetangga yang didasari oleh suatu falsafah kerukunan “Manunggaling Kawula lan Gusti”

Dalam menjalankan pemerintahannya Raja Kertanegara menjalankan politik didalam negeri dan luar negeri dengan kebijakan sebagai berikut

a. Politik Dalam Negeri

Dalam rangka mewujudkan stabilisasi politik dalam negeri, Raja Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut:
  • Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.
  • Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya menciptakan kerukunan dan politik yang stabil.
  • Memperkuat angkatan perang.

b. Politik Luar Negeri

Untuk mencapai cita-cita politiknya itu, Raja Kertanegara menempuh cara-cara sebagai berikut.
  • Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
  • Menggalang kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan dengan kerajaan Campa.
  • Menguasai Bali (1284 M).
  • Menguasai Jawa Barat (1289 M).
  • Menguasai Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan).
Kertanegara membendung ekspansi Khu Bilai Khan dengan cara :
  1. Menjalin kerja sama dengan negeri Champa
  2. Memberantas setiap usaha pemberontakan
  3. Mengganti pejabat yang tidak mendukung gagasannya
  4. Berusaha menyatukan Nusantara di bawah Singosari.
Pada piagam Gunung Wilis 1269 Pemerintahan Prabu Kertanagara dibantu oleh 3 Mahamenteri yaitu:
  • Mahamenteri Hino
  • Mahamenteri Halu
  • Mahamenteri Sirikan
Kemudian disalurkan kepada Tanda Urusan Negara yang terdiri dari :
  • Patih
  • Demung
  • Kanuruhan
Prabu Kertanagara mempunyai Mahamentri bernama Empu Raganata yaitu seorang yang bijak dan cakap dalam melaksanakan tugasnya yang dikarenakan adanya perbendaan pandangan dengan prabu Kertanagara. Mpu Raganata selalu memberikan nasehat – nasehat serta memberikan saran saran apabila Prabu Kertanagara mengalami kesulitan dalam pemerintahannya. Tanpa tedeng aking-aling ia berani mengemukakan pendapat dan keberatan-keberatannya terhadap sikap dan kepemimpinan {rabu Kertanagara. Hal inilah yang tidak disukai oleh Kertanagara yang lebih mengagungkan kekuatannya sendiri.

Diantara Raja-Raja Singhasari, Raja Kertanagara yang pertama tama melepaskan pandangan ke luar Jawa. Prabu kertanagara ingin mendobrak politik tradisional yang hanya berkisar pada Janggala-Panjalu dan ingin mempunyai kerajaan yang lebih luas dan lebih besar dari kedua wilayah tersebut yang berupakan warisan dari Raja Erlangga.

Kebijakan baru tersebut mendapat tantangan dari pembesar pembesar Singhasari yang menganut politik lama sehingga untuk melancarkan kebijakannya, Raja Kertanagara tidak segan segan menyingkirkan para pembesar yang meghalanginya dan menggantikannya dengan pujabat lain yang mendukung kebijakannya.

Dalam kidung Panji Wijayakrama dan pararaton diuraikan bahwa pembesar yang telah lama mengabdi dalam pemerintahan Prabu Wisnuwardhana dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan politik baru yang dijalankan Prabu Kertanagara diturunkan jabatannya

Pemecatan Mahamantri Empu Raganata. Mpu Raganata akhirnya berhenti dari jabatannya sebagai patih dan diangkat sebagai Adyaksa di Tumapel, dan mengangkat Mahesa Anengah dan Panji Anggragani sebagai penggantinya. Arya Wiraraja yang tidak sepaham dengan Prabu Kertanagara juga dilorot kedudukannya sebagai emung dipindahkan menjadi adipati di Madura Timur. Tumenggung Wirakerti diturunkan kedudukannya sebagai tumenggung menjadi Menteri Anggabaya (Mantri Pembantu) Pujangga Santasemreti meninggalkan istana dan pergi bertapa di hutan.

Perubahan ini menimbulkan kegelisahan diantara para pembesar istana dan rakyat. Patih Kebo Arema dan Ramapati kemudian diandalkan sebagai penasehat politik Prabu Kertanagara dalam mengadakan hubungan dengan pembesar pembesar di Madura dan Nusantara. Ramapati mengepalai Kabinet Mahamantri Agung yang terdiri dari Patih, Demung, Tumenggung, Rangga dan Kanuruhan. Akibat perubahan tersebut akhirnya timbul pemberontakan Kelana Bayangkara dan pemberotakan Cayaraja yang walaupun berhasil ditumpas namun menimbulkan kekisruhan dalam negeri.

Pelabuhan Melayu alias Jambi pada abad ke-7 adalah pelabuhan penting untuk lalu lintas kapal yang berlayar dari dan ke Tiongkok. Pelabuhan melayu menguasai pelayaran di selat malaka dan merupakan pangkalan untuk perluasan pengaruh Tiongkok di negeri selatan. Hal tersebut disadari benar oleh Raja Kertanagara sehingga mengerahkan segala kekuatan tentara Singhasari untuk untuk merebut kekeuasaan kerajaan melayu yang terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275.


Ekspedisi Pamalyu

Pada tahun 1275 atau tahun saka 1197 Kertanaga mengirim tentaranya ke Melayu melalui pelabuhan Tuban dengan diantar oleh Mahisa Anengah Panji Angragani sampai dipelabuhan Tuban. Nasehat Empu Raganata tentang pengiriman pasukan ke Melayu ditolak oleh prabu Kertanagara. Ranganata mengingatkan tentang kemungkinan balas dendam Raja Jayakatwang dari Kediri terhadap Singhasari, sebab dengan pengiriman pasukan tersebut Singhasari akan kosong. Prabu Kertanagara berpendapat bahwa raja Jayakatwang tidak akan memberontak karena beliau berhutang budi kepada Prabu Kertanagara.

Jayakatwang adalah bekas pengalasan (pegawai istana) yang diangkat sebagai bupati di Gelang-Gelang. Selain hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan. Sisilah keluarga tersebut dapat digambatkan sebagai berikut :

Sastrajaya Wisnuwardhana
Jayakatwang X Turukbali Kertanagara
Ardharaja X Putri Kertanagara

Apa yang dicita-citakan oleh Kertanegara, mengakibatkan daerah kekuasaan Singasari meluas. Ekspedisi ini berhasil dengan baik dimana tentara Singhasari berhasil menundukkan raja Melayu yaitu Tribuwanaraja Mauliwarmadewa dari kerajaan Darmasraya yang berpusat di jambi dan menguasai Selat Malaka. Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.

Pada tahun 1286 Raja Kertanagara mengirimkan Arca Amoghapaca sebagai hadiah kepada kerajaan Melayu disertai piagam penyerahan yang diiringi oleh berbagai pembesar dari kerajaan Singhasari. Pemberian hadian tersebut bertujuan untuk memperkokoh persahabatan dan membendung pengaruh politik Kubilai Khan di wilayah Nusantara.

Untuk tujuan yang sama pula Raja Kertanagara mengirimkan putrinya Yaitu Dewi Tapasi untuk dikawinkan dengan Raja Campa, dimana wilayah campa merupakan benteng pertama untuk membendung pengaruh Kubilai-khan. Berkat perkawinan tersebut Raja Jaya Singawarman melarang tentara Tartar yang berlayar ke Jawa akhir tahun 1292 untuk menghukum Raja Kertanagara mendarat di pantai Campa. Prasasti Po Sah (di Hindia belakang) yang menuliskan bahwa raja Jaya Simphawarman III mempunyai dua permaisuri yang salah satunya dari Jawa.


Pada prasasti Padangroco tertulis bahwa, arca Amoghapasa dikawal dari Jawa oleh 14 orang, termasuk Adwayabrahma (Mahisa Anabrang) . Pada alas kaki arca Amoghapasa yang diketemukan di Sungai Langsat (hulu sungai Batanghari dekat Sijunjung), diterangkan bahwa di tahun 1286 atas perintah Maharajadhiraja Sri Krtanagara Wikrama Dharmottunggadewa, sebuah arca Amoghapasa beserta 13 arca pengikutnya dipindahkan dari bhumi Jawa ke Suwarnabhumi

arca Amoghapasa.

Atas hadiah ini rakyat Malayu sangat senang terutama sang raja, yaitu srimat Tribuwanaraja Maulawarmmadewa.

Didalam negeri untuk mengantisaipasi timbulnya kerusuhan selama tentara Singhasari bertugas di negeri Melayu Raja Kertanaga menikahkan putrinya dengan Ardharaja yang merupakan putra dari Jayakatwang dan Raden Wijaya yang merupakan Panglima perang Singhasari dijodohkan dengan dua orang putrinya. Dengan jalan demikian maka dendam dari keturunan kerajaan Kediri yang ditundukkan pada jaman Ken Arok akan dapat dihindari.

Pada tahun 1284 Kertanagara juga berhasil menaklukkan Bali, dan membawa rajanya sebagai tawanan menghadap ke Singhasari. Selain kedua negeri tersebut, juga berhasil ditaklukkan daerah-daerah lainnya, yaitu Gurun, Pahang, dan Bakulapura.
Pada perempat akhir abad ke-13, Kertanegara raja Singhasari terlibat persaingan melawan Kubilai Khan kaisar Mongol dalam memperebutkan pengaruh di kawasan Asia Tenggara. Berikut ini uraian Kaisar Mongol yaitu Kubilai Khan

Kubilai Khan atau "Khan Besar Terakhir" (23 September 1215 – 18 Pebruari 1294) adalah kaisar Mongol (1260-1294) dan juga pendiri Dinasti Yuan. Terlahir sebagai putra kedua dari Tului dan Sorghatani Beki. Kubilai adalah cucu Jenghis Khan. Masa mudanya dihabiskan untuk mempelajari kebudayaan Tiongkok. Saat Mengke menjadi kaisar, Kubilai menjadi gubernur daerah Selatan Mongol. Saat menjabat, Kubilai meningkatkan hasil bumi provinsi Henan dan meningkatkan kesejahteraan sosial Xi'an.

Pada tahun 1253, Kubilai menyerang Yunnan. Kemudian ia menguasai dan menghancurkan kerajaan Dali. Pada tahun 1258, Mengke menunjuk Kubilai untuk memimpin Pasukan dari Timur untuk membantu menaklukkan Sichuan dan Yunnan. Sebelum tiba (1259), ada berita bahwa Mengke wafat. Saat itu Kubilai tetap menyerang Wuhan. Tak lama ia mendengar bahwa adiknya merebut tahta. Kubilai langsung berdamai dengan negeri Sung dan pulang ke arah utara padang Mongolia. Kubilai dan adiknya masing-masing lalu mengangkat diri menjadi Khan. Pertempuran keduanya berlangsung selama 3 tahun, dimana Kubilai muncul sebagai pemenang.

Kubilai Khan kemudian mengangkat dirinya bukan saja sebagai Khan dari Kekaisaran Monggolia, namun juga sebagai Kaisar China, dan membangun Dinasti Yuan di tanah China. Ia lalu memerintahkan untuk memindahkan ibukota Mongol ke Beijing. Pada saat itu kerajaan Mongol mencapai jaman keemasannya dimana pedagang dari China dapat pergi berdagang di Eropa dengan aman.

Para pedagang Eropa yang haus akan kain sutra pun dapat datang membeli barang dagangan di China dengan aman tentram. Marco Polo dari Italia tiba di China pada masa Dinasti Yuan, dan pernah dijadikan gubernur oleh Kubilai Khan. Hal inilah menandakan perdagangan langsun pertama kalinya muncul antar Eropa dan China, dimana permintaan Eropa akan porselein, Ukiran, dan sutra dari China melaju tinggi.
Keinginan untuk memperluas pengaruh bangsa Mongol setelah menjajah Cina adalah menundukkan kerajaan-kerajaan lain di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur dengan melancarkan perdagangan dan menggunakan kekuatan militer dan politik.

Caranya dengan meminta para penguasa lokal untuk mengakui kaisar Mongol sebagai penguasa tunggal dan mengharuskan raja-raja lokal tersebut untuk mengirim upeti (tribute) kepada kaisar Cina. Salah satunya adalah ke Jawa yang kala itu diperintah oleh Raja Kartanagara dari kerajaan Singhasari.

Demikianlah sejak kedatangan tentara Singhasari ke Melayu, kapal kapal Tiongkok tidak lagi bebas keluar masuk pelabuhan seperti sebelumnya. Hal tersebut menimbulkan persaingan dengan kerajaan Tiongkok yang telah menjalin hubungan sejak jaman Keraaan Sri Wijaya. Sejak tahun 1280 Kerajaan Tiongkok telah berulang kali mengirimkan utusan ke Pulau Jawa agar Prabu Kertanagara datang menghadap kaisar Tiongkok, karena hampir segenap raja di pulau Sumatra telah menghadap kaisar Tiongkok.

Kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di China dan pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirim utusan bernama Meng Khi. Utusan tersebut membawa surat yang isinya meminta agar Prabu Kertanagara tunduk kepada Kaisar Tiongkok dan mengirim urapeti ke Mongol setiap tahunnya. Kertanegara menolak permintaan itu, bahkan ia berani melukai wajah Meng Khi. Perisriwa ini 14 tahun setelah ekspediri pamalayu.


Penghinaan terhadap kekuasaan Mongol ini menyebabkan kemarahan Kubilai Khan. Pada tahun 1292 ia mengirim 20.000 orang tentara dipimpin Ike Mese, Kau Hsing, dan Shih Pi untuk menaklukkan Jawa. Pasukan berjumlah besar ini setelah berhenti di Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa melalui sungai Brantas langsung menuju ke Daha.

Kubilai Khan

Peristiwa penyerbuan ke Jawa ini dituliskan dalam beberapa sumber di Cina danmerupakan sejarah yang sangat menarik tentang kehancuran kerajaan Singhasari dan munculnya kerajaan Majapahit, Kisah serangan Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah Dinasti Yuan yang telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya, Notes on The Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources (1880).

Dalam Kronik Cina tersebut, tentu saja nama-nama Jawa tertulis dalam ejaan Cina, antara lain:
  • Kertanagara disebut Ka-ta-ma-ka-la
  • Raden Wijaya disebut Tu-han-pi-ja-ya
  • Jayakatwang disebut Ha-ji-ka-tang
  • Gelang-Gelang disebut Ka-lang
  • Daha disebut Ta-ha
  • Tumapel disebut Tu-ma-pan
  • Tuban disebut Tu-ping-suh
Menurut cerita Pararaton, kedatangan bala tentara Mongol (disebut Tartar) adalah merupakan upaya Bupati Madura, Aria Wiraraja, yang mengundangnya ke Jawa untuk menjatuhkan Daha. Aria Wiraraja berjanji kepada raja Mongol bahwa ia akan mempersembahkan seorang puteri cantik sebagai tanda persahabatan apabila Daha dapat ditundukkan. Surat kepada raja Mongol disampaikan melalui jasa pedagang Cina yang kapalnya tengah merapat di Jawa.

Sepintas lalu telah diuraikan bagaiman sikap Prabu Kartanagara yang mengagungkan kekuasaan dan kekuatannya dimana sikap yang demikian juga dimiliki oleh Kaisar Kubilai Khan. Timbul dan wafatnya kedua took inipun hamper bersamaan yaitu Kaisar Kubilai Khan memerintah dari tahun 1276-1294 sedangankan Prabu Kertanagara memerintah dari tahun 1268-1292.

Ekspedisi Pamalayu yang berjaya gilang gemilang mempunyai akibat yang sangat buruk didalam Negeri dengan timbulnya pemeberontakan – pemberontakan yang dilancarkan oleh lawan politik Raja Kertanagara. Pada tahun 1280 timbul pemberontakan dari pembesar – pembesar Singhasari yang digeser kedudukannya dibawah pimpinan Mahisa Rangkah . Setelah pemberontakan ini dapat dipadamkan Raja Kertanagara belum juga sadar akan bahaya yang lebih besar mengancam dari dalam negeri yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Pemberontakan tersebut dilancarkan oleh besan Prabu Kertanagara sendiri yaitu Jayakatwang yang merupakan keturunan dari Raja Kediri yaitu Dandang Gendis yang kekuasaanya direbut oleh Ken Arok Pendiri Kerajaan Singhasari.


Pemberontakan Jayakatwang

Dalam bidang politik dan kehidupanj agama, Raja Kertanagara berhasil membawa pembaharuan dan sanggup melaksanakan apa yang dicita citakan, namun karena kurangnya kewaspadaan maka Raja Kertanagara dapat dijegal ditengah jalan oleh lawan-lawan politiknya.

Arya Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasri yang dimutasi ke Sumenep karena dianggap sebagai penentang politik Kertanagara mendapat kesempatan baik untuk melampiaskan kemarahannya. Suatu hari Jayakatwang menerima kedatangan Wirondaya putra Aria wiraraja yang menyampaikan surat dari ayahnya,

Isi Surat Arya Wiraraja Sebagai Berikut “

  • “ Patik memberitahukan kepada Kanjeng sinuhun Prabu. Paduka Nata dapat disamakan dengan orang yang sedang berburu. Hendaklah waspada dan pandai memilih saat dan tempat yang sebaik baiknya. Sekarang inilah saat yang palig baik dan paling tepat. Tegal sedang tandus, tidak ada rumput, tidak ada ilalang, daun daun sedang gugur berhamburan di tanah. Bukitnya kecil kecil, jurangnya tidak berbahaya, hanya didiami harimau tua, yang sama sekali tidak menakutkan. Tidak ada kerbau, sapi, rusa yang bertanduk. Jika mereka itu sedang menyenggut rumut baiklah mereka itu diburu, pasti tidak berdaya. Satu satunya harimau yang tinggal adalah harimau guguh yang sudah tua renta yaitu Empu Raganata.”

Dari isi surat tersebut nyatalah bahwa Singhasari dalam keadaan kosong, satu satunya pahlawan yang dapat dibanggakan hanya Empu Raganata yang sudah tua renta.

Jayakatwang adalah bupati Gelang-Gelang .Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama Jayakatong, Aji Katong, atau Jayakatyeng. Dalam berita Cina ia disebut Ha-ji-ka-tang.

Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.

Sastrajaya menikah dengan saudara perempuan Wisnuwardhana, karena dalam Prasasti Mula Malurung Jayakatwang disebut sebagai keponakan Seminingrat (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan nama istri Jayakatwang adalah Turukbali putri Seminingrat. Dari Prasasti Kudadu diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama Ardharaja, yang menjadi menantu Kertanagara.

Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari Kadiri. Namun gagasan tersebut digugurkan oleh naskah Prasati Mula Malurung (1255). Dalam prasasti itu dinyatakan dengan tegas kalau Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti itu menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai Yuwaraja (raja muda), sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Turukbali dan Jayakatwang. Lagi pula lokasi Kadiri berada di daerah Kediri, sedangkan Gelang-Gelang ada di daerah Madiun. Kedua kota tersebut terpaut jarak puluhan kilometer.

Meskipun demikian Prabu Kertanagara tidak menyadari kenyataan tersebut, beliau malah menghina utusan Kaisar Kubilai –Khan. Peristiwa tersebut terjasi tahun 1289. Setelah Jayakatwang membaca isi surat tersebut tahulah beliau makna yang tersirat dari surat wiraraja tersebut. Jayakatwang kemudian minta pendapat dari patihnya Wirondaya.

Jawabnya

  • “ Semenjak Prabu Kertanagara memimpin pemerintahan nasehat Empu Raganata dan wreda Mahamantri agung diabaikan dan cendrung menerima nasehat dari Mahamantri agung yang baru. Moyang paduka prabu Dandang gendis (Kertajaya) binasa karena pemberontakan ken Arok Raja Singhasari yang pertama. Prabu Kertanagara dan bala tentaranya musnah karena indakan Ken Arok. Padukalah yang mempunyai kewajiban untuk membangun kembali Kerajaan Kadiri dan membalas kekalahan dari dari Prabu Kertajaya”.

Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin Jaran Guyang menyerbu Singhasari dari utara. Bala tentara Daha dibawah pimpinan Jaran Guyang telah sampai diseda Mameling, banyak penduduk yang lari ketakutan dan mengungsi ke Singhasari. Utusan ari Mameling sudah samapai di Istana dan melaporkan tentang adannya pemberontakan tersebut, namun Prabu Kertanagara tidak percaya. Batu setalah menyaksikan sendiri para pengungsi mengalir ke kota barulah Prabu Kertanagara mengambil tindakan.

Melihat keadaan seperti itu, Kertanagara segera mengirim pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya. Karena khawatir akan keselamatan Raden Wijaya yang masih muda Raja Kertanagara kemudian mengirim Patih Kebo Anengah untuk menyusul . Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong.Pasukan kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh Patih Mahisa Mundarang

Sepeninggal Kebo Anengah, pasukan utama musuh datang dari selatan menyerbu istana Singhasari. Sementara itu Prabu kertanagara tinggal di Istana didampingi Panji Anggragani. Beliau terperanjat mendengar sorak sorai bala tentara Daha yang telah memasuki halaman Istana. Empu Raganata dan Mahamantri Anggabaya Wirakreti memberi nasehat

  • “ adalah haram bagi seorang raja mati terbunuh oleh tentara musuh dalam keputrian . Lawanlah musuh yang menyerang “

Demikianlah Prabu Kertanagara kali ini mengidahkan nasehat Empu Raganata. Akhirnya Prabu Kertanagara, Empu Raganta,, Panji Anggragani dan Wirakreti gugur dalam perlawanan gigih melawan musuh yang tiba tiba datang menyerang Singhasari.

Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok yang diketemukan di Surabaya, Kertanagara adalah seorang pengikut setia agama Budha Tantra dan dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yang bergelar Jnanasiwabajra, yaitu sebagai Aksobhya dimana Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya sendiri. Sedangkan dalam Pararaton dan berbagai Prasasti, setelah wafat dinamakan Siwabuddha, dimana dalam kitab Nagarakrtagama dikatakan Siwabuddhaloka.

pasukan pengawal ibukota sedikit lantaran sebagian besar pasukan dipimpin Sanggramawijaya (Raden Wijaya) untuk menumpas gerakan pasukan kediri yang lain yang merupakan pasukan pancingan.Namun demikian, pasukan pemberontak yang datang dari selatan ibu kota berhasil menewaskan Kertanagara. Patih Kebo Anengah mendengar berita bahwa ibu kota telah runtuh. Ia segera berbalik arah tidak jadi menyusul Raden Wijaya. Ketika sampai di istana, ia akhirnya tewas juga di tangan para pemberontak.

Menurut Prasasti Kudadu, Ardharaja putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasri bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan Raden Wijaya. Tentu saja ia berada dalam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.

Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candi Jawi sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina (Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi.

Candi Singhasari, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singhasari terakhir, Sang Kertanagara, yang mangkat pada tahun 1292

Dalam kitab Pararaton maupun Negara Kertagama diceritakan bahwa kehidupan sosial masyarakat Singosari cukup baik karena rakyat terbiasa hidup aman dan tenteram sejak pemerintahan Ken Arok bahkan dari raja sampai rakyatnya terbiasa dengan kehidupan religius. Kehidupan religius tersebut dibuktikan dengan berkembangnya ajaran baru yaitu ajaran Tantrayana (Syiwa Budha) dengan kitab sucinya Tantra. Ajaran Tantrayana berkembang dengan baik sejak pemerintahan Wisnuwardhana dan mencapai puncaknya pada masa Kertanegara, bahkan pada akhir pemirintahan Kertanegara ketika diserang oleh Jayakatwang, sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahamantri dan pendeta terkenal.

Kertanegara adalah seorang penganut setia aliran Budha Tantra. Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok di surabaya menyatakan bahwa Krtanegara telah dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yaitu sebagai Aksobya, dan Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya. Sebagai Jina, Kertanegara bergelar Jnanaciwabajra. Setelah wafat ia dinamakan Çiwabuddha yaitu dalam kitab Pararaton dan dalam Nagarakartagama (yang wafat di) Çiwabuddhaloka sedangkan dalam prasasti lain (yang wafat di) Çiwabuddhalaya. Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi sebagai Bhatara Çiwabuddha/ SiwaBuddha di Sagala bersama dengan permaisurinya Bajradewi, sebagai Jina (Wairocana) dengan Locana dan di Candi Singosari sebagai Bhaiwara.


Ciri khas arca aliran Tantrayana berdiri di atas tengkorak

Istilah Tantrayana ini berasal dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada Dewa itu. Di India penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Kitab kitab yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara. Tantrayana berkembang luas sampai ke Cina, Tibet, dan Indonesia dari Tantrisme munculah suatu faham “Bhirawa” atau “Bhairawa” yang artinya hebat.

Paham Bhirawa secara khusus memuja kehebatan daripada sakti, dengan cara-cara khusus. Bhairawa berkembang hingga ke Cina, Tibet, dan Indonesia. Di nusantara masuknya saktiisme, Tantrisma dan Bhairawa, dimulai sejak abad ke VII melalui kerajan Sriwijaya di Sumatra, sebagaimana diberikan terdapat pada prasasti Palembang tahun 684, berasal dari India selatan dan Tibet.

Dari buk
ti peninggalan purbakala dapat diketahui ada tiga peninggalan purbakala yaitu : Bhairawa Heruka yang terdapat di Padang Lawas Sumatra barat, Bhairawa Kalacakra yang dianut oleh Kertanegara - Raja Singasari Jawa Timur, serta oleh Adityawarman pada zaman Gajah Mada di Majapahit, dan Bhairawa Bima di Bali yang arcanya kini ada di Kebo Edan - Bedulu Gianyar.

Dalam upacara memuja Bhairawa yang dilakukan oleh para penganut aliran Tantrayana yaitu cara yang dilakukan oleh umat Hindu/ Budha untuk dapat bersatu dengan dewa pada saat mereka masih hidup karena pada umumnya mereka bersatu atau bertemu dengan para dewa pada saat setelah meninggal sehingga mereka melakukan upacara jalan pintas yang disebut dengan Upacara ritual Pancamakarapuja.

Pancamakarapuja adalah upacara ritual dengan melakukan 5 hal yang dilarang dikenal dengan 5 MA:

  1. MADA atau mabuk-mabukan
  2. MAUDRA atau tarian melelahkan hingga jatuh pingsan
  3. MAMSA atau makan daging mayat dan minum darah
  4. MATSYA atau makan ikan gembung beracun
  5. MAITHUNA atau bersetubuh secara berlebihan
Mereka melakukan upacara tersebut di Ksetra atau lapangan untuk membakar mayat atau kuburan sebelum mayat di bakar saat gelap bulan.

Pada zaman dahulu penjagaan keamanan dan pengendalian pemerintahan di wilayah kekuasaan berdasarkan pada kharisma dan kekuasaan raja. Kertanegara menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi kekuatan Kaisar Khu Bhi Lai Khan di Cina yang menganut Bhairawa Heruka. Kebo Paru, Patih Singasari menganut Bhairawa Bhima untuk mengimbangi Raja Bali yang kharismanya sangat tinggi pada jaman itu. Adityawarman menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi raja-raja Pagaruyung di Sumatra barat yang menganut Bhairawa Heruka.

Aliran-aliran
Bhairawa cenderung bersifat politik, untuk mendapatkan kharisma besar yang diperlukan dalam pengendalian pemerintahan dan menjaga keamanan wilayah kekuasaan (kerajaan), seperti halnya pemimpin dari kalangan militer di masa sekarang. Karena itu raja-raja dan petinggi pemerintahan serta pemimpin masyarakat pada zaman dahulu banyak yang menganut aliran ini.

Candi Jawi Diperkirakan sebagai Tempat Penyimpanan Abu Jenazah Raja Kertanegara

Demikianlah akhir pemerintahan Raja Kertanagara yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Singhasari. Setelah Kerajaan Singhasari jatuh maka Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Kertanagara menghimpun kekuatan untuk memulihkan kekuasaan Singhasari dengan mendirikan Kerajaan Majapahit.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar