Sabtu, 14 Mei 2011

TABANENDRA WARMADEWA

( 955-974) M

Pada periode ini diketahui sejumlah raja yang pernah memerintah Bali, tetapi belum ditemukan nama ibu kota yang menjadi pusat pemerintahannya. Raja pertama pada periode ini adalah Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama-sama dengan permaisurinya, yaitu Sri Subhadrika Dharmadewi, tahun 877-889 Saka (955-967) Mereka menggantikan raja Ugrasena.


Pemandian Tirta Empul

Beliau berhasil membagun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak Siring. Ditengah tengah masa pemerintahannya terdapat seorang raja lain yang memerintah yaitu Jayasinga Warmadewa/ Candrabaya Singa Warmadewa tahun 960 M. Diduga berkuasanya raja ini ditengah tengah pemerintahan Sri Haji Tabanendra Warmadewa adalah akibat perebutan kekuasaan yang kemudian dapat direbut kembali oleh Sri Haji Tabanendra Warmadewa.

Ada empat prasasti yang memuat pasangan gelar suami-istri itu, yakni

  1. Prasasti-prasasti Manik Liu AI (877 Saka),
  2. Manik Liu BI (877 Saka),
  3. Manik Liu C (877 Saka), dan
  4. Kintamani A (899 Saka)
Prasasti Raja Tabanendra Warmadewa ditemukan di desa Kintamani. Keempat prassati itu tidak lengkap. Tiga yang pertama, selain ditemukan di tempat yang sama juga berkenaan dengan masalah pokok yang sama, yaitu pemberian izin oleh raja kepada Samgat Juru Mangjahit Kajang, dan anak bandut yang berdiam di desa Pakuwwan dan Talun. Mereka dibebaskan dari tugas bergotong royong dan pelbagai pajak, kecuali pajak rot.

Isi pokok prasasti Kintamani A, yang berkaitan dengan prasasti Kintamani B, telah disinggung di depan, yakni berkenaan dengan perintah Raja Tabanendra Warmadewa kepada sejumlah tokoh agar menangani pemnugaran pesanggarahan di Air Mih.

Pura Tirta Empul

Dalam Prasasti Kintamani B disebutkan pula bahwa pasanggrahan di Dharmarupa merupakan cabang pasanggrahan di Air Mih. Dalam prasasti dikatakan bahwa raja Tabanendra, bersama-sama dengan permaisurinya, menyuruh sejumlah tokoh agar memugar atau memperluas pasanggarahan di Air Mih yang dibangun pada masa pemerintahan raja dengan epitet tersebut di atas Jika epitet itu memang benar untuk Raja Ugrasena setelah mangkat, maka tindakan raja dan permaisurinya tersebut di atas menunjukkan betapa hormatnya mereka kepada Ugrasena.


Lebih lanjut, hal itu dapat digunakan sebagai dasar pendapat yang menyatakan bahwa walaupun Sang Ratu Sri Ugrasena tidak secara eksplisit menggunakan bagian gelar warmadewa, baginda pun tergolong anggota dinasti Warmadewa.


SISTEM PEMERINTAHAN

Sistem pembagian Raja – Raja di Bali di dasarkan atas keturunan, biasanya pengganti Raja yang meninggal adalah putra laki – laki tua atau satu – satunya putra laki – laki yang lahir dari permaisuri yang berasal dari golongan bangsawan (Ksatria). Tetapi apabila putra mahkota pengganti Raja tersebut masih di bawah umur, biasanya diwakili oleh ibunya atau salah seorang bangsawannya yang di pilih pada penggawa pendanda istana.

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja dibantu oleh pejabat pemerintah yang masing – masing menduduki fungsi tertentu. Raja di dampingi oleh sebuah Dewan Kerajaan yang di sebut Pasamuan Agung. Tugas Pokok dari Pasamuan Agung adalah memberikan nasihat dan pertimbangan para Raja dalam memecahkan masalah – masalah yang berhubungan dengan pemerintahan. Selain itu mereka juga di tugasi untuk mengurus hubungan dengan penguasa di luar Kerajaan

Raja juga dibantu oleh patih, Prebekel atau Pambekel dan penggawa – penggawa daerah. Penggawa – penggawa ini kedudukanya sama dengan kepala distrik.


Pura Tirta Empul

AKHIR MASA PEMERINTAHAN

Setelah Wafat Raja Haji Tabanendra Warmadewa di candikan di Air Mandu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar