Pada tahun 1343 di mana majapahit berhasil menakklukan bali di bawah pimpinan patih gajah mada dan para arya salah satu yang ikut menggempur bali dari arah selatan { kuta } yaitu arya kenceng yang kemudian oleh patih gajah mada ditugaskan untuk menjaga keamanan daerah bali bagian barat dan tinggal di sebuah desa bernama buahan, bersama arya sentong dan arya belog kaba-kaba serta arya delancang di kapal.
Sekitar tahun 1347 M, empat {4}putera puruhito gajah mada yang tertua menjadi adipati di pasuruan, yang kedua menjadi adipati di blambangan, yang ketiga {wanita} menjadi adipati di sumbawa dan yang keempat menjadi adipati di bali {sri kresna kepakisan} sri kresna kepakisan beristrikan seorang brahmani dari gria ketepengreges pasuruan jatim yang kedua diperistri oleh betara arya kenceng dan yang ketiga diperistri oleh arya sentong.
Taman Ayun
Arya kenceng dengan istri brahmani tersebut mempunyai dua putera :
- I gusti raka atau dewa raka atau bergelar sri megada prabu,
- I gusti rai atau dewa rai atau bergelar sri megada nata
- kyai tegeh kori,
- istri tegeh { kawin dengan pangeran asak di kapal }.
Ketika kerajaan badung dilanda suatu masalah sehingga raja badung { gusti pinatih } meninggalkan badung menuju desa guliang klungklung, maka bendesa mas badung datang menghadap ke pada betara arya kenceng supaya menganugerahkan seorang puteranya untuk di nobatkan sebagai raja badung, maka dari itu arya kenceng menganugerahkan putera yang ketiga yaitu kyai tegeh kori untuk dinobatkan sebagai raja badung dan bila berputera nanti semoga ada yang kembali ke wilayah mengwi maka kyai tegeh kori akhirnya di boyong ke badung oleh bendesa mas dan kemudian bendesa mas mempersembahkan puterinya untuk diperistri oleh kyai tegeh kori sebagai pusat kerajaan ada di wilayah tegal sebelah selata kuburan badung.
Kini diceritakan kembali kyai tegeh kori dengan istri bendesa mas berputera dua orang yaitu :
Kyai made tegeh yang kemudian bergelar kyai agung anglurah mengwi I yang berkuasa dari sebelah utara atau barat beringkit sampai di kuwum sembung dengan wilayah yang cukup luas maka banyak rakyat daerah lain datang untuk mengabdi. Sekitar tahun 1408 M kyai made tegeh sebagai raja mengwi bersama kaki twa membangun sebuah pura di pesisir tanah let di atas sebidang batu pipih di bawah pohon kendung sebagai penyiwian jagat { pura subak } sebagai tempat bersemayam hyang sedana tra kemudian pura itu diberi nama pura luhur pekendungan pada masa pemerintahan dalem ketut ngulesir { sri semara kepakisan } yang merupakan pendiri puri gelgel dan masa pemerintahan kyai langwang yang baru memindahkan pusat kerajaan ke tabanan dari buahan.
Sekitar tahun 1478 danghyang nirartha datang ke bali pada masa pemerintahan dalem waturengong berkuasa di gelgel {majapahit mengalami keruntuhan }danghyang nirartha sempat sembahyang ke pura luhur pekendungan dan setelah usai beliau pergi kearah timur laut di sana beliau menancapkan sebuah tanda {sawen} lalu pergi ke wilayah mengwi ,karena merasa kehausan danghyang nirartha meminta air minum namun rakyat memberikan air dengan mempergunakan alat sehari hari { cedok },maka beliau mengatakan etika rakyat itu tani dan beliau bertanya apakah nama wilayah ini ? rakyat itu menjawab mengwi maka danghyang nirartha bertanya lagi apakah ada raja atau ratu ,maka rakyat itu menjawab ada disebelah utara maka akhirnya danghyang nirartha bersabda mulai saat itu pusat mengwi di beri nama mengwitani dengan batas di sebelah utara puri { bantas } dan sebagian mengwi utara di beri nama mengwi gede.
maka beliau melanjutkan perjalanan ke utara setelah dijemput oleh utusan raja mengwi di mana beliau akhirnya mendapatkan penghormatan yang cukup maka beliau akhirnya menyarankan raja mengwi untuk membuat sebuah pura di sebelah timur laut pura luhur pekendungan yang telah di beri tanda { sawen} maka kemudian setelah selesai raja mengwi memberikan nama pura tersebut pura dangin sawen
Kini diceritakan kembali kyai tegeh kori dengan istri bendesa mas berputera dua orang yaitu :
- kyai gede tegeh dan
- kyai made tegeh
Kyai made tegeh yang kemudian bergelar kyai agung anglurah mengwi I yang berkuasa dari sebelah utara atau barat beringkit sampai di kuwum sembung dengan wilayah yang cukup luas maka banyak rakyat daerah lain datang untuk mengabdi. Sekitar tahun 1408 M kyai made tegeh sebagai raja mengwi bersama kaki twa membangun sebuah pura di pesisir tanah let di atas sebidang batu pipih di bawah pohon kendung sebagai penyiwian jagat { pura subak } sebagai tempat bersemayam hyang sedana tra kemudian pura itu diberi nama pura luhur pekendungan pada masa pemerintahan dalem ketut ngulesir { sri semara kepakisan } yang merupakan pendiri puri gelgel dan masa pemerintahan kyai langwang yang baru memindahkan pusat kerajaan ke tabanan dari buahan.
Sekitar tahun 1478 danghyang nirartha datang ke bali pada masa pemerintahan dalem waturengong berkuasa di gelgel {majapahit mengalami keruntuhan }danghyang nirartha sempat sembahyang ke pura luhur pekendungan dan setelah usai beliau pergi kearah timur laut di sana beliau menancapkan sebuah tanda {sawen} lalu pergi ke wilayah mengwi ,karena merasa kehausan danghyang nirartha meminta air minum namun rakyat memberikan air dengan mempergunakan alat sehari hari { cedok },maka beliau mengatakan etika rakyat itu tani dan beliau bertanya apakah nama wilayah ini ? rakyat itu menjawab mengwi maka danghyang nirartha bertanya lagi apakah ada raja atau ratu ,maka rakyat itu menjawab ada disebelah utara maka akhirnya danghyang nirartha bersabda mulai saat itu pusat mengwi di beri nama mengwitani dengan batas di sebelah utara puri { bantas } dan sebagian mengwi utara di beri nama mengwi gede.
maka beliau melanjutkan perjalanan ke utara setelah dijemput oleh utusan raja mengwi di mana beliau akhirnya mendapatkan penghormatan yang cukup maka beliau akhirnya menyarankan raja mengwi untuk membuat sebuah pura di sebelah timur laut pura luhur pekendungan yang telah di beri tanda { sawen} maka kemudian setelah selesai raja mengwi memberikan nama pura tersebut pura dangin sawen
Akhirnya beliau melanjutkan perjalanan ke Mengwi bagian utara ,karena rakyat amat berbakti maka dibangunlah duabuah pura bernama pura taman sari dan Pura Sakti serta memberikan anugrah kepada rakyat atas permohonannya untuk menjadi brahmana dengan satu sisia {rakyat} juga menetapkan daerah tersebut bernama Mengwi Gede.namun tri kahyangan tetap berada di selatan namun hal tersebut baru terlaksana atau terealisasi ketika I gusti agung putu mulai menjadi raja di mengwi pada tahun 1700M
Ketika danghyang nirartha melanjutkan perjalanan ke timur , rakyat di sana sedang melakukan pesta di mana mereka membuat babi guling begitu mendengar danghyang nirartha datang maka spontan rakyat tersebut menyembunyikan babi guling tersebut di bawah atap angkul-angkul seraya rakyat tersebut mengintip dari balik sebelah daun pintu {pintu kuadi} maka danghyang nirartha sedikit kesal, lalu mengutuk babi guling itu menjadi mentimun {timun guling} maka mulai saat itu daerah / desa tersebut di beri nama Gulingan dan bersabda rakyat di daerah itu tidak boleh menggunakan pintu berdaun dua
.
masa akhir kekuasaan raja mengwi I datanglah seorang utusan Dalem Waturenggong yang bermimpi melihat tanah Garu ( harum ) di wilayah Mengwi , maka diutuslah seorang pejabat dari Arya Petandakan untuk menelusuri keberadaan tanah tersebut, namun beliau mengingatkan supaya Arya Petandakan setelah sampai di kerajaan Mengwi mohon ijin terlebih dahulu ke pada raja kerajaan Mengwi yaitu Kyai Made Tegeh yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah tanah harum itu didapat Arya Petandakan bukannya kembali ke Gelgel untuk melaporkan kepada Dalem Waturenggong justru tanah tersebut ditempati sendiri oleh Arya Petandakan.
Maka Dalem Waturenggong setelah sekian lama menunggu akhirnya beliau bersama pengawalnya berangkat menuju kerajaan Mengwi dan langsung menuju Puri Mengwi bertemu dengan Kyai Agung Anglurah Mengwi I. Setelah diadakan perjamuan serta mendapat penjelasan yang cukup dari Raja Mengwi maka Dalem Waturewnggong berniat menemui Arya Petandakan. Namun di tengah jalan beliau berhenti karena beliau merasa tidak pantas lagi menempati tanah tersebut. Maka dari tempat itulah beliau bersabda bahwa Arya Petandakan tidak pantas dan tidak akan bisa menjadi raja untuk selanjutnya. Maka belakangan di tempat beliau ( Dalem Waturenggong ) bersabda itulah dibangun sebuah pura bernama Pura Dalem Waturenggong / pura batur oleh rakyat Mengwi pada masa pemerintahan Kyai gede tegal ( Kyai Agung Anglurah Mengwi II )
Kyai Agung Anglurah Mengwi II setelah ditinggal wafat oleh ayahnya beliau juga membangun sebuah pura di sebelah tenggara puri untuk mengenang kebesaran serta kemuliaan ayahnya sebagai pendiri kerajaan mengwi yang kemudian diberi nama Pura Pelet ( Ida Ratu Gede atau Ida Ratu Ngurah Agung ).
Pada saat terjadi pembrontakan Kyai Batan Jeruk terhadap Dalem Bekung maka kyai gede tegal ( Kyai Agung Anglurah Mengwi II ) bersama raja badung III { tegeh kori }serta raja tabanan { Cokorde winalwan } bersama sama menumpas atau mengusir kyai batan jeruk dari gel gel dan kyai batan jeruk melarikan diri kearah timur dengan menyeberangi tukad unda, maka atas jasa tersebut semua pemimpin pasukan yang membantu dalem bekung baik tabanan, badung, maupun mengwi mendapat hadiah berupa keris, namun raja mengwi mohon di berikan sesuatu yang oleh raja mengwi dilihat menyala di dalam gedong penyimpanan pusaka maka oleh dalem karena senjata itu belum sempurna dan berbentuk tombak sehingga diberi nama Ki baru pandak.
Kyai ngurah pemayun yang bergelar { kyai agung anglurah mengwi III } turut menggempur kekuasaan ngurah telabah di kuta bersama raja badung IV { tegeh kori } ketika ngurah telabah mendurhaka dengan melarikan diri serta meninggalkan prajurit ketika berhadapan dengan kebo mundar { lombok }, maka dari itu wilayah kuta merupakan wilayah mengwi juga, dari badung yang gugur pada saat itu adalah kyai putu tegeh yang merupakan paman dari kyai macan gading dan jambe merik serta gelogor.
Kyai ngurah pemayun yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi III menerima wilayah jimbaran dan kuta ketika puteri raja badung IV yang bernama kyai luh tegeh kawin dengan kyai ngurah agung, kyai ngurah pemayun (kyai Agung Anglurah mengwi III) melamar putri raja badung ke IV yang bernama kyai luh tegeh. Dimana kyai luh tegeh sebenarnya telah bertunangan dengan kyai jambe merik namun raja mengwi tetap melamar juga kepada raja badund IV { tegeh kori }.
Kyai jambe merik adalah putera dari kyai jambe pole namun lamaran raja mengwi akhirnya diterima juga oleh raja badung , karena beliau berdua adalah mindon oleh raja badung kemengwi di anggap lebih pantas dan lebih agung maka diperintahkan juga untuk mencari hari baik namun raja mengwi tidak membuang kesempatan segera memboyong kyai luh tegeh untuk dipertemukan dengan puteranya sehingga kejadian ini memangkitkan kemarahan kyai jambe merik dan kyai macan gading serta ayahnya yaitu kyai jambe pole maka digempurlah kekuasaan tegeh kori di badung. Untuk itu raja badung IV dari dinasti tegeh kori jatuh dan beralih ke utara untuk tinggal sementaa di kapal. Karena permintaan bantuan kepada raja mengwi tidak dihiraukan dengan utusan kyai ketut timbul { kesah ke denbukit } maka dari itu raja badung IV bersama putera tertua beralih ke tegal tamu.
Beliau juga pernah melakukan perang tanding dengan raja Denbukit Panji sakti ketika anaknya dilamar atau dipinang yang bernama Gusti Ayu Rai.
Setelah runtuhnya tegeh kori akhirnya kyai jambe merik membangun puri di sebelah timur tukad badung bernama peken pasah, kyai macan gading membangun kuri pemecutan. Di mana panji sakti ketika hendak memperluas wilayah kekuasaannya ke badung di mana di puri pemecutan yang berkuasa saat itu adalah kyai macan gading dengan seorang puteranya yang masih muda namun perkasa ,ketika peperangan berlangsung pasukan panji sakti dapat dipukul mundur oleh putera perkasa tersebut kemudian putera tersebut bergelar betara sakti pemecutan
Ketika panji sakti mundur dari daerah badung maka panji sakti dapat mampir ke puri mengwi serta dijamu dengan baik oleh raja mengwi di situlah panji sakti melihat puteri raja mengwi yang bernama gusti ayu rai seketika itu pula panji sakti mohon pamit kepada raja mengwi untuk kembali ke denbukit Setelah sampai di Denbukit maka disitulah Panji Sakti mengutus patih kerajaan untuk segera meminang putri raja Mengwi yang bernama I Gustu Ayu Rai, namun sayang pinangan tersebut dianggap penghinaan oleh raja Mengwi, di situlah akhirnya raja Mengwi kembali mengutus patih tersebut untuk supaya Panji Sakti datang sendiri dan berperang ( Perang Tanding ) dengan raja Mengwi, dan jika bisa mengalahkan raja Mengwi barulah Panji Sakti bisa memboyong Gusti Ayu Rai untuk dijadikan permaisuri.
Setelah selesai patih melaporkan maka Panji Sakti cepat naik pitam dikerahkannya pasukan untuk segera berangkat ke kerajaan Mengwi. Baru sampai di perbatasan kerajaan Mengwi yaitu desa Perean dan Kuwum pasukan di hentikan untuk istirahat di situ pula seorang pembesar diutus untuk menghadasp raja Mengwi untuk segera menyerahkan Gusti Ayu Rai, Namun raja Mengwi kembali mengutusnya supaya Panji Sakti lekas kembali ke Denbukit jika takut perang tanding melawan raja Mengwi karena yang dikehendaki oleh raja Mengwi bukanlah pertempuran antara prajurit dan rakyat maka Panji Sakti akhirnya melanjutkan perjalanan dan sesampainya di Mengwi Panji Sakti menyatakan siap akan perang tanding,
namun raja Mengwi malah menyuruh Panji Sakti untuk beristirahat dengan baik supaya raja Mengwi tidak di anggap menyerang lawan dalam posisi lemah karena perang tanding akan dilaksanakan keesokan harinya. Di sana pula raja Mengwi menyuruh prajurit beliau untuk menjamu prajurit Denbukit serta beliau meyakinkan kedua belah pihat bahwa tidak ada perang antar prajurit atau rakyat.
Untuk lebih meyakinkan prajurit Mengwi ikut bergabung bersama prajurit Denbukit. Setelah hari dan saat yang dinanti tiba baik raja Mengwi atau Panji Sakti bersiap-siap untuk perang tanding, setelah keduanya menyatakan siap, maka perang tandingpun di mulai. Beliau sama-sama tangkas serta cakap dalam taktik perang dan menggunakan senjata, setelah seharian penuh beliau berdua menguras keringat maka perang tandingpun dihentikan oleh raja Mengwi, maka raja Mengwi bersabda bahwa dalam perang tanding itu tidak ada yang kalah maupun yang menang disitulah Panji Sakti bersabda bahwa beliau juga mengakui keberadaan serta kesaktian raja Mengwi, oleh karena Panji Sakti merasa tidak mampu mengalahkan Raja Mengwi
Maka sore itu juga beliau mohon diri untuk kembali ke Denbukit namun hal itu dihalangi oleh raja Mengwi serta beliau bersabda kembali bahwa tujuan ayahmu ini perang tanding hanya supaya anakku Panji Sakti mengetahui serta tidak meremehkan keberadaan ayahmu sebagai raja Mengwi maka perang tanding harus dilaksanakan, jika anakku Panji Sakti kembali ke Denbukit sebaiknya lanjutkan perjalanan esok hari serta ajaklah adikmu Gusti Ayu Rai ikut serta ke Denbukit dan jadikan permaisuri.
Sekitar tahun 1639 sampai 1641 Sri Dimade memerintahkan ngurah Tabanan ( Kyai Wayan Pemadekan, Kyai Made Pemadekan dan Ngurah Tamu Pacung ) untuk menyerang Blambangan guna mengusir prajurit Mataram yang telah menduduki wilayah itu. Namun Kyai Wayan Pemadekan dapat ditawan dan dijadikan menantu oleh raja Mataram sehinggga berputra Raden Tumenggung.
Setelah Kyai Made Pemadekan kembali dan tidak berapa lama meninggal di Tabanan maka ayahnya yang bergelar Cokerde Winawan menggantikan untuk sementara waktu mengingat cucu-cucunya masih kecil saat itu beliau bergelar Cokorde Mekules. Kyai Ngurah Agung ( Kyai Agung Anglurah Mengwi IV ) yang beristrikan Kyai Luh Tegeh dari Badung atas perintah Cokorde Mekules Tabanan supaya membantu Ngurah Ayunan dalam menghadapi kakaknya Ngurah Tamu ( Pacung ). Setelah berhasil mengalahkan Kyai Ngurah Tamu maka semua kekayaan diambil alih oleh Kyai Ngurah Ayunan dan semua prajurit ( wadua ) diambil alih oleh raja Mengwi ( Kyai Ngurah Pupuan )
Kyai ngurah agung yang bergelar Kyai Agung Anglurah Mengwi IV atas perintah Cokorde Mekules beliau membantu Ngurah Ayunan untuk menyerang kakaknya yaitu kerajaan Pacung ( Kyai Ngurah Tamu ) yang berada di sebelah selatan ayunan dan sebelah uatara kapal, setelah kyai ngurah ayunan menang beliau bergelar kyai ngurah pacung sakti dan pindah dari ayunan ke perean .
Kyai ngurah tegeh { kyai agung anglurah mengwi V } dan gusti ayu bongan yang beribukan kyai luh tegeh putera raja badung ke IV, yang mana kemudian I gusti ayu bongan kawin lagi dengan putera kyai macan gading yang bernama betara sakti pemecutan maka dari itu wilayah kuta dan jimbaran kembali diserahkan kepada betara sakti pemecutan.
Kyai agung anglurah mengwi V pernah menumpas pembrontakan diarah barat daya dari pandak gede ketika itu beliau meninggalkan sebagian prajuritnya ditimur hanya beliau beserta sebagian prajuritnya menyerang kearah barat namun begitu berhasil menumpas gerakan yang ada dibarat serta merta begitu melihat ke timur maka prajurit beliau { mengwi } juga dapat ditaklukkan oleh musuh maka dari itu beliau memutuskan dan bersabda kepada prajurit pengiring supaya mengikuti beliau berjalan kearah musuh dengan memangul pusaka ki baru pandak dengan catatan jika prajurit lawan tidak mendahului maka prajurit mengwi juga tidak boleh menyerang.
Mana kala beliau berjalan di tengah tengah musuh yang telah memberikan jalan karena prajurit musuh melihat api besar sebesa kurungan ayam diatas pusaka yang di panggul oleh raja mengwi. Kyai ngurah tegeh juga mendirikan pura bernama pura dalem sari di sebelah selatan puri , ceritanya dilanjukkan dibelakang
Kyai ngurah gede agung yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI bersama Ngurah Cemenggon Beringkit beserta Ngurah Ngui { Petandakan } menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan kepada Gusti Agung Putu di Belayu sebagai bukti setia Kyai Agung Anglurah Mengwi VI menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak, maka pada saat itulah putera betara sakti pemecutan datang dan berteduh di bawah pohon beringin di depan pura desa beringkit dengan menyandarkan senjata pusaka sehingga menyebabkan beringin itu mengeluarkan asap maka oleh gusti beringkit beliau di antar ke puri agung pupuan mengwi .
Namun karena kyai agung anglurah mengwi IV barusaja menyerahkan kekuasaan kepada I gusti agung putu di belayu atas kerajaan mengwi maka dari itu putera tersebut yang bernama kyai lanang pupuan ( kyai pupuan )di ajak tinggal bersama di puri Agung pupuan saren kelod oleh pamannya kyai ngurah gede agung dan salah seorang pengiring / abdi beliau dari keluarga penataran ( bandem ) di berikan tempat di sebelah utara puri . ketika I gusti agung putu pindah dari belayu ke bekak dan mengalahkan pasek badak maka keluarga penataran tersebut di haturkan untuk di jadikan bala putra { bata batu }
.
Diceritakan kembali setelah Kyai Nyoman Pemedilan atau Kyai Macan Gading Wafat di Watuklotok dalam pertempuran menumpas pembrontakan Kyai Agung Dimade pada masa pemerintahan Dalem Dimade maka Kyai Agung Dimade setelah merasa terdesak oleh pasukan Panji Sakti dan Dewa Jambe maka mundur kearah barat dan sampai di Jimbaran yang merupakan wilayah kerajaan badung { pemecutan } sebagai tatadan I gusti ayu bongan puteri raja mengwi IV maka atas perintah cokorde sakti Pemecutan kepada bawahannya supaya mengusir kyai agung dimade dari jimbaran maka kyai agung dimade beralih ke kapal bersama putera yang ke II bernama kyai agung made anom karena memang raja kapal adalah saudaranya dan I gusti agung putu yang merupakan putera pertama dari kyai agung dimade tinggal di kuramas.
Belakangan setelah panji sakti berputra Panji Wayahan dan memegang kekuasaan di Denbukit maka di kerajaan Mengwi terjadi pelimpahan kekuasaan dimana I Gusti Agung Putu cucu dari I Gusti Agung Dimade ( I Gusti Agung Badeng ) Setelah berhasil dalam semedi di Puncak Mangu maka beliau bersama 40 rakyat ( pengiring ) dari Marga berhasil merabas hutan yang angker dan beliau membangun puri, darisana kemudian daerah itu di sebut Belayu ( Bala Ayu).
Nah disitulah Raja Mengwi yang bergelar Kyai Agung Mengwi VI menyerahkan kerajaan serta mandat kekuasaan atas kerajaan Mengwi yang terbentang dari sebelah barat dan utara beringkit sampai sebelah selatan Perean kepada I Gusti Agung Putu sebagai bukti setia dan tunduk maka Kyai Agung Anglurah Mengwi VI yang kemudian disebut Ngurah Pupuan menyerahkan sebuah senjata tombak sakti bernama Ki Baru Pandak.
Belakangan beliau berpindah dari Belayu ke Bekak pada saat peresmian puri tersebut maka di situlah Pasek Badak diundang dan dikalahkan, lagi-lagi atas nasehat orang Cina maka puri di pindah lagi kearah tenggara serta tetamanan beliau yang bernama Taman Ganter diserahkan kepada rakyat dan orang Cina tersebut membangun taman baru di antaran dua sungai dengan cara bembendung di sebelah selatan maka kelihatan taman tersebut berada di tengah danau yang kemudian bernama Taman Ayun.
Pura Taman Ayun
Setelah kerajaan dirasa aman kehidupan rakyat makin baik dan tentram karena I Gusti Agung Putu mampu memimpin rakyatnya serta berwibawa. Ketentraman sedikit terusik oleh ulah Panji Wayahan yang ingin memperluas wilayah kerajaan Denbukit seperti cita-cita ayahnya kearah selatan. Di situlah I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorde Sakti Mengwi menjadi murka dan segera mengerahkan prajurit untuk menggempur kekuasaan Panji Wayahan di Denbukit, maka terjadilah pertempuran yang amat dasyat, yang mana akhirnya terjadi kekalahan di pihak Panji Wayahan. Disitulah akhirnya Panji Wayahan supaya Denbukit tidak dikuasai oleh Mengwi maka wilayah Blambangan yang dulu didapat oleh ayahnya kini di serahkan kepada raja Mengwi.
Pada suatu hari raja Mengwi hendak melihat-lihat daerah jajahannya yaitu Blambangan, pada saat beliau hendak berangkat maka beliau menitipkan kerajaan Mengwi kepada raja Tabanan yang sekaligus paman dari hubungan nenek yaitu Gusti Alit Dauh di mana dulu gusti alit dauh pernah dibantu oleh kyai agung dimade { kyai agung badeng } ketika hendak mengalahkan kyai malkangin dengan bantuan kyai agung dimade { kyai agung badeng } kapal, yang kemudian bergelar Sri Megada Sakti. Setelah cokorde sakti mengwi datang dari Blambangan maka beliau bergelar Cokorde Sakti Blambangan.
Kini diceritakan kembali I Gusti Agung Putu setelah menerima senjata Tombak Sakti Ki Baru Pandak, lalu beliau mengutus kembali Ngurah Pupuan untuk mengempur kekuasaan Ngurah Batu Tumpeng ( Kekeran ) karena beliau teringat akan masa lalu dimana beliau pernah dikalahkan oleh Ngurah Batu Tumpeng atas nama raja Mengwi. Setelah Ngurah Batu Tumpeng kalah dan terbunuh ada sebagian keluarganya yang lari kearah barat.
RAJA RAJA MENGWI
- Gusti Agung Sakti (Gusti Agung Anom) (1690-1722)
- Gusti Agung Made Alangkajeng (1722-1740)
- Gusti Agung Putu Mayun (1740-an)
- Gusti Agung Made Munggu (1740-1770/80)
- Gusti Agung Putu Agung (1770/80-1793/94)
- Gusti Ayu Oka Kaba-Kaba (regent 1770/80-1807)
- Gusti Agung Ngurah Made Agung I (1807–1823)
- Gusti Agung Ngurah Made Agung II Putra (1829–1836)
- Gusti Agung Ketut Besakih (1836-1850/55)
- Gusti Agung Ngurah Made Agung III (1859–1891)