Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 10 Januari 2010

KERTABUMI

BRAWIJAYA V (1468-1478)

Prabu Brawijaya atau Brawijaya V adalah raja terakhir Majapahit versi naskah babad dan serat, yang memerintah sampai tahun 1478. Ia sering disamakan dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton.

Babad Ta
nah Jawi menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit putra Prabu Bratanjung. Brawijaya memerintah dalam waktu yang sangat lama, yaitu naik takhta ketika putranya yang bernama Arya Damar belum lahir, sampai turun takhta karena dikalahkan putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga anak angkat Arya Damar.

Makam Brawijaya V

Brawijaya memiliki permaisuri bernama Ratu Dwarawati, seorang muslim dari Campa. Dari mereka, antara lain, lahir, Raden Patah bupati Demak, Batara Kalong bupati Ponorogo, dan Bondan Kejawan leluhur raja-raja Mataram Islam Sementara itu Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu.

Mertawijaya adalah nama gelar Damarwulan yang naik takhta Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan. Pemerintahan Brawijaya atau Brawijaya V berakhir akibat serangan putranya sendiri yang bernama Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah kemudian menjadi raja pertama Demak bergelar Panembahan Jimbun.


Asal Usul Nama Brawijaya

Meskipun sangat populer, nama Brawijaya ternyata tidak pernah dijumpai dalam Pararaton ataupun prasasti-prasasti. Untuk itu, perlu diselidiki dari mana para pengarang babad dan serat memperoleh nama ini. Nama Brawijaya berasal dari kata Bhra Wijaya. Gelar bhra adalah singkatan dari bhatara, yang berarti baginda. Sedangkan gelar bhre berasal dari kata bhra i, yang berarti baginda di. Jadi, Brawijaya bisa juga disebut Bhatara Wijaya.

.
Makam Pengawal Brawijay
a

Menurut catatan Tome Pires dalam Suma Oriental, pada tahun 1513 di Jawa ada raja bernama Batara Vigiaya. Ibu kota negaranya terletak di Dayo. Pemerintahannya hanya bersifat simbol, karena yang berkuasa penuh adalah Pate Udara. Batara Vigiaya, Dayo, dan Pate Udra adalah ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya, Daha, dan Patih Hudara.

Tokoh Bhatara Wijaya ini identik dengan Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan prasasti Jiyu (1486), di mana ia mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri. Pusat pemerintahan Dyah Ranawijaya terletak di Daha. Dengan kata lain, saat itu Daha adalah ibu kota Majapahit.


Dapat diperkirakan bahwa, tokoh Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya inilah yang namanya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa sebagai Brawijaya raja terakhir Majapahit . Hal itu dikarenakan setelah ia kalah oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun 1527, Kerajaan Majapahit pun ikut berakhir.

Meskipun demikian, Majapahit dalam ingatan masyarakat Jawa bukan yang berpusat di Daha (berakhir 1527), tetapi yang berpusat di Mojokerto (berakhir 1478). Maka, tokoh Brawijaya dalam babad dan serat pun ditempatkan sebagai raja terakhir yang memerintah sampai tahun 1478. Sedangkan Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya sendiri baru naik takhta pada tahun 1486 menurut prasasti Jiyu.


Bhre Kertabhumi dalam Pararaton

Pararaton hanya menceritakan sejarah Majapahit yang berakhir tahun 1478 Masehi (1400 Saka). Pada bagian penutupan naskah tersebut tertulis:

Bhre Pandansalas menjadi Bhre Tumapel kemudian menjadi raja tahun Saka 1388, baru menjadi raja dua tahun lamanya kemudian pergi dari istana anak-anak Sang Sinagara yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan yang bungsu Bhre Kertabhumi terhitung paman raja yang meninggal dalam istana tahun Saka 1400.

Kalimat penutupan Pararaton tersebut berkesan ambigu. Tidak jelas siapa yang pergi dari istana pada tahun Saka 1390, apakah Bhre Pandansalas ataukah anak-anak Sang Sinagara. Tidak jelas pula siapa yang meninggal dalam istana pada tahun Saka 1400, apakah Bhre Kertabhumi, ataukah raja sebelumnya. Teori yang menyebut Bhre Kertabhumi sebagai tokoh yang meninggal tahun 1400 Saka (1478 Masehi) cukup populer, karena namanya ditemukan dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong sebagai Kung-ta-bu-mi raja Majapahit yang kalah tahun 1478. Sedangkan dalam Serat Kanda juga disebutkan bahwa, Brawijaya dikalahkan Raden Patah pada tahun Sirna ilang KERTA-ning BUMI, yang artinya 1400 Saka.


Bre Kertabhumi dalam Kronik Cina

Naskah yang ditemukan dalam Kuil Sam Po Kong di Semaeang mengisahkan akhir Kerajaan Majapahit sampai berdirinya Kerajaan Pajang. Dikisahkan, raja terakhir Majapahit bernama Kung-ta-bu-mi, memiliki putra bernama Jin Bun yang dibesarkan oleh Swan Liong, putra Yang-wi-si-sa dari seorang selir Cina. Pada tahun 1478 Jin Bun menyerang Majapahit dan membawa Kung-ta-bu-mi secara hormat ke Bing-to-l
o.
Kung-ta-bu-mi adalah ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi. Jin Bun dari Bing-to-lo adalah Raden Patah alias Panembahan Jimbun dari Demak Bintara. Swan Liong adalah Arya Damar. Sedangkan Yang-wi-si-sa bisa berart i Hyang Wisesa alias Wikramawardana atau bisa pula Hyang Purwawisesa. Keduanya sama-sama pernah menjadi raja Majapahit. Menurut kronik Cina di atas, Raden Patah adalah putra Bhre Kertabumi, sedangkan Swan Liong adalah putra Hyang Wisesa dari selir Cina. Kisah ini terkesan lebih masuk akal dari pada uraian versi babad dan serat.


Selanjutnya dikisah
kan, sepeninggal Kung-ta-bu-mi, Majapahit menjadi bawahan Demak yang diperintah oleh Nyoo Lay Wa (seorang Cina muslim) sebagai bupati.

Makam Putri Campa

Pada tah
un 1486 Nyoo Lay Wa tewas karena unjuk rasa penduduk pribumi. Maka, Jin Bun lalu mengangkat Pa-bu-ta-la (menantu Kung-ta-bu-mi) sebagai bupati baru. Tokoh Pa-bu-ta-la identik dengan Prabhu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya dalam prasasti Jiyu (1486).

Jadi, menurut Berita Cina tersebut, Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya adalah saudara ipar sekaligus bupati bawahan Raden Patah. Dengan kata lain, Bhra Wijaya adalah menantu Bhre Kertabhumi menurut Kronik Cina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar