Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 09 Januari 2010

BABAD ARYA GAJAH PARA


Ya Tuhan semoga tidak mendapat halangan.
Ong pranamyam sira sang siwyam, bhukti mukti hitarratam,prawaksye tatwa wijnevah, wisnwangsa patayo swaram.Sira ghranestyam patyam, rajasityam mahabalam,sawangsanira mangjawam, bhuphalakarn patyam loke.
Ong nama dewa ya.


Sembah hamba ke hadapan Batara junjungan, daulat paduka leluhur yang telah menjadi batara, Engkau yang menganugerahi kehidupan (makanan) dan kebahagiaan, keberhasilan dalam segala kehendak, senantiasa bersemayam dalam perasaan dan pikiran, dipuja agar merestui, para bijak di lingkungan keluarga memohon untuk menyebarkan cerita ( sejarah ) ini, yang berkenaan dengan kewajiban seorang raja, menerangi dan menjadi contoh di dunia, akan diuraikan tentang silsilah keturunan oleh beliau junjungan utama yang telah sempurna. Pada awalnya dimulai. Selamat dan panjang usia, terhindar dari kutuk celaan fitnah bagaikan terkena racun, semoga terus dijunjung di dunia. Ya Tuhan semoga menemukan keberhasilan.
Entah berapa lama hyang Batara Maharaja Manu, bertahta menjadi pemimpin di sana, bagaikan dewa dalam kenyataan, beliau tetap mempertahankan kemuliaan, sampai ke seluruh negeri, disegani oleh rakyat maupun bangsawan, orang pertama dalam keturunan Manu, di kerajaan, Medangkamulan.
Awiji ekam sastito.
Awalnya beliau Maharaja Manu, menurunkan keturunan utama seorang laki-laki, bergelar Sri Jaya Langit. Adapun Sri Jaya langit, menurunkan Sri Wrttikandayun. Adapun Sri Wrttikandayun, menurunkan Sri Kameswara Paradewasikan. Adapun Sri Kameswara Paradewasikan, menurunkan Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tungga Dewa, beliau sebagai pemimpin utama, perencana unggul, raja di antara para yogi dan penguasa tertinggi, menjabarkan tujuh formasi ilmu Sanskrit dalam tata bahasa, oleh dilampaui orang. Hasil karya Bagawan Byasa, digubah dalam palawakya, memahami seluk beluk cerita prosa dari Astadasa Parwa. Beliau bagaikan Raja yang unggul di dunia, pikiran beliau mengutamakan kebenaran, tidak diperdaya sebagai raja, menjaga daerah kekuasaan, mengutamakan kejujuran dan kesetiaan, sungguh beliau menjadi pelindung dunia.
Prawaktayan sri gotrabih. Beliau raja penguasa pertama, pada waktu beliau memerintah negeri itu makmur, para pernuka tidak ada yang berani menentang beliau. Demikian keistimewaan beliau Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tunggadewa. Beberapa lama beliau dijunjung menjadi penguasa negeri, berhasil mempunyai keturunan, beliau berputra laki-laki yang utama, bernama Sri Kameswara, seperti nama buyut beliau. Adapun Sri Kameswara, memiliki keturunan tiga laki-laki, dan seorang perempuan, Semuanya ada empat, rinciannya adalah, yang tertua bernama Sri Krtta Dharma, beliau yang wafat di Jirah. Adapun adik beliau, Sri Tunggul Ametung, beliau wafat di Tumapel, saudara yang perempuan, bernama Dewi Ghori Puspatha, disunting oleh Mpu Widha, saudara dari Medhawati, telah menyatu ke alam baka, berkedudukan di kuburan. Adapun yang keempat, adalah Sri Airlangga, yang diangkat dari Sri Udayana Warmadewa, raja Bali, beserta Sri Guna Priya Dharmapatni, keturunan dari Mpu Sendok.
Adapun Sri Airlangga menjadi raja penguasa berkedudukan di negara Daha. Memiliki keturunan dua laki-laki utama, yang ketiga putri di luar istana. Putra tertua itu bernama Sri Jayabhaya, dan Sri Jayashaba, lahir dari ibu permaisuri. Semuanya keturunan Wisnuwangsa Kediri. Adapun yang di luar istana (puspa capa), bergelar Sri Arya Buru, sama-sama keturunan orang dusun, cikal bakal lurah Tutwan, Si Gunaraksa yang datang ke Bali.
Silsilah raja Sri Jayabhaya yang diuraikan terlebih dahulu, raja Sri Jayabhaya, berputra tiga orang laki-laki, yang tertua bernama raja Sri Dandang Gendis, Sri Siwa Wandhira, Sri Jaya Kusuma, demikian keturunan beliau Sri Jayabhaya. Adapun raja Sri Dandang Gendis, memiliki keturunan Sri Jaya Katong, dia wafat dalam peperangan, Sri Jaya Katong, berputra Sri Jaya Katha, adapun Sri Siwa Wandhira berputra Sri Jaya Waringin, Sri Jaya Waringin berputra Sri Kuta Wandhira berputra bernama Arya Kutawaringin, dia pergi ke Bali, diutus oleh beliau Patih Mada, berkembang keturunannya menjadi keluarga Kubon Tubuh, Kuta Waringin, sampai di sana diceritakan.
Adapun Sri Jaya Kusuma, memiliki keturunan Sri Wira Kusuma, tidak mengikuti aturan kata krama keluarga, melahirkan keturunan berada di Pulau Jawa, tidak diceritakan lagi kelanjutannya.
Kembali Sri Jayasabha yang diceritakan, memiliki keturunan seorang laki-laki, bernama Sirarya Kediri, memiliki keturunan bernama Arya Kapakisan, beliau dikirim oleh keturunan dua orang semua laki-laki, beliau Pangeran Nyuhaya, dan Pangeran Asak, sama-sama mengembangkan keturunan di Bali, cerita disudahi.
Kembali diceritakan yang terdahulu, Jaya Waringin dan Jaya Katha, keturunan beliau Sri Siwa Wandhira dan Jaya Katong beliau berdua yang gugur dalam pertempuran, beliau berdua yaitu Jaya Waringin dan Jaya Katha, yang menyerah ke Tumapel, waktu ayah beliau hancur dalam peperangan negara Daha menjadi kacau, akhirnya berlanjut sampai cucu terkena kehancuran, kutuk beliau pendeta Çiwa maupun golongan Budha.
Apa yang menyebabkan terjadinya perang itu? Menyebabkan Keraton menjadi hancur ?
Dengarkan tambahan cerita ini, pada tahun Çaka yang lalu 1144 ( 1222 M ), bulan Palguna (sekitar Pebruari), hari ketiga belas setelah bulan Purnama, hari sepekan Watu Gunung, pada saat itu perintah beliau raja Ken Angrok, beliau yang bertahta di Tumapel, menyerang kerajaan Galuh, atas desakan beliau para pendeta Çiwa maupun golongan Budha. Bahwasanya raja Sri Dangdang Gendis, durhaka pada para pendeta, menghina kewajiban sang Brahmana, ibaratnya seperti maharaja Nahusa, yang berkeinginan menguasai Surga. Demikian perbuatan raja Sri Dangdang Gendis, menyebabkan semua pendeta menjadi bingung mengungsi ke Tumapel, sekarang kerajaan Daha, ibaratnya seperti segunung rumput kering, hancur lebur terbakar oleh api, siap dibakar?, itulah kemarahan sang pertapa, berkobar dalam pikirannya, ditiup angin tak henti-hentinya Raja Sri Ken Angrok menghembus, semakin menyala tak ada tandingnya.

Pada akhirnya menyerah Sri Aji Dangdang Gendis, sadar akan ajalnya tiba, karena raja Sri Ken Angrok sungguh seorang keturunan Brahmana dari Waisnawa, beliau juga dijuluki Hyang Guru, nah itu sebabnya Sri Raja Dangdang Gendis, memusatkan pikiran, menggelar rahasia batin, segera moksa tanpa jasad turut pula kandang kuda beserta pembawa puan, payung, terlihat samar bayangan beliau, melambai di angkasa, menuju Wisnuloka. Demikian jelas Sri raja telah menyatu di alam sana.
Ada lagi yang diceritakan yaitu para prajurit dan menteri lebih-lebih para keluarga utama ( dekat ), rakyat yang masih hidup, semua cerai-berai, mencari tempat berlindung, mencari tempat persembunyian, agar selamat, sebab pemimpin perang adalah Siwa Wandhira, beserta Misawalungan, Semuanya telah gugur, dengan penuh keberanian.

Masih ada dua orang keluarga keturunan utama, Jaya Katha, dan Jaya Waringin yang terkenal, keturunan Jaya Katong, beserta Siwa Wandhira, yang gugur dalam medan perang.
Mereka berdua dendam, atas tewas ayahnya dalam pertempuran, maju menyerang seperti harimau galak, lalu ditangkap bersama-sama oleh empat orang gagah berani yang masing-masing bernama , Arya Wang Bang, Misa Rangdi, Bango Samparan, Cucupu Rantya, di sana Jaya Katha dan Jaya Waringin, keduanya ditangkap. Tidak mampu melawan ikut pula istri Jaya Katha dibawa berlari beliau sedang hamil, sedang mengidam. Adapun Jaya Waringin, masih perjaka, belum mempunyai istri. Keempat menteri tersebut semua belas kasihan terhadap beliau Jaya Katha, dan pula terhadap Siwa Wandhira, itulah sebabnya lepas tidak terkena senjata.

Adapun setibanya beliau di Tumapel, disayang oleh yang mendirikan memerintah Tumapel, diasuh oleh orang Japara, masih merupakan keturunan istri Mpu Sendok, dan Kebo ljo, di sana dipelihara, tidak mendapat kekuasaan. Beberapa lama mereka berada di Tumapel, setelah tiba masanya, akhirnya Jaya Katha berputra tiga orang laki-laki, yang sulung bernama Arya Wayahan Dalem Manyeneng, ketika ibunya dibawa lari janin itu berada dengan selamat di rahim ibunya, itulah sebabnya diberi nama Dalem Manyeneng.

Adapun adiknya bernama Arya Katanggaran, itu yang menurunkan Kebo Anabrang, orang tua dari Arya Kanuruhan, yang dikirim ke Bali, mengembangkan keturunan, yaitu Arya Brangsinga, Tangkas, Pagatepan, sampai di sana diceritakan.
Putra yang bungsu bernama Arya Nuddhata, seorang Arya yang menetap berdiam di Tumapel mengembangkan keturunan di kerajaan di Jawa, tidak diceritakan lebih lanjut.

Adapun beliau Arya Wayahan Dalem Manyeneng, berputra dua orang laki-laki, yang sulung bernama Arya Gajah Para, adik beliau bernama Arya Getas, Mereka berdua itu diutus oleh Gajah Mada ke Bali, demikian uraiannya pada zaman dahulu.
Ya Tuhan yang bersemayam dalam kalbu dan pikiran, yang diwujudkan dengan Ongkara dalam kesucian Batara junjungan hamba, para leluhur yang telah suci, hamba menghaturkan sembah suci agar berhasil, oleh karena semua para anggota keluarga, keturunan, karena beliau yang pertama mengembangkan keluarga hamba sendiri, tiada lain beliau itu yang menetap di Tumapel. Beliau itu adalah Arya Wayahan Dalem Manyeneng, gelar beliau yang terkenal. Beliau yang pertama menurunkan keluarga hamba, maafkan agar tidak kena kutukan, para keluarga hamba mohon ijin untuk menguraikan cerita ini, semoga selamat dan panjang umur, menemui kesempurnaan, sampai anggota keluarga dan keturunan, berhasil dalam segala tujuan, tidak kekurangan pangan, kekayaan, semoga tetap disegani di bumi. Ya Tuhan semoga sukses, berhasil selalu.

Permulaan cerita disusun dalam silsilah, berkat jasa beliau seorang brahmana pendeta sakti, beliau bergelar Wayahan Tianyar, yang berasrama di Griya Punia, atas dorongan Kyayi I Gusti Ngurah Tianyar, pemimpin di utara gunung, keturunan beliau Jaya Katong dari Kediri, itulah sebabnya sang pendeta sakti, menulis tentang silsilah , telah dimuat dalam tulisan sesuai dengan bahasa dalam babad Jawa.
Adapula diceritakan, bernama Kriyan Patih Gajah Mada, memanggil Arya Damar, atas titah dari maha raja Pulau Jawa, melaksanakan empat daya upaya, menyerang kerajaan Bali, setelah siap perbekalan dan kendaraan, segeralah beliau berangkat ikut pula para Arya semua, para perwira dan menteri berkelompok-kelompok menaiki perahu, disertai pula prajurit beliau, tepi laut Bali dikelilingi oleh musuh, para Arya itu dibagi-bagi oleh Kriyan Patih Mada, utara, timur, barat selatan semuanya penuh, penuh sesak di pantai laut, yang masing-masing menempati posisinya, ditambatkan perahunya.

Adapun beliau Arya Gajah Para, beserta saudara beliau Arya Getas, disertai oleh Arya Kutawaringin yang cekatan, diikuti oleh Jahaweddhya, para gusti dari Majapahit, seperti tiga patih bersaudara, yang bernama Tan Kawur, Tan Mundur, dan Tan Kober. Beliau tiga bersaudara menambatkan perahu layarnya di pelabuhan Tejakula, yang menyerang dari barat Toya Anyar.

Desa-desa menjadi kacau balau, semuanya yang ada di kerajaan Bali, sangat ramai pergulatan perang itu, memarang diparang, kacau balau, banyak rakyat yang tewas, dan menderita, karena keperkasaannya serangan dan Pulau Jawa. Dengan sekejap kalah pasukan Maharaja Sri Bhedamuka (Bedahulu), amat panjang tidak diceritakan dalam buku ini.

Sementara setelah gugurnya maharaja Bhedamuka, para Arya itu semua kembali, menuju Majapahit, keadaan Pulau Bali menjadi sunyi senyap, karena belum ada yang memimpin Bali, demikian. Setelah sekian lama datanglah Sri Kresna Kepakisan, dinobatkan menjadi raja di Pulau Bali. Diikuti oleh semua Arya, Arya Kepakisan, Arya Wang Bang, Arya Kenceng, Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Kanuruhan, lagi beliau Arya Wang Bang, Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, yang terakhir Arya Kutawaringin semua mengiringi sebagai para perwira menteri, Beliau Arya Kutawaringin, menjadi kepala penasehat pasukan tinggi tersebut.
Sesampainya Sri Maharaja Kapakisan, dinobatkan menjadi raja Pulau Bali, orang- orang dusun ada yang tidak mau menghormati ( tunduk ), yang di sebelah utara gunung Agung, oleh karena tidak ada pemimpin yang disegani yang datang di sana. Demikian cerita berakhir.

Kemudian kembali diceritakan, beliau Arya Gajahpara, bersama saudara beliau Arya Getas didesak oleh raja, sebagai mahapatih raja yang ada di Bali. Beliau menurut ( menyerah ), karena ingat dengan kewajiban sebagai seorang anak, tidak pantas melawan perintah orang tua, demikian motto kepemimpinan beliau, dengan tetap pula melaksanakan keperwiraan utama dan keadilan, kedua Arya tersebut diberikan istri, juga merupakan putra Arya. Tetapi di sana para Arya itu segera diajar tentang kewajiban dan tingkah laku seorang kesatria, oleh ayah beliau, untuk tetap melaksanakan cita-cita kewajiban seorang pahlawan (pemberani).

Setelah demikian, kedua Arya itu menyembah dan mohon pamit, berdiri dan segera berangkat. Sekejap telah sampai di pantai laut, segera beliau naik ke perahu, perahu berlayar hilir mudik, setelah melewati pertengahan laut, selanjutnya, berlabuhlah beliau di daerah Pulaki, barat daya Pulau Bali, beliau menumpang di rumah I Gusti Bendesa Pulaki, yang merupakan keluarga keturunan Bendesa Mas. Sangat senang hati I Gusti Bendesa, tulus hatinya dan sangat ramahtamah sambutannya, hormat terhadap kedua Arya itu, seperti berbunga-bunga hati sang tuan rumah, lengkap dengan jamuan penyambutan I Gusti Bendesa Pulaki. Di sana beliau menginap dua malam.

Pagi-pagi pergilah kedua Arya tersebut, diantar oleh I Gusti Bendesa, tujuannya untuk menghadap Sri Maharaja, yang beristana di Samprangan. Tidak habis jika diceritakan perjalanan kedua Arya tersebut, diantar oleh beliau I Gusti Bendesa. Segera tiba di penghadapan, beliau langsung mendekat dan menghadap pada baginda raja. Tak lama antaranya kedua Arya tersebut dipandang oleh sang raja, dengan sopan dan tulus sembah kedua Arya tersebut, demikian pula I Gusti Bendesa, menimbulkan kekaguman setiap yang melihat, orang yang berada di tempat penghadapan, oleh tingkah laku yang baik kedua Arya itu.

Ada petunjuk dari sang raja, terhadap kedua Arya, dinobatkan menjadi patih oleh beliau raja penguasa, bertempat di sana di sebelah utara Tohlangkir, bermukim di Sukangeneb penyerangan beliau Mada untuk membunuh raja Bedha Murdhi ( Bedahulu ), kalahnya Pulau Bali oleh Majapahit. Menjadi patuhlah Arya itu, dengan segera ditutuplah penghadapan raja. Setelah itu mohon pamitlah beliau pada Sri Maharaja, dan permohonannya dikabulkan, kedua Arya itu berjalan menuju ke utara, diiringkan oleh rakyat sebanyak lima puluh orang, menuju Sukangeneb Toya Anyar. Setibanya di sana, segera beliau membangun rumah, tenanglah penduduk sebelah utara gunung Agung itu, batas sebelah timurnya adalah Basang Alas, sebelah baratnya sampai di Tejakula, sebelah utaranya sampai di desa Got, demikian batas wilayah kerja beliau, wilayah pemerintahan Arya Gajah Para, berdua beserta saudara beliau.

Beberapa lama kemudian beliau Arya Gajahpara berdua bersama saudara beliau, hidup di Sukangeneb Toya Anyar, beliau berdua sama-sama memiliki putra. Adapun putra beliau Gajah Para tiga orang laki-laki dan perempuan, laki-laki yang sulung I Gusti Ngurah Toya Anyar, adiknya ( bernama ) I Gusti Ngurah Sukangeneb, yang perempuan Ni Gusti Luh Raras, diambil dijadikan istri oleh beliau Sri Raja Wawu Rawuh, untuk sementara tidak diceritakan.

Beliau Arya Getas yang diceritakan sekarang, berputra dua orang laki-laki, yang tertua bernama I Gusti Ngurah Getas, adiknya diberi nama I Gusti Kekeran Getas. Adapun beliau Arya Getas, setelah berputra dua orang diadu oleh Sri Maharaja, disuruh menyerang daerah Selaparang, karena beliau menguasai empat daya upaya yang licin, diikuti oleh seribu enam ratus orang bawahannya, setelah semua lengkap dengan perbekalan dan kendaraan, menjadi penuhlah desa-desa pesisir di sepanjang pantai, beliau bersama semua rakyatnya hilir mudik menaiki perahu.
Setelah itu berhasillah beliau berlabuh di tepi pantai Selaparang, turun dari perahu, berjalan beliau Arya Getas. Rakyat Selaparang menjadi terdiam, oleh karena beliau ( Arya Getas ) berhasil memasang empat daya upaya yang licin, beliau langsung menerobos memasuki semua desa, orang-orang yang berada di Praya semua diam, semua memberi hormat kepada Arya Getas, itu sebabnya ( beliau ) tinggal di Praya sampai sekarang dan mengembangkan keturunan.

Diceritakan kedua putra beliau yang tinggal di Sukangeneb Toya Anyar, sama-sama mengembangkan keturunan, telah tercatat. Kembali diceritakan, tersebut I Gusti Ngurah Sukangeneb, pindah ke arah barat, diikuti oleh rakyat dengan tiba-tiba, terlunta-lunta perjalanan beliau, sampai tiba di desa Pegametan, bergegas penduduk di sana, disambut oleh I Gusti Bendesa Pegametan, keturunan dari Bendesa Mas, senang hati I Gusti Bendesa sama-sama memohon maaf dengan tulus dan sopan, tidak beberapa lama masuklah di sana I Gusti Ngurah Sukangeneb, bergandeng tangan dengan I Gusti Bendesa, yang menjadi penguasa di Pegametan, masuk ke dalam Puri, duduk di beranda rumah, beliau sama-sama senang saling bertukar pikiran dan berunding, tidak diceritakan jamuan beliau I Gusti Bendesa. Karena saling mengasihi dari dulu.

Waktu telah berlalu, sekarang I Gusti Ngurah Sukangeneb, beliau berdiam di Pegametan, menyebabkan I Gusti Bendesa menjadi akrab, dengan I Gusti Sukangeneb. Oleh karena itu dijadikan menantu laki oleh I Gusti Bendesa. I Gusti Ngurah Sukangeneb. Permintaan I Gusti Bendesa agar I Gusti Ngurah Sukangeneb dikawinkan dengan I Gusti ……………………………..Kekeran, I Gusti Getas, dinikahkan pada hari, Senin Umanis, Wuku Tolu, tanggal empat belas hari terang bulan, sasih kelima ( sekitar Nopember ) pada tahun Saka 1560 ( 1638 M). Tidak diceritakan perkawinan beliau, pada akhirnya beliau mempunyai dua orang putra, laki-laki, yang sulung I Gusti Gede Pulaki, adiknya I Gusti Ngurah Pegametan. Cerita selesai sampai di sini.

Selanjutnya kembali diceritakan, tersebutlah I Gusti Ngurah Toya Anyar, ada saudara beliau, laki-laki dua orang dan perempuan seorang. Adapun yang tertua I Gusti Ngurah Tianyar, beliau yang dinobatkan menggantikan ayah beliau Arya Gajah Para, yang ketiga mengambil istri I Gusti Ayu Diah Wwesukia, adiknya I Gusti Ngurah Kaler, kawin dengan I Gusti Diah Lor. Adiknya yang bernama I Gusti Luh Tianyar, dijadikan istri oleh Pendeta Sakti Manuaba. Adapun I Gusti Ngurah Getas, dan I Gusti Ngurah Kekeran Getas, beliau tinggal di Sukangeneb, Toya Anyar, beliau sama-sama mengembangkan keturunan.

Kemudian kembali dikisahkan, diceritakan I Gusti Ngurah Tianyar, beliau yang dinobatkan menjadi tetua di Toya Anyar, generasi ketiga, putra beliau yang seibu yaitu I Gusti Ayu Diah Wwesukia. Putra tertua ( bernama ) I Gusti Gede Tianyar, yang selanjutnya berdiam dan memiliki keturunan di Kebon Culik, putra kedua ( juga ) laki-laki bernama I Gusti Made Tianyar, yang kemudian tinggal dan berkembang di Sukangeneb Toya Anyar. Putra yang bungsu I Gusti Nyoman Tianyar, beliau ( yang ) lahir di Desa Pamuhugan, tidak berbeda seperti leluhur beliau dahulu, janin itu selamat dalam rahim ibunya yang sangat setia kepada suaminya, berkat anugerah beliau sang raja penguasa di Gelgel, ketiganya itu diijinkan kembali ke Toya Anyar.
Sekarang kembali diceritakan I Gusti Ngurah Kaler, mempunyai empat orang putra dari seorang ibu lahir dari I Gusti Ayu Diah Lor, putra tertua bernama I Gusti Gede Kaler, pindah menuju desa Antiga, berdiam di sana dan mengembangkan keturunan, putra kedua I Gusti Made Kekeran, pindah menuju Desa Kubu, berkembang di sana. Putra ketiga I Gusti Nyoman Jambeng Campara, pindah ke Desa Sukadana Tigaron, menetap dan mengembangkan keturunan di sana. Adapun yang bungsu I Gusti Ketut Kaler Ubuh, lahir di Tanggawisia, beliau dijuluki Ubuh, karena ayahnya meninggal pada saat masih dalam kandungan ibunya Sang Diah yang setia terhadap suami, akhirnya tinggal dan mengembangkan keturunan di Tanggawisia, dihentikan penuturannya sebentar. Cerita kembali lagi, pada I Gusti Gede Pulaki, diambil anaknya I Gusti Bendesa Pulaki, dikawinkan menjadi istri bernama I Gusti Luh Mas. Selanjutnya I Gusti Ngurah Pegametan, beliau tinggal di desa Pegametan. Adapun saudara beliau I Gusti Gede Pulaki, tinggal di desa Pulaki, putra beliau laki-laki, terlanjur sudah, beliau meninggal. Sedih hatinya I Gusti Gede Pulaki.

Diceritakan sekarang Batara Nirartha, adik dari Mpu Angsoka, putra dari Hyang Danghyang Asmaranatha, beliau menemukan kemurahan batin, datang di Bali, menaiki buah labu (waluh kele), dan sampan yang bocor, mendarat di tepi pantai Purancak, mampir di pondok I Gusti Gede Pulaki, beserta putra beliau semua. Ada putra Batara Nirartha, laki perempuan lahir dari golongan Brahmana Keturunan Daha, yang sulung sangat cantik dan parasnya menawan, tidak ada yang menyamai di dunia, harum semerbak baunya. Adiknya bernama Pedanda Kemenuh, lagi pula ada saudara beliau seorang perempuan, menikah dengan Mpu Astamala beliau dari Aliran Budha

Ada pula anak beliau yang lahir dari putri Brahmana dari Pasuruhan, empat orang laki-laki, tertua Pedanda Kulwan, Pedanda Lor, Pedanda Ler. Ada lagi putra dari Pedanda Batara Nirartha, laki perempuan, ibunya dari golongan Kesatria saudara dari Dalem Keniten Blambangan, bernama Patni Keniten. Istri Pedanda Rai, pendeta perempuan tidak bersuami, Pedanda Telaga, Pedanda Keniten.

Kembali lagi pada cerita, Batara Nirartha, berada di pondok I Gusti Gede Pulaki, disambut dan diterima oleh I Gusti Gede Pulaki, beliau berucap "Aum-aum hamba sangat bahagia atas kedatangan sang pendeta, apa tujuan tuan pendeta, katakan yang sebenarnya", Danghyang Nirartha menjawab, "Aum Ngurah Gede Pulaki, tujuan saya datang padamu, maksud saya untuk menyembunyikan putraku sekarang, takut saya jika ia datang di kerajaan menghadap pada raja, karena harum semerbak bau tubuhnya, juga sangat cantik paras mukanya, maksud saya sekarang untuk menyatukan kembali ke alam sepi (alam gaib), I Gusti Gede Pulaki menyetujui dan berkenan mengantar, seraya memohon ikut ke alam gaib ia bersedih dan berduka karena terputus keturunannya, tidak ada lagi putranya, diam ( lah ) Batara Nirartha, memikirkan perasaan hati I Gusti Gede Pulaki. Maka bersabdalah Batara Nirartha, sabdanya, "Duhai Ngurah Pulaki, apa sebabnya demikian, menjadi sangat sedih perasaan hatimu, janganlah engkau demikian". Bersikeras I Gusti Gede Pulaki, memohon restu, agar ia mengiringkan menuju alam gaib. Dengan demikian dikabulkan semua perkataan I Gusti Gede Pulaki, bersama putra beliau, beserta semua prajuritnya mengiringkan putra beliau (Batara Nirartha) tidaklah nampak lagi di alam nyata oleh semua orang.

Diceritakan sekarang berhubung dipenuhinya permintaan I Gusti Ngurah Pulaki, senanglah hati beliau, maka menyiapkan prajurit, kemudian disuruh membuat upacara selamat, di Pura Dalem, lengkap dengan sanggar cucuk, masing-masing pasukannya disuruh untuk memasang di pintu masing-masing, pada had Kamis Kliwon, lengkap dengan sesajennya. Dengan sekuat tenaga Batara Nirartha, melakukan yoga smertti, terhadap Batara Berawa, beserta penghormatan dan permohonan, kemudian dianugerahi beliau oleh Batara sarana untuk tidak tampak di alam ini, oleh semua orang.

Segera setelah itu ada terlihat tabung bambu kuning bergelayutan, tanpa gantungan, dari dalam sebuah tempat pemujaan di kahyangan ( pura ), tidak lama kemudian keluar baju loreng, dari lubang tabung bambu kuning tersebut. Segera diambil baju itu oleh semua orang. Demikian pula I Gusti Ngurah Pulaki, sama-sama disuruh mengenakan pakaian itu, masing-masing sebuah, di sana orang-orang itu semua dan I Gusti Ngurah Pulaki, segera berubah wujud, menjadi harimau, desa tempat tinggal itu, hilang tidak tampak di alam ini. Adapun putra beliau Batara Nirartha, secara gaib menyatu di alam tidak tampak, berdiam di Mlanting, di puja oleh orang yang tidak kelihatan (samar), sampai sekarang.

Cerita kembali lagi, waktu I Gusti Ngurah Pulaki, memohon berubah wujud menyatu dalam alam tidak tampak mengikuti Batara di Mlanting, I Gusti Ngurah Pegametan, sedang tidak ada di rumah, beliau pergi mengunjungi Bendesa Kelab, yang berada di Jembrana. Beberapa hari berada di sana, kembali pulang dia ke Pulaki, bersama semua pengiringnya, tidak diceriterakan dalam perjalanan, segera sampai di perbatasan desa, kaget perasaannya I Gusti Ngurah Pegametan, karena tidak seperti sedia kala, bingung perasaan I Gusti Ngurah Pegametan ………………….
"Wahai saudaraku, apa sebabnya tidak tampak olehku penduduk desa itu, tidak seperti sedia kala tempat tinggal desaku saat ini ".

Kemudian terdengarlah suara-suara binatang bercampur dengan suara harimau, mengaum ribut tiada tara. Terkejut perasaan I Gusti Ngurah Pegametan, tidak kepalang tanggung hati I Gusti Ngurah Pegametan, ingin mengadu keberaniannya, beliau marah dan mengumpat-umpat, ujarnya " Hai engkau harimau semua, tampakkanlah wujudmu, hadapi keberanianku sekarang.
Segera I Gusti Ngurah Pegametan melangkah, tidak kelihatan yang bersuara gemuruh itu, kemudian beliau berjalan hendak meninjau Toya Anyar. Berjalan beliau bersama prajurit, sampai tiba di Rajatama, perjalanannya diikuti oleh wujud yang maya itu, sekilas tampak berupa harimau, semua pengikut itu perasaannya menjadi takut, semakin mendekat harimau itu, perilakunya seperti orang menghormat, menunduk pada I Gusti Ngurah Pegametan, kemudian mengumpat serta menghunus keris. Jadi hilang rupa bayangan itu, segeralah beliau melanjutkan perjalanan. Tidak diceritakan desa yang telah dilewati, orang-orang yang mengiringinya, diceritakan sekarang telah sampai di desa Wana Wangi, banyak pengiring itu berlarian teringat para pengiring yang hilang sebanyak lima puluh orang, karena jurangnya menyulitkan berbahaya dan terjal diliputi oleh gelap, tidak terlihat keberadaan di dalam hutan.

Tidak terpikir oleh I Gusti Ngurah Pegametan, tidak menghiraukan lembah terjal perjalanan beliau, segera sampai di Samirenteng. Menuju ke timur perjalanan beliau, sampailah beliau di hutan sekitar Sukangeneb Toya Anyar. Beristirahatlah beliau di sana, dihitung prajuritnya, dulu diiringi oleh dua ratus prajurit, telah hilang tersesat lima puluh orang, sekarang pengiringnya tinggal seratus lima puluh orang, itulah sebabnya ( tempat itu ), bernama Desa Karobelahan sampai sekarang.
Adapun lima puluh orang pengikut yang tersesat, dikumpulkan bertempat di Bengkala. Adapun beliau I Gusti Ngurah Pegametan, beserta pengikut menuju keluarganya di Sukangeneb Toya Anyar. Tidak diceritakan sekarang untuk sementara.

Cerita kembali lagi, sekarang diceritakan beliau Arya Gajah Para, setelah lama beliau berada di Sukangeneb, Toya Anyar. Karena masa tuanya, pada saatnya akan dijemput oleh Kala Mrtyu ( Kematian ), sudah tampak tanda-tanda kematiannya. Sudah diyakini oleh beliau, tidak boleh tidak beliau pasti akan meninggal.
Ada pesan beliau terhadap cucunya, yang bernama I Gusti Ngurah Kaler, katanya " Wahai cucuku Ngurah Kaler, apabila nanti saya meninggal buatkan panggung jasadku, di sana di puncak gunung Mangun, satu bulan tujuh hari (42 hari), dihias dengan bunga-bunga, dan diiringi dengan tabuh dan tari-tarian, karena ibuku dulu bidadari". Demikian pesan beliau Arya Gajah Para terhadap cucunya I Gusti Ngurah Kaler, cucu beliau mematuhi, tidak berani menolak pesan kakeknya.
Tidak diceritakan lagi telah tiba saatnya maka wafatlah beliau Arya Gajah Para. Adapun cucu beliau yang bernama I Gusti Ngurah Tianyar, tidak mengetahui wasiat tersebut, karena ( pada saat itu ) beliau tidak berada di rumah, beliau pergi ke Gelgel, menghadap pada Sri Maharaja, bersama-sama dengan I Gusti Ngurah Pegametan, sama-sama berada di Gelgel.

Tidak diceritakan lagi, setibanya kembali I Gusti Ngurah Tianyar, beserta saudaranya, dijumpai orang-orang di pun, semua menyongsong I Gusti Ngurah Tianyar, memberitahukan tentang wafatnya Arya Gajah Para. Kaget dan terhenyak hati yang baru tiba, berpikir-pikir tentang wafatnya, segera datang I Gusti Ngurah Kaler, diberitahukan ada pesan beliau (Arya Gajah Para), bahwa disuruh untuk membuatkan panggung jasad beliau di puncak gunung Mangun. Demikian perkataan beliau I Gusti Ngurah Kaler terhadap kakaknya. Diam I Gusti Ngurah Tianyar, berpikir-pikir beliau. Tidak disetujui semua ucapan yang disampaikan I Gusti Ngurah Kaler, bersikeras pula I Gusti Ngurah Tianyar, menyuruh semua rakyat, untuk membantu bersama-sama mengerjakan bade ( tempat usungan mayat ) bertumpang sembilan, pancaksahe, taman agung cakranti tatrawangen, beserta segala upakara ngaben seperti lazimnya orang-orang berwibawa bernama anyawa wedhana, harapan beliau agar segera jasad leluhurnya dikremasi. Karena hari baik sudah dekat, itu sebabnya masyarakat itu beserta tamu semua segera membantu bekerja baik laki maupun perempuan, membuat upakara ngaben (pitra yadnya).

Diceritakan sekarang I Gusti Ngurah Kaler, kembali ingat dengan wasiat pesan leluhurnya dahulu, tidak berani menolak setia pada perintah, semakin khawatir I Gusti Ngurah Kaler terhadap kakaknya I Gusti Ngurah Tianyar. Diceritakan I Gusti Ngurah Tianyar, menyuruh rakyat beliau memulai mengerjakan terhadap upacara pengabenan, setelah beliau tentukan, saat pelaksanaannya, tidak diceritakan upacara tersebut. Tersebutlah sekarang I Gusti Ngurah Kaler, semakin besar dendam hatinya, banyak alasannya, marah, terhadap I Gusti Ngurah Tianyar. Itu Sebabnya I Gusti Ngurah tidak ingat terhadap kakaknya, terikat oleh kesetiaan beliau, yakin terhadap kebenaran ucapan wasiat leluhur beliau, perasaan hatinya yang marah tidak dapat dikendalikan, segera kakaknya ditantang berperang, marah I Gusti Ngurah Tianyar, memuncak kemarahannya, sama-sama tidak mau surut kejantanannya, sebagai seorang kesatria untuk mendapatkan kemashuran di ujung senjata utama, lagi pula prajurit sama-sama prajurit, semua setia membela kehendak tuannya, sama-sama beringas, saling parang memarang, terus menerjang berbenturan. Lagi pula peperangan beliau I Gusti Ngurah Tianyar, dengan I Gusti Ngurah Kaler, sama-sama gagah berani, sangat hebat peperangan itu, bagaikan perang kelompok raksasa, banyak rakyat hancur menjadi korban, darah bercucuran, dan mayat para prajurit menggunung, itu sebabnya diberi nama Tukad Luwah sampai sekarang. Adapun peperangan I Gusti Ngurah Kaler, dengan I Gusti Ngurah Tianyar, sama-sama tidak berkurang keberaniannya, sama-sama saling menikam. I Gusti Ngurah Kaler menikam dengan keris Si Tan Pasirik, tembus dada I Gusti Ngurah Tianyar, membalaslah ia menikam dengan keris " I Baru Pangesan ", sekejap sama-sama meninggal beliau berdua.

Kemudian datang I Gusti Abyan Tubuh, bersama I Gusti Pagatepan, yang merupakan utusan dari Sri Raja penguasa di suruh untuk melerai pertikaian mereka berdua. Agar tidak terjadi perkelahian, karena dia bersaudara, sekarang keduanya ditemukan telah meninggal, terhenyak I Gusti Abyan Tubuh, demikian pula I Gusti Pagatepan, memikirkan tentang kematiannya berdua, juga tentang ketidakberhasilan tugasnya, diutus oleh Sri Raja penguasa. Beliau segera kembali untuk menghadap Baginda Raja, tidak diceritakan perjalanannya I Gusti Abyan Tubuh, beserta I Gusti Pagatepan, tibalah mereka di Sweca Negara (Gelgel), segera mereka menghadap sang raja memberitahukan tentang meninggalnya mereka berdua karena berkelahi katanya. " Baiklah paduka Sri Prameswara, tidak membuahkan hasil yang baik tugas yang hamba emban dari paduka, hamba temukan keduanya telah meninggal. Melongo gundah hati sang raja, berpikir-pikir beliau, bahwa sungguh merupakan takdir Yang Maha Esa.

Sekarang diceritakan, putra I Gusti Ngurah Kaler, dan I Gusti Ngurah Tianyar, keturunannya sama-sama pria. Adapun putra I Gusti Ngurah Tianyar, yang sulung bernama I Gusti Gede Tianyar, adiknya bernama I Gusti Made Tianyar, yang bungsu bernama I Gusti Nyoman Tianyar, lahir di desa Pamuhugan, semua bijaksana, paham dengan segala ilmu pengetahuan. Diceritakan pula putra I Gusti Ngurah Kaler, empat orang laki-laki, yang tertua I Gusti Gede Kaler seperti nama ayahnya. Adiknya bernama I Gusti Made Kekeran, yang muda bernama I Gusti Nyoman Jambeng Campara, yang bungsu I Gusti Ketut Kaler Ubuh, lahir di Tanggawisia, karena di antara dua orang yang meninggal ( ayahnya ) sama-sama meninggalkan isterinya yang sedang hamil, itu sebabnya tidak ada yang melakukan satya, "menceburkan diri dalam api pembakaran mayat " kemudian setelah sama-sama kandungan mencapai usianya, pada saatnya lahirlah bayi itu sama-sama pria, ada di Desa Pamuhugan di Tanggawisia, hentikan ceritanya

ARYA KANURUHAN

BABAD ARYA KANURUHAN (BRANGSINGA, TANGKAS, PEGATEPAN)


I. PENDAHULUAN.

1, Latar Belakang.

Terdorong keinginan untuk mengetahui riwayat dari kawitan Tangkas yang hingga sekarang ini masih kacau karena masing masing buku memberikan penjelasan – penjelasan yang berbeda -beda, sehingga timbul niat kami untuk mencari titik kebenaran tentang riwayat Tangkas tersebut, seperti asal usul mereka dan apa fungsinya di dalam menjalankan tugas negara dan Agama

Tempat Pemujaan Arya Kanuruhan

Untuk menelusuri ini kami mulai bertitik tolak dari sejarah Zaman Kediri, Singosari dan Majapahit karena ketiga kerajaan ini dapat memberikan andil yang sangat besar terutama dalam bidang Kesusasteraan, oleh karena itu kesusastraan pada zaman ini banyak menguraikan tokoh tokoh yang nantinya sangat erat hubungannya dengan warga- warga yang ada di Bali


2. Ruang Lingkup.

Dalam menguraikan suatu babad, perlu kami batasi sampai di mana kami menggali babad tersebut. Riwayat ini kami galj mulai adanya kcrajaan Kediri, yang kemudian di lanjutkan dengan berdirinya kerajaan Singosari dan Majapahit, Expedisi (Gajah Mada ke Pulau Bali, yang diperintah oleh Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, dengan Maha Patihnya yang bernama Ki Pasung Grigis, membawa suatu hikmah tersendiri terhadap perkembangan Warga yang berada di pulau Bali.Setelah beberapa lama maka Gajah Mada mengirim raja ke Bali yaitu Kresna Kepakisan deng an bcrsetana di Samplangan. Setelah berhasilnya pemerintahan Sri Kresna Kepakisan maka masing - masing Arya diangkat menjadi Menteri atau Punggawa.

Di dalam beberapa naskah menyebutkan bahwa Arya Kanuruhan mendapat tugas di Tangkas, dan Arya inilah yang mendirikan tempat pemujaan di Desa Tangkas, guna memuja leluhur mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas Kori Agung sekarang.

Demikianlah ruang lingkup pcmbahasan kami dalam menyusun riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu pertama di Pura Kawitan Tangkas. Scmoga tulisan ini ada manfaatnya bagi saudara.


II.LELUHUR KELUARGA ARYA KANURUHAN DI TANAH JAWA.

Untuk menelusuri leluhur keluarga Tangkas di lanah Jawa, kita tidak dapat lepas dari kerajaan Kediri karena leluhur Tangkas ini dibesarkan di keraton Kediri

Pada tahun 1222, maka memerintahlah raja Kediri yang tcrakhir yang bcrnama Kcrtajaya ( sering disebut dangan nama Dandang Gendis Kemudian raja Kertajaya mendapat serangan dari Ken Arok, sehingga terjadilah pertempuran yang sengit antara Ken Arok dan pasukan Kediri dimana pasukan Kedin berhasil dikalahkan dalam pertempuran. Di dalam masa kehancuran dari kerajaan Kediri ini, maka pasukan Kediri lari tunggang langgang.

Lontar Arya Kanuruhan

Maka tersebut dua orang perwira yang sangat gagah berani yang masih ada hubungan darah dengan Jaya Katowang dan Ciwa Waringin yaitu Jaya Katha dan Jaya Waringin. Didalam pertempuran yang sengit Jaya Katha dapat pula melarikan diri beserta dengan istrinya de daerah Tumapel, dimana istri tersebut scdang hamil tua Di daerah Tumapcl inilah beliau disambut oleh keluarga Gajah Para ( keluarga dan istri keluarga Kebo Ijo).

Di daerah Tumapel beliau lama disana yang akhimya beliau mclahirkan putra 3 ( tiga ) orang seperti tersebut dalam Babad Arya Kanuruhan sebagai berikut :

  • ” Pira kunang Suwenira hanengkana marek pawekang kala, ri wekasan Jaya Katha awangsa jaiu tatiga; Jyesta abhiseka Arya Wayahnn Dalem Manyeneng. Panghulu apanagaran Arya Katanggaran, Pamungsu Arya Nuddhata, tan waneh ibu sira katiga sangkana Wangsan sira Jaya Katha.
Art;b e b a s;

  • Setelah sedemikian lama beliau berada di sana ( Tumapei ) maka akhirnya Jaya Katha melahirkan 3 orang putra yang bernama Arya Wayahan Dalem. Yang ke dua, Arya katanggaran, dan ketiga yang terkecil bernama Arya Nuddhata, oleh karena ibu mereka berjumlah 3 (tiga ) orang, demikianlah keturunan Jaya Katta

Tersebutlah sekarang putra beliau yang Nomor dua yang bernama Arya Katanggaran mengambil istri dari keluarga Kebo Ijo. Yang mana akhimya perkawinan ini melahirkan Kebo Anabrang bcliau diberi nama Kebo Anabrang karena beliau diutus oleh raja Singosan ke daerah seberang Melayu dalam rangka memupuk persahabatan dengan kerajaan Melayu dan Sri Wijaya karena kedua ncgara ini memiliki angkatan Laut yang sangat.kuat dan Sri Wijaya adalah ncgara Marinlr Daiam rangka persahabatan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu dengan pasukan yang disebut cicngan nama pasukan Pamalayu ( 1275 1 292 ).

Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah Melayu setelah menyelesaikan masa tugasnya maka setibanya di Singosari mereka tidak melihat lagi kerajaan Singosari, sehingga datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena kerajaan Mojopahit adalah di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan. pewaris langsung dan kerajaan Singosari. disamping Raden Wijaya juga mengawasi ke empat putra kerajaan Singosari.

Kedatangan Kebo Anabrang dari Melayu maka beliau membawa dua orang putri yang bernama Dara Petak dan Dara Jingga kedua puitri kerajaan Melayu ini dipersembahkan kepada Raden Wijaya. Dara Petak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya melahirkan putra bernama Kala Gemet. Sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di kerajaan Melayu.

Kedatangan pasukan Pemelayu ini membuat besarnya hati Raden Wijaya di kerajaan Mojopahit, oleh karena itu beliau menobatkan diri menjadi raja pada tahun 1294, seita di dampingi oleh Panglima perang Kebo Anabrang.

Setelah bebcrapa lama Kebo Anabrang bertempat tinggal di Mojopahit, akhirnya beliau mengambi! istri dari keluarga ksatrya keturunan Singosari. Perkawinan dengan putri Singosari, melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan nama yang diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama julukan yang diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima perang, adalah Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha menghadapi musuh di medan perang.

Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula julukan Kanuruhan saat beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke Bali, dalam rangka melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan karena jabatan beliau dalam Expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai Kanuruhan, yang lama kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.


I PERKEMBANGAN KELUARGA KANURUHAN DI BALI.

Tahun 1343 adalah mempakan tahun Expedisi ( penyerangan ) Gajah Mada ke tanah Bah, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banlen telah merasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin melcpaskan diri dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini diperintah oleh seorang raja putri bernama Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja raja Bali sangat erat hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri, sehingga sangatlah sukar bagi raja Bali untuk inelepaskan diri dengan raja Kediri.

Untuk itu raja Bali mengadatan persekongkolan dengan raja Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan Blambangan dalam rangka bekerja sama untuk menggempur Mojopahit, dan kerja sama ini di tanda tangani oleh Maha Patih Pasung Grigis mengatasnamakan raja.

Pimpinan Expedisi ke tanah Bali, di pirnpin langsung oleh Gajah Mada beserta Arya Arya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan yakni
  • Dari jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada.
  • Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin
  • Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda
    Dari jurusan Selatan di pimpin oleh Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.

Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:

  • Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
  • Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.
  • Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemung
    Anggeh, dan Ki Tambyak,
  • Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama

Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug Basur mati kepayahan kehabisan nafas.


Bedahulu terkepung dari semua jurusan pertempuran berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak.Pangeran Madatama pemimpin perang merupakan putra mahkota, kerajaan Bedahulu gugur dalam pertempuran dan gugurnya putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bedahulu dan akhirnya wafat. Pertempuran di lanjutkan oieh Ki Pasung Gerigis dan pasukan Ki Pasung Gngis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan Arya lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kcwalahan menghadapi pasukan Pasung Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk mcngadakan penindingan dengan Pasung Grigis. Pasung Grigis sarigat gembira karena itu terjadilah persahabatan dengan tentara Mojopahit. Pada saat terjadi perdamaian ini datanglah utusan dan Mojopahit, yaitu Kuda Pengasih yang merupakan adik sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kedatangan Kuda Pengasih ke Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kembali ke keraton Mojopahit

Pada kesempatan yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dcngan membawa emas manik, sebagai tanda persahabatan. Setelah berada di Mojopahit Ki Pasung Grigis merasa dirinya tertipu, dimana ia menang perang, namun kalah taktik, karena menghadap Mojopahit berarti kalah total
Pada saat Gajah Mada meninggalkan Bali, maka untuk keamanan pulau Bali, maka Gajah Mada menempatkan tentaranya di pulau Bali sebagai berikut:

  1. Arya Kuta Waringin di Gelgel
  2. Arya Kenceng di Tabanan.Arya BArya Dalancang diKapal
  3. Arya Belotong di Pacung.Arya Sentong di Carang sariArya Kanuruhan di Tangkas.Kryan Punta di Mambal.
  4. Kryan Jerudeh di Temukti.Kryan Tumenggung di Patemon
  5. Arya Demung Wang Bang di Kertalangu. ( keturunan Kediri ).
  6. Arya Sura Wang Bang ( Keturunan Lasem ) di Sukahet.
  7. Arya Wang Bang ( Keturunan Mataram ) di pusat Bedahulu, ?
  8. Arya Melel Cengkrong ( Jaran bhana ) di Jembrana.
  9. Arya Pemacekang di Bondalem.

Untuk meredakan hati Ki Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis diangkat sebagai menteri kerajaan Bedahulu, namun tetap diawasi oleh Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis di perintahkan untuk menumpas gerakan raja Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang mgin melepaskan diri terhadap kerajaan Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama dengan raja Sumbawa dalam perang tanding.

Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan pemerintahan di pulau Bali, walaupun sebahagian besar tentara Expidisi Gajah Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara Mojopahit kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang, sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang bukan merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi kacau karena munculnya pemberontakan - pemberontakan.

Mclihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan clan Ki Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Mojopahit dan mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah Bali
Terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap Mojopahit. Setelah dinindingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang bcrnama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.

Kcdatangan Dalem Ketut Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali ( Bcliau dinobatkan pada tahun ” Yoga Munikang netra den ing Bhaskara ( 1274 Caka) maka beliau tidak memilih tempat di Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh Patih Ulung.

Untuk meiemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada mengirim beberapa pasukannya ke Bali ; seperti : Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak dapat berbuat banyak.

Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur pemerintahan Bali seperti

  • Raja: Penguasa tertinggi.
  • Patih Agung.: Perdana Menteri.
  • Patih.
  • Bata Mantra (Tanda Manteri. )
  • Demung (Urusan Upacara ).
  • Temenggung ( Pemimpin tentara Rakyat.—

Di dalam mengatur pemerintahan, maka Arya Kanuruhan dan Arya Kuta Waringin mendapat tempat sebagai menteri Sekretaris Negara, karena kedua orang ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat pandai da!am ilmu pemerintahan Negara. Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Patih Agung , Arya Wangbang menjadi Demung. Demikianlah akhimya raja Kresna Kepakisan Wafat pada tahun £aka 1302.

Tersebutlah sekarang Si Arya Kanuruhan yang menjadi Menteri Sekretaris Negara dan bertempat tinggal di wilayah Tangkas kini beliau telah menginjak masa tua dan beliau telah banyak menulis buku - buku tentang Sasana Mantri (job training dari masing - masing Mantri) oleh karena itu beliau selalu diikut sertakan sebagai pendamping raja guna memberikan pertimbangan sesuatu sebeium diputuskan oieh raja.

Sebagai generasi penerus yang dilahirkan oleh Arya Kanuruhan antara lain:

  • Arya Brangsinga, anak yang tertua
  • Arya Tangkas, adalah putra beliau yang nomor 2 ( dua ).
  • Arya Pegatepan adalah putra beliau yang nomor 3


ARYA BRANGSINGA

Putra beliau seperti tersebut di atas memiliki ilmu yang sama dalam pemerintahan negara oleh karena itu kesemua putra beliau dipergunakan sebagai pendamping raja. Sedangkan putra beliau yang tertua yaitu Arya Brangsinga diangkat oleh raja sebagai pengganti ayahanda Arya Kanuruhan sebagai menteri Sekretaris Negara. Yang sangat menyukarkan bagi Arya Brangsinga dalam pemerintahan, karena sang raja yang bergelar Dalem Hile kurang waras, sehingga akhimya banyak yang menyhadap dari Jawa tidak puas, oleh karena itu Arya Brangsinga akhimya mengadakan sidang kerajaan untuk mengambil keputusan untuk pengangkatan Dalem ketut Ngelesir menjadi Raja. Beliau Dalem Ketut Ngelesir, setiap hari pergi ke desa - desa untuk berjudi, berkat kebijaksanaan para Mantri maka akhimya beliau diketemukan di desa Pandak oleh Bendesa Gelgel dan disini beliau dimohonkan untuk menjadi raja, sehingga berdirilah kerajaan baru, yaitu kerajaan Gelgel, tahun 1305 Caka.

Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem Ketut Ngelesir mengangkat beberapa pendamping antara lain :

  • Kryan Patandakan, menjadi Tanda Mantri.
  • Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih.
  • Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara.

Arya Brangsinga yang berkedudukan sebagai Mentri Sekretaris Negara, lalu beliau mempunyai dua orang putra yang diberi nama :

  1. Kiyayi Brangsinga Pandita ( Anak pertama )
  2. Kiyayi Madya Kanuruhan, ( anak ke dua )

Kcdua pulra beliau ini sangat tampan dan mcmiliki ilmu pemerintahan yang sangat tingyi oleh scbab itu salah salu putra beliau yang bernama Kiyayi Brangsinga Pandita, dipercayakan sobagai pendamping raja Dalem Ketut Smara Kepakisan ( Dalem Ketut Ngelesir). saat beliau di undang untuk menghadap kepada Sri Maha Raja Hayam Wuruk di Kcrajaan Mojopahit, pada waktu raja Hayam Wuruk akan rrielakukan upacara Caradha, yaitu Upacara yang dilakukan setiap 12 tahun sekali dengan tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang raja - raja Mojopahit, disamping upacara ini sebagai upacara kcagamaan maka upacara ini mengandung pula arti politik dimana pada upacara ini menghadaplah para adipati dan raja raja bawahan dengan membawa upeti sebagai tanda patuh, sehingga raja Hayan Wuruh, martabatnya menjadi naik.

Pada saat menghadapnya raja Bali dihadapan Sri Baginda Hayam Wuruk, maka raja Bali mendapat pituah di dalam pemerintahan hendaknya berpegang teguh pada Manawa Dharma Castra, yang merupakan pedoman hukum di dalam menjalankan roda pemerintahan ; disamping itu maka Sri Baginda Maha Raja Mojopahit juga menganugrahkan keris kepada raja Bali yang diberi nama:

  • Keris Canggu Yatra, karena keris ini dapat berputar-putar di desa Canggu.
  • Keris yang diberi nama Naga Basuki,Yaitu keris yang berisi gambaran Naga Taksaka yang sangat sakti.

Setelah tiba di rumah yaitu pulau Bali, maka pemerintahan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kerajaan Mojopahit.

Pada saat pemerintahan Dalem Watu Renggong di Gelgel, tersebutlah beliau Kiyayi atau Arya Brangsinga telah menjadi tua dan akhirnya beliau diganti oleh putra beliau yang tertua yaitu Arya ( Kiyayi) Brangsinga Pandita sebagai Manteri Sekretaris Negara. Karena mahirnya beliau di dalam ilmu ke Tata Negaraan maka beliau di berikan anugrah atau piagam oleh raja Dalem Waturenggong yang disaksikan oleh Brahmana - brahmana keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.

Adapun isi piagam itu sebagai berikut:

” Hai kita Brangsinga, kita tosing Ksattya, mangke Arya pwa pawakanta, apaart ira amatihi ingong, Ingong Iccha Pyagam, gagaduhan iawan kita, sinerating lapihan, maka pamiket baktin ta atuhan, Yeka wistrakena, ri santana prakti santananta kateka tekeng wekas, didine tan singsala ring ulah anawi, angamong manteri sasana, mwang sapratyekaning pati Iawan hurip, Ingong lugraha ri kita, aywa cawuh mwang bucecer, aywa predo, apan donating uttama ri kawanganta, mwah wus siddha linugrahan, de sang wawu rauh, apan mangkana mulaning Wilwatikta.

Arts bebas:

Hai engkau Brangsinga, kamu adalah ketuninan dari Ksatrya, sekarang kaniu kubenkan nama Arya karena kamu sangat patuh padaku ( Raja), aku akan membenkan piagam kcpadamu, yang kamu harus pegang atau tulis pada Icmpengan, sebagai landa baktimu kepada raja, itulah yang patut engkau ikuti, sampai dengan keturunanmu, agar jangan menimbulkan hal yang tidak baik didalam kamu mengabdi, kamu sewajarnyalah memegang kewajiban - kewajiban yang harus dilakvikan oleh para mcntcn (Menleri Sasana ) baik membenkan hukuman mati maupun hidup, hal ini aku serahkan scmuanya padamu, janganlah kamu bermain main, dan janganlah kamu lengah, olch karena niaha utama penugrahanku ini.
Setelah diberikan anugrah yang maha suci oleh Sang Pandita Wawu Rawuh ( disaksikan ) karena dialah ( Brangsinga ) yang ikut datang dan menerima anugrah di Mojopahit.

Demikianlah bunyi piagam yang diberikan oleh raja ( Dalem ) kepada keluarga Barangsinga yang diterima olch Kryan Brangsinga Pandita, dengan ucapan terima kasih di bawah duli tuanku raja semoga piagam tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan olch prati sentanan atau turunan hamba. Setelah lama Kiyayi Brangsinga berada di bumi maka beliau dimakan waktu dan menjadi tua dan akhimya mati. Sebelum beliau menmggalkan dunia ini, beliau telah memiliki 2 ( dua ) orang putra yaitu:

  1. Ki Gusti Singa Kanuruhan, beliau diangkat menjadi patih untuk melakukan perang.
  2. Ki Gusti Madya Kanuruhan. beliau mengantikan ayah beliau menjadiMantri Sekretaris Negara.

I Gusti Singa Kanuruhan yang menjadi Patih atau senapati bcliau kawin dengan seorang wanita dari Padang Rata, dan berputra 3 ( tiga ) orang, dua laki laki dan satu perempuan yang diberi nama:

  1. Yangpertama Ki Gusti Brangsinga Pandita(untuk mengenang namakakek beiiau ).
  2. Putra yang kedua ini adalah wanita, di beri nama I Gusti Luh Padangrata.
  3. Putra yang ketiga dan yang terkecil, adalah I Gusti Singa Padangrata

Sedangkan 1 Gusti Madya Kanuruhan yang menjabat Mantn Sekretaris Negara dalam zaman pemerintahan Dalem Bckung, dan dari beliau ini monghasilkan 3 ( tiga ) putra antara lain:

  • Ki Gusti Gede Singa Kanuruhan.
  • Ki Gusti Madya Abra Singa Sang San
  • Ni Gusti Ayu Brangsinga yang nanti dipakai istri olch I Gusti Ngurah Jelantik,( cucu dari Jelantik Bogol) .

Tersebutlah kemudian Ki Gusli Madya Abra Singosari beliau ini mengganti-kan kedviclukan ayahanda menjadi Menteri Sekretaris Negara, yang mana beliau mengambil istri dari Padang galak, akhirnya berputalah beliau yang diberi nama:

  1. Ki Gusti Luh Padang Galak.
  2. Ki Gusti Singa Lodra.
  3. Ki Gusti Kesari Demade.

Ki Gusti Madya Kanuruhan karena setia beliau pada raja Dalem Bekung, dimana kesalahan yang dilakukan oleh Dalem Bekung mengenai masalah perempuan maka meletuslah pemberontakan baru yang dipimpin oleh Pande Base, sehingga raja Dalem Bekung melarikan diri yang pertama kearah Kapal dan kemudian pindah ke Purasi, disinilah beliau menetap beserta Kiayi Gusti Madya Kanuruhan.

Setelah Gelgel kosong naiklah menjadi raja Ida Dalem Anom Sagening. Dalam pemerintahan beliau sangat aman dan pembrontakan - pembrontakan mulai dipadamkan. Oleh sebab Ki Gusti Madya Kanuruhan mengikuti Dalem Bekung dan bertempat tinggal di Purasi maka sebagai Menteri Sekretaris Negara dalam pemerintahan Dalem Sagening adalah Ki Gusti Madya Abra Singosari.

Salah satu keturunan dari Brangsinga ini, ada pula di kirim ke tanah Lombok, setelah beliau mengalahkan musuh di Kuta. Adapun beliau ini bernama Ki Gusti Singa Padang Rata, putra dari I Gusti Brangsinga Pandita. Oleh karena 1 Gusti Brangsinga Pandita hanya memiliki satu putra, dan telah dikirim beperang ke tanah Lombok, maka beliau menjadi sepi yang akhirnya beliau kawin lagi dengan 1 Gusti Luh Padang Galak. Dari Perkawinan ini maka memperolehlah 3 ( tiga ) orang putra antara lain:

  1. I Gusti Padang Rata, yang nantinya ditempatkan di desa Tanggu Wisia.
  2. Putra Nomor 2 ( dua ) bernama 1 Gusti Padang Galak.
  3. Yang tcrkecil, Ki Gusti Podang Kanuruhnn, yang kemudian bertempat tinggaldiKuta

Diceritakan kemudian 1 Gusti Singa Lodra, putra dari I Gusti Abra Singosari, beliau pergi meninggalkan Gelgel menuju desa Blahbatuh , bersama dengan Kryan Jelantik yang masih merupakan ipar beliau, di Belahbatuh. Beliau bertempat tinggal di desa Brangsinga di sebelah Selatan dari kota Belahbatuh, disini beliau kawin lagi, maka beliau memperoleh putra tiga orang yaitu

  1. Ki Gusti Sabranga, yang nantinya berdomisili di Seblanga ( Badung ).
  2. Ki Gusts Made Belang, beliau bertempat tinggal di Blangsinga ( Blahbatuh }
    I Gusti Padang Singa

Dari Putra kedua yaitu Ki Gusti Made Belang, beliau di Blangsinga, barputra 1 Gusti Singa Padu. 1 Gusti Singa Perang. i Gusti Padang Singa. IGusti Singa Aryata.
Kcmbali kita membicarakan masalah Gclgel. Sepeninggal beliau I Gusti Singa Lodra, maka kedudukan sebagai menteri Sekretans Negara dipegang olch putra bcliau yang bcrnama:

  • I Gusti Brangsinga Pandita.
  • Ki Gusti Madya Kanuruhan

Suatu putra yang lain dari Brangsinga, adalah putra dari I Gusti Gcde Singa Kanunahan dan 1 Gusti Madya Abra Kanuruhan kedua putranya mengikuti penyerangon daiem Pemayun ke Purasi untuk membela Dalem Bekung yang di kup o!e.h Kryan Made dari ketumnan Kcbon Tubuh.

Adapun putra lain yang dimiiiki oleh Singa Gede Kanurungan lalah:

  1. I Gusti singa Nabrang.
  2. I Gusti Madya Abra Singosari.
  3. 1 Gusti Nyoman Singosari. 1 Gusti Singa Gara.

Adapun putra ke dua dan Singa Gede Kanuruhan, yang bemama I Gustas Made Abra Singosari beliau berputra;

  1. I Gusti Wayan singa kanuruhan
  2. 1 Gusti Kesari Dimade
  3. I Gusti Nyoman Singa Rai.
  4. Ki Grusti Nyoman Singa Raga.

Sedang putranya yang bernama:
Ki Gusti Singha Anabrang, beliau aWiirnya menjadi kepala Desa Watwaya cli Karangasem, dan bertempat tinggal di Sclatan Pasar, Ki Gusti Nyoman Singosari beliau akhirnya bertempat tinggal di Menguwi, dan akhirnya beliau pergi ke desa Penebel, dan terakhir beliau bcriempat tinggal di desa Rangkan, Ki Gusti Singa Gara beiiau mernerintah di Subagan,

Putni putra beliau Abra Singosari seperti Ki Gusti Wayan Singa Kanumhan, memerintah di desa Bulakan, Ki Gusti Kesari Dimade, memerintah di Ujung. Ki Gusti Nyoman Singa Rai, memerintah di Desa Abyan Jero.

ARYA TANGKAS.

Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau berlugas ( mecndapat tugas ) dari raja sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas sipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.

Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu ( keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana.

Di Kertalangu inilah akhimya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas, beliau mempunyai seorang putra, yang bemama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan akibatnya Tangkas Dimade akhimya buta mengenai huruf sandi.

Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana ( hukum ) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja ( Dalem ) untuk membawa surat ke Badung ( Kertalangu ). Adapun isi surat ini adalah
pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te -tih.

Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ; ” Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem ? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini ‘ Apakah dosamu terhadap Dalem ?, dan bingunglah ayahnya berpikir - pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau : ” Ya ayahku samasekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya ” Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja ( Dalem ), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu unluk menuju ke jalan sorga Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kernatian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya.

Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahnda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya - jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha.

Setelah selesai upacara mejaya - jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup.
Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.

Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan : Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat.
Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja ) dan beliau berkata
-Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali ?

-Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu ?Katakanlah dengan cepat !
Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata : Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali.

Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menenma laporan beliau menjadi dian, dan berkata dalam hati beliau ” Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri- yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.

Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, waiaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.

Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu ( Badung ), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain - lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata : Marilah engkau dekat padaku Tangkas Berdatang sembahlah Tangkas, Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku ! Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja : ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, mariiah engkau dekat denganku. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.

Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau ( raja ) sebagaiberikut:

” Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu Apakah hai tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu ? Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas : ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri “. Mendengar ucapan. Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama , karena itulah beiiau berpikir - pikir lalu bersabda:

Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah ‘:

Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri !

Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung ‘
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas ialu berkata : Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk. sehingga hamba kena tulah ” dan hamba disebut langgana oieh seluruh jagat.
Kemudian berkatalah Sang raja kembali’: ” Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan “
Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja, kemudian diambii olch Tangkas, lalu di bawa ke Badung, dan sampai di Badung, maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar, dengan mengundang banyak keluarga
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG . Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali.

Di daiam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari keluarga Bcndcsa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah - tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhimya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali dan keturunan danJawa tetap terpelihara, oieh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali, dari pembrontakan - pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit.

Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oieh Patih Gajah Mada
Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung

Unluk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel. karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang mempakan pusal ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Geigel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel

Menurut Babad Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut

Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki {tidak beranak laki - laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Danl agi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, Dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan - turunan kita dengan sebutan Bendesa Sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan - turunan beliau bila ada lahir dan beliau.
Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga. ” ( Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982 ).

Demikjanlah kata - kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara - saudara sepupu dan mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara - saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung.
Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kori Agung, yang Juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Geigel, di samping tamu yang lainnya.

Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 ( empat ) orang putra dengan nama yaitu:

  1. Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
  2. Anak kedua Bendesa Tangkas.
  3. Anak ketiga Pasek Tangkas.
  4. Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung

Demikianlah keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya.
Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengnn raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:

  1. Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih - lebihBendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
  2. Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkasdiberikan tanda jasa oleh raja berupa:
    a.Tangkas tidak boleh dihukum mati.
    b.Tidak boleh dirampas artha bendanya.
    c.Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
    d.Bebas pajak.
    e.Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmatkataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
  3. Melakukan upacara yang ada di Besakih.

ARYA PEGATEPAN.

Putra dari Arya Kanuruhan yang nomor 3 (tiga ) adalah Kiyayi Pegatepan. putra beliau yang ketiga ini adaiah sangat cerdas, disamping sangat tangkas Sebagai seorang prajurit kerajaan, maka Kiyayi Pegatepan mendapat tugas untuk mengamankan kekacauan yang ada di daerah Tianyar ( bekas daerah Ki Tunjung Tutur )

Pada masa pemerintahan Dalem di Gelgel, maka pada waktu ini yang diberikan hak untuk menguasai dan mengamankan daerah Tianyar, adalah keturunan dari Sira Arya Gajah Para. Dua orang cucunya dan Sira Arya Gajah Para yaitu Kiyayi Ngurah Tianyar, dan adik kandungnya yang bernama Kiyayi Ngurah Kaler, dimana kedua kakak beradik ini mengadakan suatu persengketaan yang sangat hebat, dengan melibalkan beberapa pengikutnya di Tianyar yang menyebabkan kacaunya daerah Tianyar serta keamanan tidak terjamin.

Adapun permasalahan yang mcnimbulkan persengketaan sengit ini adalah masalah berselisih pendapat tentang jalannya pelaksanaan Upacara Pengabenan dari jenazah ayah mereka.

Dengan memuncaknya perang yang sangat hebat ini maka keamanan di daerah ini sangat menyedihkan sehingga kekacauan ini sampai ditelinga raja di Gelgel. Untuk mengamankan dan mendamaikan kedua kakak beradik ini dikirimkannyalah pasukan dari Gelgel di bawah pimpinan Kiyayi Pegatepan. Kiyayi Pegatepan tiba di Tianyar, dengan pasukan pilihan masuk menyelusup ke wilayah pertempuran, akan tetapi pcrtempuran sukar di damaian, sehingga Kiyayi Ngurah Tianyar dan adiknya Kiyayi Ngurah Kaler, keduanya gugur di medan pertempuran. Gugurnya kedua saudara ini masing - masing meninggalkan istri mereka dengan anak yang masih kecil ( bayi ). Sedangkan Kiyayi Ngurah Kaler meninggalkan istri yang sedang mengandung.

Karena gugumya kedua cucu dan Gajah Para, dan keamanan beium terjamin sepenuhnya, maka atas perintah raja Kiyayi Pegatepan ditugaskan terus di Tianyar, sampai desa tersebut betul - betul aman Karena lamanya Kiyayi Pegatepan berada di daerah Tianyar, maka makin lama makin senanglah beliau memegang wilayah tersebut dan akhirnya beliau berketetapan hati untuk tidak meninggalkan wilayah tersebut.

Di Wilayah Tianyar inilah beliau akhirnya mengambi! rabi/ istri yang nantinya melahirkan dua orang putra yang masing -masing putra beliau bernama
Putra pertama diberi nama Kiyayi egatepan Putra kedua Kiyayi Madhya Bukian
Karena lamanya beliau tinggal di Tianyar, maka kedua putranya ini masing -rnasing menurunkan keturunannya sedemikian banyak Kelurunan inilah terus tersebar ke desa dcsa, keseluruh pelosok wilayah Bali

Tianyar merupakan daerah terpencil dimana hubunqan dengan pusat, menjadi jauh sehingga penulisan dan siisilah keluarga dan Kiyayi Pegatepan tidak diuraikan lagi.
Demikianlah silsilah singkat Arya Kanuruhan, semoga cerita ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi keluarga besar ARYA KANURUHAN,

Sumber Pustaka

I Made Siswambara, SH

RAJA PEMECUTAN IX

KIYAYI ANGLURAH PEMECUTAN IX /
KIYAYI NGURAH AGUNG PEMECUTAN
( 1851 - 1906 )


Dengan wafatnya Kiyai Anglurah Pemecutan VIII karena beliau tidak berputra (putung) maka singgasana di Puri Agung Pemecutan menjadi kosong. Maka kalau dilihat dari garis keturunannya maka yang berhak mengisi kekosongan tersebut adalah dari Puri Kanginan Pemecutan sebagaimana yang sudah dilaksanakan pada waktu penobatan Kiyai Anglurah Pemecutan VII yang berasal dari Puri Kanginan. Adapun yang masih tinggal di Puri Kanginan adalah adik dari Kiyai Anglurah Pemecutan VIII yaitu Kiyai Agung Lanang Pemecutan


Peristiwa Penting Pada Masa Pemerintah Kiyai Anguran Pemecutan IX
Perang Kerajaan Badung dengan Kerajaan Mengwi

Pada Waktu Kerajaan Mengwi dibawah pemerintahan putra dari yaitu I Gusti Agung SaktiI Gusti Made Agung Alangkajeng hubungan Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Badung agak membaik, hal tersebut terjadi karena I Gusti Made Agung langkajeng merelakan putrinya yaitu Ni Gusti Ayu Bongan kawin dengan Angurah Pemecutan III/ Ida Bhatara Maharaja Sakti sehingga melahirkan putra yang dibuatkan Anak Agung Gde OkaJero di Kaleran Kawan. Dan sebagai hadiah perkawinan maka daerah pesisir seseh sampai bukit Uluwatu diberikan kepada Kerajaan Badung , tetapi adanya Pura Ulunsuwi dan Pura Uluwatu harus dipelihara oleh Kerajaan Badung.

Semenjak itu Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Badung hidup rukun sebagai suatu keluarga besar demikian seterusnya sampai berjalan empat keturunan. Setelah pemerintahan dipegang oleh I Gusti Agung Bhima Sakti politik pemerintahan Kerajaan Mengwi mengalami perubahan antara lain dengan adanya keinginan untuk mengambil bekas wilayah Mengwi yang diambil oleh kerajaan Badung. Selain itu pada masa pemeritahan I Gusti Agung Bhima Sakti dengan dibantu oleh 2 adipati Agung yaitu Gusti Putu Mayun dan Gusti Made Ngurah timbul kecendrung dari pemuka-pemuka Kerajaan Mengwi untuk bertindak lebih bebas dari kekuasaan Dewa Agung di Klungkung sehingga kerajaan Mengwi mempunyai kedudukan yang sama dengan Kerajaan lain di Bali. Hal demikian tentunya ditentang keras oleh Dewa Agung di Klungkung yang meghendaki agar semua kerajaan di Bali dihimpun dibawah kekuasaan Kerajaan klungkung.

pada awal tahun 1891 mulai timbul kekacauan di Kerajaan Mengwi karena percekcokan antara Raja dengan Adipati Agung Gusti Agung Made Alangkajeng yang terkenal sebagai pimpinan perang yang ulung dan gagah perkasa sehingga beliau mendapat julukan sebagai Macan Kerajaan Mengwi. Gusti Agung Made Alangkajeng mengambil istri dari Puri Arya Tegeh Kuri di Badung dan karena perselisihan tersebut beliau meninggalkan Kerajaan Mengwi dengan membawa pusaka-pusaka Kerajaan dan menetap di Badung.

Selain itu punggawa Sibang juga memperlihatkan sikap bermusuhan dengan Kerajaan Mengwi dan ingin berdiri sendiri, hal tersebut terjadi karena punggawa tersebut dihukum akibat dituduh melakukan tindak pidana melanggar sopan santun. Raja Mengwi minta bantuan Dewa Agung dari Klungkung untuk menengahi persoalan tersebut, akan tetapi campur tangan Dewa Agung ternyata malah merugiakan Kerajaan Mengwi sendiri karena Dewa Agung justru membujuk Punggawa Sibang untuk memberontak terhadap rajanya. Alasan Dewa Agung bertindak demikian karena tindakan raja Mengwi yang menduduki sebagian daerah Negara seusai pemberontakan Cokorde Gde Oka Negara terhadap Dewa Manggis (VII) Raja Gianyar.

Oleh karena itu Dewa Agung dengan didukung oleh Adipati Agung Dewa Agung Rai dengan penasehat Agung Pedanda Ida Ketut Pidada ingin mengail didalam air keruh dan mengadakan campur tangan dalam kekacauan politik di Mengwi. Hubungan Kerajaan Karangasem dan Kerajaan Mengwi erat karena adanya pertalian persaudaraan, maka Dewa Agung Minta bantuan Raja karangasem Gusti Gde Jelantik untuk pergi ke kerajaan Mengwi dengan tujuan untuk mengusahakan perdamaian di sana. Gusti Gde Jelantik bersedia memenuhi permintaan Dewa Agung tersebut. Dewa Agung mengharapkan misi tersebut dapat mencapai hal sebagai berikut :

  1. Permusuhan di Mengwi antara golongan dan ketegangan dengan Kerajaan Badung harus dihentikan.
  2. Menyakinkan Raja Mengwi untuk menghentikan usahanya mendapatkan kebebasan dari Klungkung dan kembali lagi pada keadaan dahulu yaitu Kerajaan Mengwi merupakan bagian dari Kerajaan Klungkung dimana Dewa Agung memegang kekuasaan tertinggi.
  3. Meyakinkan Raja Mengwi agar menarik pasukannya dari daerah Negara dan menghentikan pendudukan di daerah tersebut.
Hasil kunjungan Raja Karangasem menghasilkan kesepakatan bahwa Raja Mengwi bersedia pergi ke Klungkung menghadap Dewa Agung untuk minta Maaf atas keikhlafannya, tetapi dengan syarat Raja Karangasem Gusti Gde Jelantik harus turut serta. Raja Mengwi takut hal yang sama akan menimpanya seperti raja Gianyar Dewa Manggis (VII) pada tahun 1885 diasingkan di Satria ketika akan menghadap Dewa Agung.

Hasil kunjungan Gusti Gde Jelantik telah dilaporkan kepada Dewa Agung dan kedatangan Raja Mengwi ditungu tunggu di Klungkung namun Raja Mengwi tidak muncul muncul. Penundaan keberangkatan Raja Mengwi disebabkan karena Punggawa Sibang tidak bersedia turut serta dengan rombongan Raja Mengwi, Raja Mengwi takut Punggawa Sibang akan mengadakan pemberontakan tatkala dirinya tidak ada di Puri Mengwi. Namun dibalik itu semua ternyata Dewa Agunglah yang memberi nasehat kepada Punggawa Sibang agar tidak ikut dalam rombongan Raja Mengwi ketika menghadap dirinya ke Kerajaan Klungkung.

Ketidakharmonisan hubungan Kerajaan Mengwi dan Badung dimulai ketika Kerajaan Mengwi membendung empelan Tukad Mambal sehingga sawah sawah yang ada di wilayah Kerajaan Badung menjadi kekeringan dan gagal panen yang berkali kali sehingga menimbulkan kepalaran. Dekimian pula di daerah Tegal Linggah , Kerobokan, Mergaya, Abiantimbul, berkali kali Mengwi melakukan pelanggaran dengan memasuki wilayah Badung secara gelap sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi penduduk di wilayah tersebut, untuk mengantisipasi hal tersebut maka Puri Pemecutan mengambil langkah langkah sebagai berikut :

  1. Daerah Mergaya ditugaskan kepada Anak Agung Gde Banjar dari Jero Dawan Kanginan untuk membuat perkemahan di tepat tersebut bersama putra putra beliau.
  2. Daerah Umaduwi ditugaskan kepada Anak Agung Putu Pande untuk membuat perkemahan di Agel Abiantimbul.
  3. Desa Jimbaran ditugaskan Anak Agung Gde Pande dari Jero Dawan Tegal untuk membuat perkemahan di Br tegal Jimbaran.
  4. Daerah Kuta sampai Seminyak ditugaskan kepada Putra putra Kiyai Lanang Ukiran Jero peken Pasah yaitu Jero Seminyak, Jero legian Kaja dan Jero Temacun dipimpin oleh Kiyai Lanang Legian
Diceritakan keadaan disemua fron, infiltrasi laskar Mengwi semakin meningkat, tiap hari terjadi pertempuran kecil-kecilan, masing masing berusaha mengintimidasi satu sama lainnya. Di daerah Sempidi mulai pecah perang antara Pemecutan melawan Mengwi. Laskar andalan Mengwi sudah bersiap-siap disebelah utara sedangkan laskar Pemecutan dipimpin oleh Anak Agung Made Banjar dengan bersenjatakan keris pusaka Rereg Langse, cucu dari Kiyai Agung Lanang Dawan dengan dibantu oleh para Wargi, Tambyak dan laskar Bugis berada di sebelah selatan.

Kedua belah pihak sama sama mengeluarkan senjata andalannya, dari pihak Sempidi mengeluarkan keris Penglipuran dan Ki Sekar Gadung sedangkan laskar Padangsambian mengeluarkan tombak Sableg yang mengeluarkan cahaya biru yang amat ditakuti oleh laskar Sempidi, sebab mereka telah membuktikan keampuhan senjata tersebut pada waktu mereka mengikuti I Kiter menyerang Desa Tegallinggah.

Kiyai Wayan Lemintang di Jero Peguyangan mengirim putranya untuk membantu laskar Padangsambian, mereka menuju desa Benoh dan membuat perkemahan di Petangan Ubung dan sampai sekarang keturunan beliau masih bertempat tinggal di Petangan Ubung. Laskat Bugis diperintahkan maju menuju desa Sibang, disana mereka dihadang oleh laskar Sibang yang sudah siap tempur sehingga pertempuran tidak terelakkan lagi dan menimbulkan korban yang cukup banyak dari kedua belah pihak.

Laskar Bugis menembakkan senjata meriam sehingga tepat mengenai pohon beringin di pasar Sibang sehingga pohon tersebut tumbang dan membuat ketakutan laskar Sibang, Semua laskar Sibang kemudian mengundurkan diri ke Desa Mambal dan laskar Peguyangan dan laskar Bugis terus mengepungnya.Pertemuan di wilayah Sempidi tidak kalah serunya, Laskar Padangsambian dibantu oleh Tambiyak dan laskar Jero Petangan mendesak laskar Sempidi sampai di bencingah Jero Sempidi.

Anak Agung Putu Kuskus, Anak Agung Putu Riyong dan Anak Agung Putu Gde Grejeg pimpinan laskar Pemecutan sedang memburu I Gusti Agung Rai pimpinan laskar Sempidi. I Ngetis dari laskar Pemecutan sedang terlibat pertempuran dengan memutar mutar tombak Sableg sehingga laskar Sempidi banyak yang menemui ajalnya sedangkan sisanya yang masih hidup lari menyelamatkan diri. I Gusti Agung Rai karena sudah terdesak melarikan diri kedalam Jero.Tidak berapa lama dari dalam Jero Sempidi berkibarlah bendera putih tanda menyerah, seorang utusan keluar dari Jero Sempidi membawa bendera putih menuju markas Pemecutan dengan membawa surat.

Dalam surat tersebut I Gusti Agung Rai menyatakan menyerah dan menyatakan tunduk kepada Pemecutan dan siap mengabdi. Anak Agung Made Banjar sebagai pimpinan tertinggi Laskar Pemecutan menerima permohonan tersebut tetapi dengan syarat I Gusti Agung Rai tidak diperkenanan lagi untuk tinggal di Jeronya semula, Jero tersebut akan dihancurkan semua sebagai pembayaran pampasan perang. Untuk pembangunan jero yang baru I Gusti Agung Rai diperkenankan disebelah barat pasar Sempidi. Laskar Padangsambian membongkar semua bangunan di Jero Sempidi.

  • Anak Agung putu Grejeg mengambil keris yang bernama Ki Sekar Gadung dan seperangkat bale gede saka roras meperada. Keris tersebut sampai sekarang masih tersimpan di Pemerajan Jero Dawan Tegal.
  • Putra Kiyai Wayan Lumintang mengambil keris yang bernama Si Penglipuran dan sampai sekarang masih tersimpan di Pemerajan Jero Petangan Ubung.
  • Anak Agung Gde Banjar mengangkut seperangkat bale gede saka roras meperada terus dibangun di Jero Dawan kanginan.
  • Anak Agung Putu Reyong mengangkut bale bale yang telah dibongkarnya dan dibangun kembali di Br Buana Agung.
  • Sedangkan bekas Jero Sempidi disita dibagi oleh 5 kemoncolan Dawan. Masing masing moncol membangun Jero ditempat tersebut.
Setelah pertahan Kerajaan Mengwi di Desa Sempidi, Dalung dan Sibang dapat dihancurkan maka kekuatan induk pertahanan kerajaan mengwi dipusatkan di desa Mengwitani dan diperkuat oleh pasukan andalan Mengwi yaitu Pasukan Terua Batu Bata.

Menlihat situasi demikian Anak Agung Made Banjar sebagai pimpinan tertinggi Laskar Pemecutan berpedapat bahwa jika laskar Pemecutan mengempur daerah tersebut tentunya akan menimbulkan korban yang sangat banyak dari pihak Pemecutan sehingga beliau memutuskan untuk merubah siasat akan menyelinap ke jantung pertahanan musuh didampingi oleh pasukan berani mati laskar Pemecutan.


Anak Agung Made Banjar sendiri yang akan memimpin laskar berani mati tersebut dibantu oleh 4 orang pilihannya dari jero Pekandelan ada yang namanya Nang Semblong. Pada jam 3 pagi berangkatlah Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang pengiringnya menuju Mengwi.

Sesampainya di desa Pupuhan, beliau dicegat oleh laskar Mengwi sehingga terjadilah pertempuran namun hal tersebut berhasil diatasninya. Desa tersebut sekarang dinamakan desa Pupuan (Pupuh berarti dikeroyok dan dipukuli)

Pada jam 8 pagi Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang pengiringnya telah sampai di bencingah Puri Mengwi, beliau beristirahat sejenak sambil melihat situasi untuk melakukan penyerangan. Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang benar benar berjibaku tanpa membawa senjata kecuali kain putih yang dinakan kekudung. Selama berteduh di Bencingan Puri Mengwi sama sekali tidak ada orang yang menaruh curiga kepada Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang pengiringnya.

Tanpa disangka sangka keluarlah iringan Raja Mengwi I Gusti Agung Bhima Sakti dengan dikawal oleh pasukan berani mati Taruna Batu Bata yang bermaksud akan muspa ke Pura Taman Ayun. Beliau diusung dengan tandu kebesaran, diapit oleh permaisuri dan para selir semuanya berpakaian serba putih bagaikan orang yang akan maju ke medan perang.

Suasana menjadi sangat hening, rakyat menundukkan kepala memberi penghormatan kepada Raja yang lewat.Kesempatan tersebut tidak disia siakan oleh Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang pengiringnya dengan secepat kilat melompat keatas tandu sang Raja. Hal tersebut menimbulkan kepanikan dari Raja dan pengiringnya sehingga pertempuran tidak terelakkan lagi.

I Gusti Agung Bhima Sakti menghunus keris sakti Ki Bintang Kukus yang mengeluarkan cahaya yang gemerlapan langsung ditusukkan ke dada Anak Agung Made Banjar, namun keris tersebut ternyata tidak mampu menembus badan Anak Agung Made Banjar.Perang tanding kemudian dilanjutkan di bawah dan berlangsung dengan sangat hebatnya. Masing masing berusaha secepatnya menjatuhkan lawannya sampai akhirnya Anak Agung Made Banjar mengeluarkan kekudung putih yang membuat Raja Mengwi I Gusti Agung Bhima Sakti jatuh tak sadarkan diri.

Pasukan Taruna Batu Bata kemudian melarikan Rajanya menuju desa Kaba Kaba. Pertempuran kemudian berlanjut antara Anak Agung Made Banjar bersama 4 orang pengiringnya melawan pasukan Taruna Batu Bata, karena lawan yang tidak seimbang 4 orang pengiring Anak Agung Made Banjar tewas dalam pertempuran tersebut. Sedangkan Anak Agung Made Banjar menderita luka yang cukup parah terus mengamuk dengan kekudung putihnya sehingga pasukan Taruna Batu Bata banyak yang menjadi korban, sisanya yang masih hidup lari menyelamatkan diri.

Diceritakan kembali kedaan Raja Mengwi I Gusti Agung Bhima Sakti didalam perjalanan menuju desa Kaba-Kaba masih dalam keadaan belum sadarkan diri, sesampainya beliau di desa Mengwitani menghembuskan nafasnya yang terakhir. Beliau dinyatakan wafat pada tanggal 20 Juni 1891 jam 11 siang. Dengan gugurnya Raja Mengwi I Gusti Agung Bhima Sakti, seluruh masrkas pertahanan Kerajaan Mengwi kehilangan semnagat tempurnya sehingga banyak yang sudah meninggalkan pos pos pertahanannya.

Kedua Adipati Agung Kerajaan Mengwi yaitu Gusti Putu Mayun dan Gusti Made Ngurah dapat menyelamatkan diri ke desa Seseh dan dari tempat tersebut menuju padang cove untuk seterusnya menuju Kerajaan Karangasem menghadap Raja Gusti Gde Jelantik. Pada waktu kedua adipati tersebut menghadap raja Karangasem kontrolir Belanda J.H Liefrinck sedang berada disana dan menurut lasporannya Raja Karangasem memperlihatkan sepucuk surat dari Raja Badung menjawab surat darinya yang mempertanyakan mengapa kerajaan Badung menyerang daerah Sibang.

Jawabannya bahwa hal tersebut dilakukan atas perintah langsung Dewa Agung. Mengetahui hal tersebut kedua adipati sangat menyesalkan sikap Dewa Agung tersebut yang menyarankan kepada Kerajaan Mengwi untuk berdamai dengan kerajaan Badung sehingga Kerajaan Mengwi tidak sempat membangun benteng-benteng pertahanan untuk mengantisipasi serangan tersebut. Raja Karangasem Gusti Gede Jelantik sangat malu karena beliaulah yang menjadi utusan Dewa Agung ke Kerajaan Mengwi untuk menyampaikan amanat dari Dewa Agung tersebut yang ternyata semua itu adalah muslihat untuk menghancurkan Kerajaan Mengwi.

Di Markas besar laskar Dawan Pemecutan di Sempidi setelah mendengar wafatnya Raja Mengwi I Gusti Agung Bhima Sakti, seluruh pasukan diperintahkan maju memasuki Puri Mengwi. Didalam perjalanan menuju Puri Mengwi tidak ada perlawanan yang berarti. Seluruh lascar Dawan Pemecutan sudah berada di sekitar areal Puri Megwi dengan pegelaran bulan sabit, siap tempur sehingga tak satupun warga Mengwi yang berani keluar rumah semuanya bersembunyi di rumah masing-masing.

Sebagian laskar Dawan Pemecutan menyelamatkan pimpinan pasukan Anak Agung Made Banjar yang menderita luka sangat parah untuk dibawa menuju desa Pangsambian. Pada jam 4 sore sampailah rombongan tersebut di Padangsambian dan Anak Agung Made Banjar karena menderita sangat parah akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir pada jam 6 sore. Namun sebelum beliau meninggal beliau masih sempat memberikan petuah-petuah untuk kelurganya.

Hingga saat ini masih dijumpai benda bend peninggalan sejarah yang berkaiatan dengan perang antara Kerajaan Mengwi dan Badung tahun 1891 diantaranya di Pemerajan Jero Padangsambian masih disimpan Keris bernama Rereg Langse dan tulup yang masih disungsung oleh keturunan Kiyayi Agung Lanang Dawan di Padang Sambian demikian pula keris penglipuran yang dirampas dari kerajaan Mengwi yang kalah di Sempidi dibawah pimpinan putra Kiyayi Wayahan Lumintang masih tersimpan di Jero Peguyangan.

Kembali ke keadaan Puri Mengwi, bendera putih berkibar di di pintu gerbang Puri sebagai pertanda Kerajaan sudah menyerah dan tunduk kepada kekuasaan kerajaan Pemecutan. Dan tidak berapa lama 2 orang utusan keluar dari puri dengan membawa bendera putih berjalan menuju markas laskar Dawan Pemecutan yang sedang membuat tenda di Bencingah Puri mengwi. Utusan tersebut bernama I Gusti Agung Kerug dan I Gusti Agung Bedu keduanya masih kerabat Raja Mengwi dan mereka berdua datang sebagai wakil kerajaan Mengwi untuk mengadakan perudingan dengan pimpinan Laskar Dawan Pemecutan yang sekarang diambil oleh Anak Agung Putu Kukus.

Dalam perundingan tersebut kerajaan Mengwi menyatakan menyerah dan mulai saat ini seluruh daerah kekuasaan Kerajaan Mengwi diserahkan kepada Puri pemecutan dan disertai permohonan agar semua keluarga Puri masih tetap diperkenankan diperkenankan untuk tinggal di dalam Puri. Untuk sementara waktu pimpinan laskar Dawan Pemecutan Anak Agung Putu Kukus dapat menerima hal tersebut tetapi dengan catatan apabila terjadi perbuatan yang dapat merugiakan pihak Pemecutan maka Puri Mengwi akan dihancurkan seperti halnya Jero Sempidi diratakan dengan tanah sebagai pampasan perang.

Setelah kerajaan Mengwi menyerah, maka untuk menjalankan pemerintahan sementara diambil oleh Anak Agung Putu Kukus , dan beliau membangun Puri disebelah utara Puri Mengwi menghadap keselatan bernama Puri Dawan Mengwi.

Laskar Kyai Lanang Kemoning dari Jero Bantanmoning Grenceng ikut mematahkan perlawanan Mengwi dari arah barat. Untuk mengantisipasi terjadinya pemberontakan kembali maka laskar Lanang Kemoning diperintahkan membangun Jero disebelah Puri Mengwi. Untuk melestarikan persatuan seluruh laskar Pemecutan di Mengwi maka dibangun Bali banjar diberi nama Banjar Badung.

Dengan kekalahan tersebut hancurlah Kerajaan Mengwi yang pada masa lampau merupakan salah satu kerajaan besar dan Jaya di Bali. Sebagaimana diketahui pada abad ke 18 Badung masih merupakan bagian dari Kerajaan Mengwi dan baru pada awal abad ke 19 Badung dibawah pimpinan Gusti Ngurah Made Pemecutan/ Maharja Bhatara sakti/ Anglurah pemecutan III melepaskan diri dari Kerajaan Mengwi dan muncul sebagai kerajaan yang berdiri sendiri.

Wilayah bekas kerajaan Mengwi sekarang diduduki oleh Kerajaan Pemecutan Badung untuk wilayah selatan dan wilayah barat dikuasai oleh Kerajaan Tabanan. Dengan dikuasainya desa kapal dan Mengwitani oleh kerajaan Pemecutan maka kerajaan ini mempunyai gubungan langsung dengan Kerajaan Tabanan yang senantiasa diidam-idamkan oleh dua kerajaan ini. Daerah Sibang diperintah langsung oleh Dewa Agung dari Klungkung sedangkan desa Bongkasa, Carangsari dan Angantaka dikuasai oleh Punggawa Ubud Cokorde Gde Sukawati.

Mengapa kerajaan Tabanan ikut serta memperoleh pembagian wilayah dengan jatuhnya Kerajaan Mengwi, karena pada Perang antara Badung dengan Mengwi Kerajaan Tabanan dibawah pemerintahan Raja Singasana ikut serta membantu laskar Badung untuk menundukkan Kerajaan Mengwi. Hubungan antara Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Tabanan dalam beberapa tahun terakhir memang kurang baik yang disebabkan oleh beberapa hal.

Ki Gusti Ngurah Teges dari Puri Kaba-Kaba yang ikut berperang dibawah panji Kerajaan Mengwi berhasil ditundukkan dan menyerah pada Puri Kaleran Tabanan, sehingga rakyat dan seluruh wilyah kekuasaanya jatuh ke tangan Kerajaan Tabanan. Melihat keadaan yang demikian Raja Karangasem Gusti Gde Jelantik yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kerajaan mengwi merasa mempunyai tanggung jawab untuk bertindak.

Raja Karangasem ingin pergi ke Mengwi dengan pasukan yang lebih besar untuk memulihkan keadaan dan keamanan di wilayah Mengwi. Untuk itu raja Karangasem minta ijin kepada Dewa Agung untuk melewati wilayahnya dalam perjalanan menuju Mengwi. Permintaan tersebut ditolak oleh Dewa Agung dan hanya 50 orang orang yang dijinkan melalui daerahnya untuk pergi ke Mengwi, itupun tanpa membawa senjata kecuali keris. Dewa Agung khwatir apabila hal tersebut dibiarkan maka keadaan akan semakin kacau dan perang besar tidak akan bisa dihindarkan antara Kerajaan Karangasem dengan Kerajaan Pemecutan Badung.

Dewa Agung kemudian memerintahkan menutup perbatasan Klungkung dengan Karangasem dan memerintahkan dibangun kubu-kubu pertahanan untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi.. Hal tersebut menimbulkan reaksi dari Kerajaan karangasem yang kemudian membangun pula benteng-benteng pertahanan dan pertempuran kecil-kecilan tidak terhindarkan sehingga menyebabkan kedua kerajaan dalam keadaan perang.

Kerajaan Lombok ingin membantu Kerajaan Karangasem dalam peperangan melawan Klungkung, namun hal tersebut diketahui oleh Residen/Komisaris pemerintah Hindia-Belanda di Singaraja M.C Dannenbargh yang mengkwatirkan Raja Selaparang Lombok akan mengail di air yang keruh memanfaatkan setuasi yang demikian. Dalam kunjungannya ke Lombok, M.C Dannenbargh berhasil meyakinkan Raja Selaparang untuk membatalkan keinginannya tersebut sehingga terhindarlah perang yang lebih besar terjadi di daerah Bali.

Sebagai balasan atas tindakan Dewa Agung, maka Raja Karangasem Gusti Gde Jelantik diam-diam memberi ijin kepada punggawa-punggawa Kerajaan Gianyar yang mengalami pengasingan di Karangasem kembali ke daerah asalnya. Oleh karena itu punggawa Abianbase, Punggawa Blahbatuh Gusti Ngurah Made dan Punggawa Sukawati Anak Agung Gde Agung bertolak kembali ke daerah asalnya masing-masing sehingga memaksa punggawa-punggawa yang diangkat oleh Dewa Agung terpaksa kembali ke Klungkung seperti Cokorde Lingsir yang bertugas di Blahbatuh.

Ketiga Punggawa-punggawa tersebut telah kembali ke Gianyar dan menempatkan diri dibawah kekuasaan Raja KarangasemKembali ke keadaan di wilayah Badung Pemecutan, Setelah perang antara Badung dengan megwi berakhir maka tiga serangkai Raja Tabanan, Raja Badung Pemecutan dan Raja Gianyar sepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama di bidang pertahanan. Perjanjian tersebut dilaksanakan di daerah Badung dan Raja Tabanan diwakili oleh Sirarya Ngurah Made Kaleran, sedangankan Raja Gianyar I Dewa Pahang hadir secara langsung dalam acara tersebut.

Di Badung tepatnya di Pura Nambangan Badung ketiga raja tersebut beserta Manca dan pejabatnya masing masing mengangkat sumpah (padewa Saksi) untuk menjalin hubungan persahabatan untuk saling membantu satu sama lainnya. Setelah acara selesai Raja Gianyar I Dewa Pahang kembali ke Puri Gianyar sedangkan wakil Raja Tabanan Sirarya Ngurah Made Kaleran menginap semalam di Puri Pemecutan.

Keesokan harinya rombongan mampir ke Puri Denpasar dan disuguhi hidangan. Ketika rombongan sedang bersantap tiba tiba Sirarya Ngurah Made Kaleran ditikam oleh Kiyai Ngurah Rai dari Jero Beng Kawan dengan keris yang bernama I Ratu Puri kaleran yang merupakan keris anugrah dari Dalem Klungkung. Sirarya Ngurah Made Kaleran tewas ditempat dan seisi puri menjadi panik dan kentongan tanda bahayapun di bunyikan sehingga pengawal Puri berhamburan masuk ketempat kejadian. Kyai Ngurah Rai kemudian ditangkap dan dibunuh di tempat tersebut dan mayatnya ditarik lewat sombah (lubang pembuangan air dibawah tembok) karena saking marahnya rakyat Badung karena kejadian tersebut.

Peristiwa tersebut menyisakan duka yang dalam bagi Kerajaan Badung dan Tabanan dan jenazah Sirarya Ngurah Made Kaleran diusung kembali ke Tabanan dan dimakamkan di tanah kelahirannya. Sirarya Ngurah Made Kaleran setelah meningal diberi julukan I Ratu Karuwek Ring Badung.

Kembali kedaerah Mengwi setelah pemerintahan Anak Agung Putu Kukus berjalan 5 tahun mulai terjadi pemberontakan kecil kecilan oleh rakyat Mengwi yang dipimpin oleh I Gusti Agung Kerug. Namun pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dan I Gusti Agung Kerug dapat meloloskan diri menuju desa Angantaka. Keadaan dapat dipulihkan kembali berkat kesigapan laskar Pemcutan mengantisiasi hal tersebut.


Pewaris Kerajaan Mengwi Gusti Gde Agung masih mencoba untuk mengadakan pemberontakan terhadap kekuasaan Kerajaan Badung dengan bantuan rakyat mengwi yang yang masih setia, akan tetapi dalam pertempuran di desa Penarungan pada tahun 1895 pasukan yag dipimpinnya dapat dihancurkan oleh pasukan Badung dibawah panglimanya yang terkenal yaitu Gusti Alit Raka Debot.

Dengan kekalahan tersebut Gusti Gde Agung terpaksa hijrah lagi ke Ubud dan menempatkan dirinya dibawah perlindungan Cokorda Gde Sukawati sambil menunggu kesempatan lagi untuk merebut Mengwi kembali.

Pada tahun 1898 Gusti Gde Agung meninggalkan Ubud menuju Desa Carangsari Tabanan dan beliau berhasil meyakinkan Manca Sarangsari untuk membantunya. Dengan bantuan Manca tersebut beliau menerukan perjalanan ke Desa Abiansemal dan selanjutnya menetap disana. Beliau menamakan dirinya Cokorda Abiansemal sebagai penguasa yang berdiri sendiri tidak dibawah kekuasaan Kerajaan Badung. Kerajaan Badung tidak bermaksud mengirimkan pasukan untuk menggempur Cokorda Abiansemal namun lebih condong untuk mengadakan kompromi yang menghasilkan kesepakatan bahwa kerajaan Badung tidak akan mengganggu kedudukan Cokorda Abiansemal asalkan beliau berjanji tidak akan melebarkan pengaruhnya keluar dari wilayah Abiansemal.

Demikianlah akhir dari peperangan antara Kerajaan Badung dan Kerajaan Mengwi dimana Kerajaan Mengwi tidak berhasil dikembalikan lagi dalam bentuk dan susunan yang terdahulu dan wilayahnya tetap terpecah belah dibawah kekiuasaan beberapa penguasa dan golongan tertentu.


Daftar Pustaka :

  1. Lahirnya Puri Agung Pemecutan Badung / A.A. Oka Puji - Jero Dawan Tegal
  2. Bali Abad XIX / Anak Agung Gde Agung Puri Gianyar
  3. Sejarah Puri Gerenceng Pemecutan / A.A. Made Kaler
  4. Babad Arya Tabanan/ Puri Tabanan
  5. Sejarah Raja Raja di Tabanan dan Badung
  6. Cikal Bakal Raja Badung / Ida Cokorda Ngurah Agung - Puri Denpasar
  7. Babad Arya Tabanan dan ratu Tabanan / A.A. Gde Darta

Om Swasti Astu Sebelumnya penulis mohon maaf bila ada kekeliruan atas penulisan sejarah ini, untuk itu mohon koreksi serta masukan untuk menyempurnakan blog ini sehingga diperoleh fakta sejarah yang nantinya benar benar diterima oleh semua pihak dan beguna bagi generasi yang akan datang. Om Canti Canti Canti Om