Diceritakan Ida Bhatara Sakti Raja Pemecutan III pergi berburu kehutan disebelah selatan Desa Jimbaran. Setelah seharian berburu belum juga menemukan bintang buruannya yang ada hanya sekumpulan burung yang berkicau di atas dahan pohon.
Karena sudah letih akhirnya beliau memutuskan beristirahat sejenak dibawah pohon yang rindang, tidak jauh dari tempat beliau beristirahat, tersebutlah seorang gadis yang sedang mengembalakan kerbaunya. Ternyata dari pandangan pertama tersebut Ida Bhatara Sakti jatuh hati kepada pengembala kerbau tersebut. Ida Bhatara Sakti kemudian menghampiri gadis pengembala tersebut dan menanyakan dari mana asalnya dan dimana rumahnya.
Gadis pengembala sapi sangat terkejut dengan keberadaan seorang raja di tempat sehari harinya mengembala kerbau, karena hari telah senja maka gadis tersebut menawarkan Ida Bhatara Sakti untuk mampir kerumahnya. Lama beliau tinggal di rumah gadis tersebut sehingga terjalinlah kisah asmara diantara keduanya.
Setelah beberapa hari kemudian pulanglah Ida Bhatara Sakti ke Puri Pemecutan, namun sepeninggal Ida Bhatara Sakti gadis pengembala tersebut menjadi hamil dan setelah beberapa bulan melahirkan seorang putra yang diberi nama Kiyai Lanang Ungasan. Setelah meningkat dewasa Kiyai Lanang Ungasan bertanya kepada ibunya siapa sebenarnya ayahnya, karena sekian lama belum pernah melihatnya. Sebenarnya dari sejak lama ibunya merahasiakan, karena Kiyai Lanang Ungasan terus mendesak sekedar maka ibunya membuka rahasia yang telah terpendam lama.
Kiyai Lanang Ungasan tertegun mendengar penjelasan ibunya yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seoarang raja agung di Puri Pemecutan. Karena tekadnya sudah bulat untuk menemui ayah kandungnya di Pri Agung Pemecutan maka secara diam-diam Kiyai Lanang Ungasan meninggalkan ibunya pergi sendirian mencari ayahnya, tanpa mengetahui dimana letak Puri Agung Pemecutan.
Beliau terus saja berjalan kearah utara sehingga sampailah beliau di dukuh Titi Gantung Marga di daerah Tabanan. Matahari sudah menampakkan diri hampir tenggelam, Karena dari pagi terus berjalan maka haus dan lapar sudah terasa. Dipedukuhan itu ia bertemu dengan Jero Dukuh. Kiyai lanang Ungasan mohon kemurahan hati Jero Dukuh memperbolehkannya untuk menumpang semalam dipondoknya.
Jero Dukuh menerima dengan senang hati lalu Kiyai Lanang Ungasan diantar kepondoknya, dan diberikan suguhan sekedarnya. Kiyai Lanang Ungasan menceritakan awal mulanya sehingga sampai dipedukuhan ini. Jero Dukuh sangat iba hatinya mendengar cerita Lanang Ungasan. Jero dukuh mengatakan sebaiknya Lanang Ungasan jangan sekarang pergi ke Puri Pemecutan karena sangat berbahaya. Sebaiknya untuk sementara tinggalah dipedukuhan ini. Disinilah ananda berdiam semoga cita-cita ananda tercapai dikemudian hari.
Kiyai lanang Ungasan menerima saran dari Jero Dukuh tersebut utnuk tinggal di Dukuh Titi Gantung di Marga. Kiyai Lanang Ungasan sangat rajin membantu pekerjaan dukuh, selain dari itu beliau juga membantu membuat tuak (minuman bali) dan membantu memasarkan tuak tersebut sampai ke desa Perean. Rasa tuaknya sangat terkenal diseluruh Perean sehingga sampai ke Jero Perean .
Yang berkuasa di daerah Perean adalah oleh Kiyai Ngurah Ayunan yang sangat gemar minum tuak maka dipanggillah Kiyai Lanag Ungasan ke Jero Perean. Kiyai Ngurah Ayunan adalah keturunan Arya Sentong di Carang Sari mempunyai saudara Kiyai Ngurah Tamu bertempat di Pacung. Kiyai Ngurah Tamu tidak mempunyai keturunan sehingga setelah beliau meninggal maka kekayaanya diambil oleh Kiyai Ngurah Ayunan.
Kiyai Lanang Ungasan disamping pintar memasarkan dagangannya juga sopan santun tingkah lakunya sehingga menarik hati Kiyai Ngurah Ayunan Maka Kiyai Lanang Ungasan sehingga ditawrkan pekerjaan untuk mengabdi di Jero Perean sebagai tukang kurung ayam. Kiyai lanang Ungasan menerima dengan baik permintaan Kiyai Ngurah Ayunan.
Maka sejak itu Kiyai Lanang Ungasan mengabdi di Jero Perean dan Kiyi Ngurah Ayunan sangat puas dengan hasil kerja Kiyai Lanang Ungasan sebab hampir semua ayam jago yang dipelihara Kiyai Lanang Ungasan selalu menang sehingga lama kelamaan bertambahlah kekayaan Kiyai Ngurah Ayunan. Atas jasanya maka kiyai Lanang Ungasan diberikan beberapa petak tanah dan disana Kyai Lanang Ungasan membangun perumahan.
Kiyao Ngurah Ayunan Kiyaio Ngurah Pacung Sakti mempunyai istri bernama Ni Luh Gusti Pacekan dan mempunyai seorang putra yang bernama Kiyai Ngurah Batan Duren/ I Gusti Alit Pacung. Kiyai Ngurah Ayunan mempunyai hubungan gelap dengan pembatunya yang bernama Ni Luh Jepun sehingga lama kelamaan hubungan gelap tersebut diketahui oleh istrinya sehingga menimbulkan keributan di dalam Jero Perean.
Akibat hubungan gelap tersebut Ni Luh Jepun hamil 3 bulan yang membuatnya diusir dari Jero perean. Ni Luh Jepun dipukul oleh Ni Luh Gusti Pacekan sehingga babak belur sehingga memutuskan lari dari Jero Perean namun terus dikejar oleh Ni Luh Gusti Pacekan. Kebetulan pada saat itu Kiyai Ngurah Ayunan dan Kiyai Lanang Ungasan sedang berada di depan Jero sedang berbindang bincang, Seperti diketahui Lanang Ungasan adalah sahabat baik dari Kiyai Ngurah Ayunan sehingga beliau sangat perhatian kepada sahabatnya.
Kiyai Lanang Ungasan walaupun sudah berumur belum juga mempunyai pendamping hidup sehingga menawarkan untuk membantu mencarikan pasangan hidup asalkan masih dilingkungan wilayah Perean. Sedang asiknya beliau berdua berbincang bincang datanglah Ni Luh Jepun sambil berlari lari minta tolong karena dipukul oleh Ni Luh Gusti Pacekan. Ni Luh Jepun lari dan menjatuhkan diri dalam pelukan Kiyai Ngurah Ayunan.
Melihat hal tersbut Kiyai Lanang Ungasan menjadi iba hatinya dan menyatakan bersedia memperistri Ni Luh Jepun untuk menutupi aib tersebut. Kiyai Ngurah Ayunan tidak bisa berbuat apa dan merelakan Ni Luh Jepun diperistri oleh sahabatnya Kiyai Lanang Ungasan, Namun sebelumnya Kiyai Ngurah Ayunan berpesan agar Ni Luh Jepun jangan digauli sebelum anak yang ada dikandungan tersebut lahir.
Demikianlah Ni Luh Jepun kemudian dibawa pulang oleh Kiyai Lanang Ungasan dan dibuatkan upacara perkawinan sebagai layaknya suami istri pada saat itu. Setelah beberapa bulan lahirlah anak dalam kandungan Ni Luh Jepun tersebut seorang putra yang kemudian diberi nama Kiyai Dariya Diceritakan Kiyai Ngurah Ayunan sedang berburu ditengah hutan Marga , dari pagi hingga sore belum menemukan seekor binatang ,akhirnya beliau tersesat didalam hutan kehilangan arah tujuan.tidak disangka beliau tembus di pedukuhan Titi Gantung di Marga.
Persis di halaman pondok ki Dukuh Titi Gantung , kebetulan sore itu di halaman pondoknya , masih kelihatan dihias dengan daun kelapa muda ,karena Ki Dukuh pada pagi kemarin membuat upakara potong gigi. karena Kiayi Ngurah Ayunan sudah terlalu payah , lapar dan kehausan ,terpaksa beliau singgah di podok Ki Dukuh
Kedatangan Kiyai Ngurah Ayunan disambut dengan homat oleh keluarga Ki Dukuh. Persiapanuntuk santapan dibuatkan seperlunya ,seluruh keluarga amat sibuk ,ada yang menangkap ayam ,ada juga yg menangkap babi ,semuanya serba sukla . Tidak beberapa lama hidangan pun telah siap dan seluruh tamunya dipersilahkan menyantap hidangan ala kadarnya .
Sesudah selesai bersantap datang lagi suguhan tuak ,tiada hayal lagi semuanya minum sepuas –puasnya . Setelah selesai bersantap Kiyai Ngurah Ayunan minta pamit pulang kepada Ki Dukuh dan rombongan pun kembali ke Jero Perean. Kedatangan Kiyai Ngurah Perean disambut oleh istrinya Ni Luh Gusti Pacekan dan diajak makan karena telah dipersiapkan sejak tadi, namun Kiyai Ngurah Perean tidak mau makan lagi karena baru habis makan di pedukuhan Titi Gantung.
Mendengar apa yang dikatakan suaminya Ni Luh Gusti Pacekan teringat bahwa kemarin di rumah Ki Dukuh baru melaksanakn upacara potong gigi. Ia pun berteriak marah dan mengatakan Kiyai Ngurah Ayunan telah makan paridan (sisa) dari Ki Dukuh selanjutnya dikatakan bahwa tidak patut Ki Dukuh mempersebahkan makan sisa kepada Gustinya.
Mendengar tuduhan istrinya tanpa menyelidiki kebenarannya Kiyai Ayunan mengambil keputusan bahwa Ki Dukuh harus dihukum karena perbuatannya tersebut. Laskar Peran kemudian dipanggil dan dikumpulkan untuk memberikan hukum kepada Ki Dukuh. Di Kediaman Kidukuh dengan Pedatangan laskar Perean yang bersenjata lengkap membuat Ki Dukuh menjadi sangat terkejut dan menanyakan apa maksud kedatangannya ditempat ini ataukah ada orang jahat yang melarikan diri ketempat ini. Pemipin pasukan mengatakan bahwa ia diutus kesini oleh Kyai Ngurah Agunan untuk menghukum Ki Dukuh beserta kelurganya karena telah berani berbuat kurang ajar dengan mempersebahkan makanan sisa kepada Gustinya.
Belum sempat Ki Dukuh membela diri tiba tiba sebilah pedang sudah mengenai tubuhnya sehingga Ki Dukuh terjerembab ketanah tak sadarkan diri. Pemimpia pasukan Perean mengira bahwa Ki Dukuh sudah meninggal sehingga memerintahkan pasukannya untuk kembali Ke Jero Perean.
Diceritakan Kiyai Lanang Ungasan seperti terpanggil hatinya untuk datang ke Pedukuhan Titi Gantung, perasaannya menduga seperti ada sesuatu yang tidak baik menimpa keluarga Ki Dukuh. Benar saja sesampainya beliau dipedukuhan dilihatlah keadaan pedukuhan porak peranda dan Ki Dukuh terlentang ditanah sambil kesakitan.
Kiyai Lanang Ungasan kemudian memeluk Ki Dukuh yang sudah dianggapnya sebagai orang tuanya sendiri dan menanyakan apakah gerangan yang terjadi di tempat ini. Ki Dukuh kemudian menjelaskan bahwa ini semua adalah perbuatan Laskar Perean atas perintah Kyai Ngurah Ayunan yang menuduhnya memberikan makanan sisa pada saat beliau mampir di Pedukuhan Titi Gantung.
Sebelum Ki Dukuh menghembuskan napasnya yang terakhir beliau masih sempat menitipkan sebuah keris yang tersimpan di gedong sanggah kawitan untuk dipakai oleh Kiyai Lanang Ungasan melawan ketidakadilan ini.
Diceritakan Kiyai Dariya putra angkat dari Kiyai Lanang Ungasan telah menginjak dewasa dan sering diajak ke Jero Perean oleh ayahnya untuk memelihara ayam jago di Puri Perean. Kiyai Dariya sangat mirip rupanya dengan ayahnya yaitu Kiyai Ngurah Ayunan serta mempunyai tingkah laku yang santun sehingga banyak warga yang merasa segan dan menaruh hormat kepadanya.
Ni Lih Gusti Pacekan melihat hal tersebut hatinya menjadi gelisah takut nantinya Kiyai Daria akan merebut kekuasaan di Jero Preran sehingga dicarilah jalan untuk melenyapkan Kiyai Dariya. Ni Luh Gusti Pacekan kemudian merundingkan hal tersebut dengan Putranya yaitu Kyai Ngurah Batan Duren untuk melaksanakan rencana tersebut.
Pada hari yang telah ditentukanberangkatlah Kyai Ngurah Batan Duren ke Rumah Kiyai Daria. Kebeyulan Kyai Dariya baru saja masuk kekamarnya untuk beristirahat. Ni Gusti Pacekan dengan putranya telah tiba didepan kamar Kyai Dariya dan menantangnya untuk segera keluar dan setelah Kiyai Dariya Keluar secara tiba tiba Kyai Ngurah Batan Duren telah melancarkan serangan dengan menusuk keris ke dada Kyai Daria.
Namun secepat Kilat Kyai Daria dapat menghindar dari serbuan tersebut dan perkelahian tersebut kemudian berlangsung dengan sengitnya tidak ada yang keluar sebagau pemenang. Tiba tiba datanglah Kyai Ngurah Ayunan meleraikan perkelahian tersebut dan menjelaskan tentang riwayat Kyai Dariya yang sebenarnya merupakan saudara tiri dari Kiyai Ngurah Duren.
Kedua satria tersebut dapat mengerti apa yang telah disampaikan oleh ayahnya namun didalam hatinya masing masing masing menaruh dendam satu sama lainnya. Setelah Kiyai Ngurah Batan Duren dan Ibunya Ni Luh Gusti Pacekan pulang ke Jero Perean, Kiyai Dariya kemudian pergi ke Pedukuhan Titi Gantung untuk mengambil keris sakti peninggalan Ki Dukuh.
Keesokan harinya Kiyai Dariya sibuk menyusun kekuatan laskarnya yang terdiri dari rakyat yang masih setia kepadanya dan rakyat yang tidak puas akan pemerintahan Kiyai Ngurah Ayunan yang banyak dipengaruhi oleh Istrinya. Diceritakan Laskar Kiyai Dariya telah menuju Jero perean yang disambut dengan kentongan bertalu talu di Jero Peran yang menandakan bahwa ada musuh yang menyerang Jero Perean.
Kedua pasukan kemudian saling berhadapan sehingga pertempuran tidak bisa dihindari sehingga menimbulkan korban yang cukup banyak dikedua belah ihak. Laskar Perean berhasil didesak mundur oleh laskat Kiyai Dariya sampai ke sebalah timur sungai Penek dan pengejaran terus dilakukan oleh Laskat Kiyai Dariya, Melihat hal tersbut Kyai Ngurah Ayunan terpaksa turu tangan dan minta kepada Kiyai Dariya agar jangan terus mengejar laskar Kiyai Ngurah Bantan Duren.
Karena permintaan ayahnya tersebut maka Kiyai Ngurah Dariya menghentikan pengejaran dan Jero Perean diduduki oleh Kyai Dariya dan diangkat sebagai penguasa baru di wilayah Perean dengan sebutan Kyai Nguah Pacung Sakti dan Orang tuanya Kiyai Lanang Ungasan diangkat sebagai penasehatnya.
Setelah peperangan tersebut usai maka di tempat pengungsiannya Kiyai Ngurah Batan Duren kemudian mendirikan Jero Baru yang dinamakan Jero Payangan. Setelah beberapa lama menjadi penguasa di wilayah Perean maka tidak beberapa lama Kiyai Dria mempersuting seorang gadis dan mempunyai 3 prang Putra yaitu :
- I Gusti Putu Balangan
- I Ngusti Nengah Balangan
- I Guti Made Celuk
Jero Belayu yang sudah ditinggalkan kemudian diberikan kepada I Gusti Made Celuk sehingga menurukan keturunan menak (bangsawan) di daerah Belayu. I Gusti Nengah Balangan masih tetap tinggal di Jero Perean dan menurukan keturunan Menak (bangsawan) di Perean hingga sekarang.
Diceritakan Kiyai Ngurah Batan Duren di Jero Payangan diserang oleh laskar I Dewa Pemayun dari Jero Tampaksiring sehingga laskar Payangan mengundurkan diri hingga sampai kedarah Carang sari disana Kiyai Ngurah Batan Duren kemudian membangun Jero yang dinamakan Jero Carangsari dan menurunkan keluarga Menak (bangsawan) didaerah tersebut diantaranya Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang terkenal sebagai Pahlawan Nasional ang melaksanakan puputan di derah Margarana.
Demikianlah sejarah Lanang Ungasan sebagai putra Ida Bhatara Sakti yang bertempat di Jero Perean Tabanan.