Prabhu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1486-1527. Girindrawardhana Dyah Ranawijaya adalah putra Suprabhawa alias Singhawikramawardhana, raja Majapahit yang memerintah tahun 1466-1474. Hubungan antara Ranawijaya dan Suprabhawa ini diperkuat dengan adanya unsur kata Girindra dan Giripati dalam gelar abhiseka masing-masing. Kedua kata tersebut memiliki arti sama, yaitu raja gunung.
Silsilah Ranawijaya juga terdapat dalam prasasti Jiyu (1486) tentang pengesahan anugerah Suprabhawa kepada Sri Brahmaraja Ganggadhara berupa tanah Trailokyapuri. Pengesahan ini dilakukan bersamaan dengan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Suprabhawa. Dalam prasasti itu Ranawijaya bergelar Sri Wilwatikta Janggala Kadiri, artinya penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri. Prasasti Jiyu juga menyebut adanya nama Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakusuma saudara Ranawijaya.
Dalam tahun 1468 Suprabhawa alias Singhawikramawardhana terdesak oleh Kertabhumi (anak bungsu Rajasa wardhana), yang kemudian berkuasa di Majapahit. Sedangkan Singhawikramawardhana memindahkan kekuasaannya ke Daha, dimana ia wafat di tahun 1474. Di daha ia digantikan anaknya, Ranawijaya yang bergelar Bhatara Prabu Girindrawardhana, yang berhasil menundukkan Kertabhumi dan merebut Majapahit di tahun 1474. Menurut prasastinya di tahun 1486 ia menamakan dirinya raja Wilwatika Daha Janggala Kadiri
Jadi, pemerintahan Dyah Suraprabhawa Singhawikramawardhana berakhir tahun 1474 dan digantikan oleh keponakannya, yaitu Bhre Kertabumi. putra Rajasawardhana, yang sebelumnya pergi meninggalkan istana bersama ketiga kakaknya. Meskipun tidak disebut dengan jelas dalam Pararaton, dapat dipastikan Bhre Kertabumi. melakukan kudeta terhadap Dyah Suraprabhawa karena ia sebagai putra Rajasawardhana, merasa lebih berhak atas takhta Majapahit dibanding pamannya itu. Pararaton memang tidak menyebut dengan jelas kalau Bhre Kertabumi. adalah raja yang menggantikan Bhre Pandansalas Dyah Suraprabhawa. Justru dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong, diketahui kalau Kung-ta-bu-mi adalah raja Majapahit yang memerintah sampai tahun 1478.
Brawijaya adalah nama raja terakhir Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Nama ini sangat populer dalam masyarakat Jawa namun tidak memiliki bukti sejarah, misalnya prasasti. Identifikasi Brawijaya dengan Ranawijaya cukup masuk akal, karena Ranawijaya juga raja terakhir Majapahit. Kerajaan Dayo adalah ejaan Portugis untuk Daha, yang saat itu menjadi ibu kota Majapahit , dan kemudian dikalahkan Demak tahun 1527.
Ingatan masyarakat Jawa tentang kekalahan Majapahit yang berpusat di Daha tahun 1527 bercampur dengan peristiwa runtuhnya Majapahit yang berpusat di Mojokerto tahun 1478. Akibatnya, Bhra Wijaya yang merupakan raja terakhir tahun 1527 oleh para penulis babad “ditempatkan” sebagai Brawijaya yang pemerintahannya berakhir tahun 1478. Akibatnya pula, tokoh Brawijaya pun sering disamakan dengan Bhre Kertabhumi, raja Majapahit tahun 1474-1478. Padahal, tidak ada bukti sejarah yang menyebut Bhre Kertabhumi juga bergelar Brawijaya.
Lebih lanjut tentang identifikasi Brawijaya, bisa dilihat dalam Bhre Kertabhumi dan Kertawijaya.
Hubungan Ranawijaya dengan Bhre Kertabhumi
Menurut kronik Cina , Ranawijaya adalah menantu Bhre Kertabhumi yang diangkat oleh Raden Patah sebagai raja bawahan Demak. Pendapat lain mengatakan, Ranawijaya menjadi raja Majapahit atas usahanya sendiri, yaitu dengan cara mengalahkan Bhre Kertabhumi tahun 1478, demi membalas kekalahan ayahnya, yaitu Suprabhawa. Pendapat ini diperkuat oleh prasasti Petak yang menyebutkan kalau keluarga Girindrawardhana pernah berperang melawan Majapahit .
Jumat, 08 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar